5. وَإِنِّى خِفْتُ ٱلْمَوَٰلِىَ مِن وَرَآءِى وَكَانَتِ ٱمْرَأَتِى عَاقِرًا فَهَبْ لِى مِن لَّدُنكَ وَلِيًّا
wa innī khiftul-mawāliya miw warā`ī wa kānatimra`atī ‘āqiran fa hab lī mil ladungka waliyyā
5. Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang isteriku adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putera.
Tafsir:
Perhatikan bahwa Nabi Zakariyya ‘Alaihissalam mengungkapkan dengan (وَهَنَ الْعَظْمُ), bukan dengan (وَهَنَ عَظْمِي), untuk menunjukkan bahwa seluruh tulangnya, tanpa terkecuali, telah melemah([1]). Beliau ‘Alaihissalam tahu bahwasanya tulang adalah penegak tubuh, sehingga jika penegak tubuh tersebut telah lemah maka tubuh secara umum juga sudah pasti melemah.
Ini juga mengajarkan kepada kita sikap yang seharusnya ketika berdoa, yaitu dengan cara menampakkan kekurangan, kebutuhan, kefakiran, dan kelemahan kita di hadapan Allah ﷻ. Selain merupakan adab dalam berdoa, sikap tersebut juga semakin memperbesar peluang terkabulnya doa seseorang. Jangan pernah ragu untuk menyampaikan semua hajat kita kepada Allah ﷻ. Jangan sampai kita berdoa dengan sikap yang seolah mengesankan ketidakbutuhan terhadap apa yang kita pinta. Rasulullah ﷺ bersabda,
لاَ يَقُولَنَّ أَحَدُكُمْ: اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي إِنْ شِئْتَ، اللَّهُمَّ ارْحَمْنِي إِنْ شِئْتَ، لِيَعْزِمِ المَسْأَلَةَ، فَإِنَّهُ لاَ مُكْرِهَ لَهُ
“Janganlah kalian berdoa dengan mengatakan: ‘Ya Allah ﷻ ampunilah aku jika Engkau menghendaki’, atau ‘Ya Allah ﷻ limpahkanlah rahmat-Mu jika Engkau menghendaki’! Hendaklah kalian kuatkan tekad ketika memohon, karena sesungguhnya tiada sesuatu pun yang dapat memaksa Allah ﷻ untuk berbuat sesuatu.” ([2])
Ucapan-ucapan semacam itu terlarang karena ia mengesankan ketidakbutuhan seseorang kepada Allah ﷻ.
Demikianlah adab para nabi ketika berdoa, mereka benar-benar merengek kepada Allah ﷻ.
Ketika perang Badar, jumlah kaum muslimin hanyalah 315 orang dengan persenjataan seadanya, melawan 1000 orang kaum musyrikin dengan persenjataan lengkap. Rasulullah ﷺ memerintahkan para sahabat untuk terlebih dahulu memasuki medan pertempuran, sementara beliau ﷺ dan Abu Bakar RA tetap berdoa dan memohon pertolongan kepada Allah ﷻ. Ketika Abu Bakar selesai berdoa, ternyata Nabi ﷺ belum selesai dari doanya dan sedang menengadahkan tangan setinggi-tingginya, memohon kepada Allah ﷻ, hingga selendang beliau terjatuh. Melihat pemandangan syahdu nan luar biasa itu, Abu Bakar RA pun memasangkan kembali selendang tersebut di pundak Rasulullah ﷺ, dan berkata:
يَا نَبِيَّ اللهِ، كَفَاكَ مُنَاشَدَتُكَ رَبَّكَ، فَإِنَّهُ سَيُنْجِزُ لَكَ مَا وَعَدَكَ
“Ya Nabi Allah ﷻ, cukuplah kiranya anda bermunajat kepada Allah ﷻ, karena Dia pasti akan menepati janji-Nya kepada anda.” ([3])
Di antara doa yang Nabi ﷺ ucapkan ketika itu adalah,
اللَّهُمَّ أَنْجِزْ لِي مَا وَعَدْتَنِي اللَّهُمَّ آتِ مَا وَعَدْتَنِي اللَّهُمَّ إِنْ تُهْلِكْ هَذِهِ الْعِصَابَةَ مِنْ أَهْلِ الْإِسْلَامِ لَا تُعْبَدْ فِي الْأَرْضِ
“Ya Allah ﷻ, tepatilah janji-Mu kepadaku. Ya Allah ﷻ, berilah apa yang telah Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah ﷻ, jika pasukan Islam yang berjumlah sedikit ini musnah, niscaya tidak ada lagi orang yang akan menyembah-Mu di muka bumi ini.” ([4])
Momen ini telah Allah ﷻ abadikan dalam firman-Nya,
﴿إِذْ تَسْتَغِيثُونَ رَبَّكُمْ فَاسْتَجَابَ لَكُمْ أَنِّي مُمِدُّكُمْ بِأَلْفٍ مِنْ الْمَلَائِكَةِ مُرْدِفِينَ﴾
“(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu: “Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut”.” (QS. Al-Anfal: 9)
Perhatikan pula firman Allah ﷻ tentang doa Nabi Ayyub AS berikut,
﴿وَأَيُّوبَ إِذْ نَادَىٰ رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ﴾
“dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya: “(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang”.” (QS. Al-Anbiya’: 83)
Begitu juga ucapan Nabi Ya’qub AS,
﴿إِنَّمَا أَشْكُو بَثِّي وَحُزْنِي إِلَى اللَّهِ﴾
“Sesungguhnya hanyalah kepada Allah lah aku mengadukan kesusahan dan kesedihank…” (QS. Yusuf: 86)
Kita kembali lagi kepada doa Nabi Zakariyya ‘Alaihissalam,
﴿إِنِّي وَهَنَ الْعَظْمُ مِنِّي وَاشْتَعَلَ الرَّأْسُ شَيْبًا وَلَمْ أَكُنْ بِدُعَائِكَ رَبِّ شَقِيًّا﴾
“sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku.”
Perhatikan bagaimana Beliau ‘Alaihissalam memperlihatkan kelemahannya dengan mengatakan bahwa seluruh tulangnya telah melemah dan kepalanya telah dipenuhi uban. Beliau ‘Alaihissalam hendak menampakkan kepada Allah ﷻ bahwa beliau sudah berada di puncak kelemahan dan ketuaannya. Kemudian perhatikan pula bagaimana Beliau ‘Alaihissalam bertawassul dalam doanya dengan berhusnuzhan kepada Allah ﷻ. Seakan Beliau ‘Alaihissalam mengatakan: “Ya Allah ﷻ selama ini Engkau telah mengabulkan doaku dan telah memberikan kepadaku banyak kenikmatan, dan tidak pernah sekali pun aku kecewa dengan pemberian-Mu atau pun putus asa dari mengharapkan pemberian-Mu. Maka ya Allah, sempurnakanlah pemberian-Mu kepadaku”.([5]) Selain merupakan bentuk husnuzhan kepada Allah ﷻ, ucapan “dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku” juga termasuk salah satu bentuk pujian yang tinggi krpada Allah ﷻ.
Saudaraku pembaca, demikianlah adab para nabi ketika berdoa kepada Allah ﷻ, mereka benar-benar menampakkan rasa butuh kepada Allah ﷻ, dan juga tidak pernah sekali pun berburuk sangka kepadaNya.
_______
Footnote:
([1]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 11/77