30. قَالَ إِنِّى عَبْدُ ٱللَّهِ ءَاتَىٰنِىَ ٱلْكِتَٰبَ وَجَعَلَنِى نَبِيًّا
qāla innī ‘abdullāh, ātāniyal-kitāba wa ja’alanī nabiyyā
30. Berkata Isa: “Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi.
Tafsir:
Tiba-tiba dengan izin Allah ﷻ, bayi yang masih dalam buaian itu pun berbicara,
﴿قَالَ اِنِّيْ عَبْدُ اللّٰهِ ۗاٰتٰنِيَ الْكِتٰبَ وَجَعَلَنِيْ نَبِيًّا ۙ * وَّجَعَلَنِيْ مُبٰرَكًا اَيْنَ مَا كُنْتُۖ وَاَوْصٰنِيْ بِالصَّلٰوةِ وَالزَّكٰوةِ مَا دُمْتُ حَيًّا ۖ* وَّبَرًّاۢ بِوَالِدَتِيْ وَلَمْ يَجْعَلْنِيْ جَبَّارًا شَقِيًّا*﴾
Dia (Isa) berkata, “Sesungguhnya aku hamba Allah, Dia memberiku Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang Nabi * Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkahi di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (melaksanakan) salat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup* dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka* (QS. Maryam : 30-32)
Ini merupakan bantahan telak kepada orang-orang Nasrani yang mengklaim bahwa Isa ‘Alaihissalam adalah Tuhan atau anak Allah ﷻ. Beliau AS sendiri yang memproklamirkan penghambaannya kepada Allah ﷻ.
Kemudian Isa ‘Alaihissalam menyatakan bahwa Allah ﷻ telah memberinya Al-Kitab (Injil) dan telah menjadikannya sebagai seorang nabi. Mengapa yang digunakan di sini adalah kata kerja lampau, padahal saat itu Injil belumlah diturunkan kepada beliau? Bisa jadi yang dimaksud adalah bahwa pemberian Al-Kitab (Injil) kepada Nabi Isa ‘Alaihissalam sudah lama tercatat di Lauhul Mahfudz([1]). Dan bisa juga dijelaskan sesuai fakta linguistik yang ada, bahwa menggunakan fi’il madhi (kata kerja lampau) untuk mengungkapkan sesuatu di masa mendatang yang sudah pasti akan terjadi, merupakan metode yang memang dikenal dan digunakan dalam bahasa Arab, sebagaimana berbagai contoh serupa banyak didapati di dalam Al-Quran.
Kemudian Nabi Isa ‘Alaihissalam menyatakan bahwa Allah ﷻ telah menjadikannya diberkahi di mana pun ia berada. Di antara keberkahan Nabi Isa ‘Alaihissalam adalah beliau selalu mengajarkan kebaikan di mana saja beliau berada, dan juga selalu membantu orang lain yang membutuhkan([2]), baik dengan tenaganya atau pun nasihatnya. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Nabi ﷺ([3]), bahwa keberkahan seorang muslim seakan pohon kurma, karena seluruh bagian pohon kurma dapat dimanfaatkan oleh manusia.
Ayat ini merupakan bantahan terhadap kelompok Qodariyah yang mengatakan bahwa Allah tidak menetapkan takdir hamba-Nya. Bagi mereka, manusia ibarat robot yang diciptakan kemudian dibiarkan begitu saja. Sedangkan kita, ahlussunnah, beriman dengan adanya takdir dan bahwasanya manusia memiliki kehendak, namun kehendak tersebut berada di bawah kehendak Allah, sebagaimana dalam firman-Nya,
﴿وَمَا تَشَاۤءُوْنَ اِلَّآ اَنْ يَّشَاۤءَ اللّٰهُ رَبُّ الْعٰلَمِيْنَ﴾
“Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan seluruh alam”. (QS. At-Takwir : 29)
Dalam ayat-ayat ini dengan jelas dinyatakan bahwa yang mengangkat Nabi Isa ‘Alaihissalam sebagai nabi, yang memberikan kepadanya Al-Kitab, kemudian menjadikannya membawa keberkahan di manapun beliau berada; adalah Allah ﷻ, bukan usaha Nabi Isa ‘Alaihissalam sendiri.
Ayat ini juga merupakan bantahan kepada sebagian ahli filsafat yang menyatakan bahwa kenabian bisa diperoleh dengan usaha dan proses tertentu, bukan pilihan dari Allah ﷻ. Lihatlah Nabi Isa ‘Alaihissalam yang telah Allah ﷻ angkat menjadi nabi tanpa ada usaha dan pelatihan-pelatihan ruhani yang beliau lakukan sebelumnya, demikian pula Nabi Yahya yang telah Allah jadikan sebagai nabi sejak kecil.
Ayat ini juga merupakan dalil bahwasanya shalat adalah syariat yang sudah ada sejak zaman dahulu, sama seperti puasa, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya,
﴿يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ﴾
“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (QS. Al-Baqarah : 183)
Ayat ini juga menyebutkan bahwa Allah ﷻ mensyariatkan zakat atas Nabi Isa AS. Apa yang dimaksud dengan zakat pada ayat ini? Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud adalah zakat harta, dan sebagian ulama lain berpendapat bahwa yang dimaksud adalah zakat jiwa, atau penyucian jiwa. Mereka yang berpendapat dengan pendapat kedua ini melandaskan pendapat mereka pada fakta bahwa Nabi Isa ‘Alaihissalam adalah seorang yang miskin, bahkan sebagian ahli tafsir menyebutkan bahwa Nabi Isa ‘Alaihissalam tidak memiliki rumah, selalu memakain baju yang sederhana, dan beliau tidur di mana pun keletihan menghentikan beliau AS([4]).
Allah ﷻ juga telah menjadikan Nabi Isa ‘Alaihissalam sebagai putera yang berbakti kepada ibunya, karena memang beliau tidak memiliki ayah. Dan memang demikianlah Nabi Isa ‘Alaihissalam adalah seorang nabi yang sangat berbakti kepada ibunya. Dan sebaliknya, beliau AS mengatakan bahwa Allah ﷻ tidaklah menjadikan beliau sebagai seorang yang sombong lagi celaka. Ini adalah celaan dan ancaman bagi siapa saja yang durhaka kepada orang tuanya, bahwa dapat dipastikan bahwa dia adalah seorang yang sombong nan celaka. Jika dengan manusia yang paling berjasa kepadanya saja ia berakhlak buruk, lalu bagaimana lagi dengan yang selainnya?! ([5])
________
Footnote:
([1]) Lihat : At-Tahrir wa At-tanwir 16/98.
([2]) Lihat : Tafsir As-Sam’aani 3/290.