20. ٱلَّذِينَ ءَاتَيْنَٰهُمُ ٱلْكِتَٰبَ يَعْرِفُونَهُۥ كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَآءَهُمُ ۘ ٱلَّذِينَ خَسِرُوٓا۟ أَنفُسَهُمْ فَهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ
allażīna ātaināhumul-kitāba ya’rifụnahụ kamā ya’rifụna abnā`ahum, allażīna khasirū anfusahum fa hum lā yu`minụn
20. Orang-orang yang telah Kami berikan kitab kepadanya, mereka mengenalnya (Muhammad) seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Orang-orang yang merugikan dirinya, mereka itu tidak beriman (kepada Allah).
Tafsir :
Yang dimaksud orang-orang yang telah diberikan kitab pada ayat tersebut adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani, yang mana telah diturunkan kepada mereka kitab Taurat dan Injil.
Perhatikan firman Allah (SWT) ﴿يَعْرِفُونَهُ﴾, “mereka mengenalinya”. Ada tiga pendapat di kalangan para ahli tafsir terkait yang dimaksud dengan kata ganti “nya” pada penggalan ayat di atas:
Pertama, yang dimaksud adalah Al-Qur’an. Yakni mereka mengenali Al-Qur’an yang memang telah disinggung dalam Taurat dan Injil.
Kedua, yang dimaksud adalah tauhid. Yakni bahwa Yahudi dan Nasrani sangat mengerti betul tentang tauhid. Tauhid selalu diajarkan oleh para nabi mereka dan terkandung dalam kitab-kitab suci mereka, hanya saja mereka berpaling darinya.
Ketiga, yang dimaksud adalah Rasulullah Muhammad ﷺ. Yakni bahwa Ahli Kitab mengenali sifat-sifat Rasulullah ﷺ, risalah kenabian beliau, Al-Qur’an yang diwahyukan kepada beliau, sahabat-sahabat beliau, dan bahkan kemana beliau akan berhijrah, karena semuanya disebutkan dalam kitab-kitab suci mereka. Mereka sebenarnya benar-benar mengetahui semua itu, sebagaimana mereka mengenali anak-anak mereka sendiri.[1]
Silang pendapat semacam ini biasa disebut sebagai ikhtilaf tanawwu’, yakni meskipun pendapat-pendapat tersebut berbeda, hanya saja semuanya saling berkaitan dan dapat diterima sebagai kebenaran. Yakni memang benar bahwa Ahli Kitab benar-benar mengetahui Al-Qur’an, tauhid, dan kenabian Rasulullah Muhammad (SAW), karena memang semua itu telah tertera dalam kitab-kitab suci mereka. Andai mereka mau jujur dan taat kepada Allah (SWT), niscaya mereka akan beriman kepada Rasulullah ﷺ dan syariat yang beliau bawa. Namun sayangnya mayoritas mereka malah mendahulukan kedengkian dan kebencian, sehingga hati mereka terkunci dari keimanan yang menyapa.
Firman Allah ﷻ,
﴿الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ فَهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ﴾
“Orang-orang yang (ingkar) merugikan dirinya, mereka itu tidak beriman (kepada Allah).”
Allah ﷻ menegaskan bahwa jika mereka tidak mempersaksikan ketauhidan Allah ﷻ, maka sejatinya mereka telah merugikan diri sendiri, dengan kerugian yang paling besar, jauh melebihi kerugian duniawi apa pun.
_______________
Footnote :
[1] Lihat: At-Tahrir wa at-Tanwir (7/171).