15. قُلْ إِنِّىٓ أَخَافُ إِنْ عَصَيْتُ رَبِّى عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ
qul innī akhāfu in ‘aṣaitu rabbī ‘ażāba yaumin ‘aẓīm
15. Katakanlah: “Sesungguhnya aku takut akan azab hari yang besar (hari kiamat), jika aku mendurhakai Tuhanku”.
Tafsir :
Perhatikan bagaimana Allah (SWT) menyebut secara jelas kata Rabbii dalam ayat ini. Subhaanallah, seakan Allah (SWT) hendak mengingatkan, “Bagaimana mungkin kalian bermaksiat kepada Rabb yang telah menciptakan, mentarbiyah, merawat, serta mengasihi kalian, dan Dia sama sekali tidaklah membutuhkan itu semua dari kalian?!”
Perhatikan bagaimana ucapan ini Allah (SWT) perintahkan untuk diucapkan oleh Rasulullah ﷺ, utusan-Nya dan makhluk yang paling dicintai olehNya! Bahwa hendaknya siapa pun yang bermaksiat itu takut akan azab Allah, bahkan Rasulullah (SAW) yang merupakan kekasih Allah (SWT) sekali pun! Lalu, bagaimana lagi dengan kita?!
Ini juga menunjukkan bahwasanya rasa takut adalah ibadah hati yang agung, yang tidak seharusnya diperuntukkan kepada selain Allah (SWT). Rasa takut mendapat azab jika bermaksiat, adalah ibadah hati yang agung nan mulia, karenanya Allah ﷻ memerintahkan Nabi Muhammad ﷺ untuk memproklamirkan hal ini.
Saudaraku, renungkan dan tadaburilah ayat ini. Hadirkanlah rasa takut akan azab-Nya, akan akhir kehidupan yang buruk, akan tercabutnya iman, ketika godaan maksiat terbersit dalam hati kita. Jangan pernah meremehkan dosa, sekecil apa pun itu! Abdullah bin Mas’ud (RA) berkata:
إِنَّ الْمُؤْمِنَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَأَنَّهُ فِي أَصْلِ جَبَلٍ يَخَافُ أَنْ يَقَعَ عَلَيْهِ، وَإِنَّ الْفَاجِرَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَذُبَابٍ وَقَعَ عَلَى أَنْفِهِ، فَقَالَ: بِهِ هَكَذَا، فَطَارَ
“Seorang mukmin menganggap dosa-dosanya laksana gunung yang akan jatuh membinasakannya. Sedangkan seorang yang fajir menganggap dosa-dosanya hanyalah laksana lalat yang hinggap di atas hidungnya, yang akan terbang dengan sekedar kibasan tangannya kepadanya.”[1]
Demikianlah perbedaan antara orang yang beriman dengan orang fajir atau munafik. Maka, jika ada rasa takut terhadap kemaksiatan yang telah kita lakukan, maka sejatinya kita adalah orang yang beriman. Jika kita meremehkan dan menggampangkannya, maka curigailah diri ini akan kemunafikan yang mungkin sudah melandanya. Bilal bin Sa’ad (RH) berkata,
لَا تَنْظُرْ إِلَى صُغْرِ الْخَطِيئَةِ وَلَكِنِ انْظُرْ إِلَى مَنْ عَصَيْتَ
“Jangan sampai anda terlalaikan dengan kecilnya dosa yang anda lakukan, sementara anda melupakan keagungan Dzat yang anda durhakai.”[2]
Alangkah besarnya kebutuhan kita terhadap ibadah hati yang satu ini, yakni menghadirkan rasa takut kepada Allah ﷻ saat timbul keinginan bermaksiat. Yakinlah bahwa dosa itu pasti ada dampaknya, seperti apa pun sepelenya ia dalam pandangan kita.
﴿قُلْ إِنِّي أَخَافُ إِنْ عَصَيْتُ رَبِّي عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ﴾
“Katakanlah (Muhammad), “Aku benar-benar takut akan azab hari yang besar (hari Kiamat), jika aku mendurhakai Tuhanku.” (QS. Al-An’am: 15)
Para ulama menyimpulkan dari ayat di atas, bahwa seorang yang tidak bermaksiat, selain ia takut akan azab Allah (SWT), sejatinya ia juga sedang mengharapkan rahmat dariNya pada hari tersebut.[3]
Hadirkanlah kesadaran ini selalu pada hati kita, semoga dengannya Allah (SWT) membantu kita untuk senantiasa istikamah dalam menaatiNya serta menjauhi segala larangan-Nya. Aamiin.
_____________
Footnote :
[1] HR. Ahmad No. 3629, hadis sahih.
[2] Hilyah al-Auliya wa Thabaqat al-Ashfiya’ (5/223).
[3] Lihat: Tafsir al-Qurthubi (7/160).