108. يَوْمَئِذٍ يَتَّبِعُونَ ٱلدَّاعِىَ لَا عِوَجَ لَهُۥ ۖ وَخَشَعَتِ ٱلْأَصْوَاتُ لِلرَّحْمَٰنِ فَلَا تَسْمَعُ إِلَّا هَمْسًا
yauma`iżiy yattabi’ụnad-dā’iya lā ‘iwaja lah, wa khasya’atil-aṣwātu lir-raḥmāni fa lā tasma’u illā hamsā
108. Pada hari itu manusia mengikuti (menuju kepada suara) penyeru dengan tidak berbelok-belok; dan merendahlah semua suara kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, maka kamu tidak mendengar kecuali bisikan saja.
Tafsir:
Siapa penyeru yang akan menyeru manusia pada Hari Kebangkitan?
Ada yang mengatakan bahwasanya ia adalah Malaikat Israfil([1]). Setelah meniup sangkakala, ia akan mengajak seluruh makhluk ke Padang Mahsyar. Seluruh makhluk pun dengan sigapnya mengikuti suara si penyeru tersebut, tanpa ada satu pun di antara mereka yang berusaha atau mampu kabur, tanpa ada yang berbelok ke arah kiri atau kanan, kita semua akan menuju tempat masing-masing yang telah ditentukan oleh Allah ﷻ. Allah ﷻ berfirman,
﴿مُهْطِعِينَ إِلَى الدَّاعِ يَقُولُ الْكَافِرُونَ هَذَا يَوْمٌ عَسِرٌ﴾
“Mereka datang dengan cepat kepada penyeru itu. Orang-orang kafir berkata: “Ini adalah hari yang berat.” (QS Al-Qomar: 8)
Allah ﷻ juga berfirman,
﴿أَسْمِعْ بِهِمْ وَأَبْصِرْ يَوْمَ يَأْتُونَنَا﴾
“Alangkah terangnya pendengaran mereka dan alangkah tajamnya penglihatan mereka pada hari mereka datang kepada Kami.” (QS Maryam: 38)
Ketika menyebutkan bahwa manusia di Hari Kebangkitan akan memenuhi seruan dengan penuh kesigapan dan ketundukan, Imam Ibnu Katsir RH mengomentari dengan mengatakan, duhai kiranya demikian sikap mereka terhadap seruan Allah di dunia…!([2])
Kemudian firman-Nya,
﴿وَخَشَعَتِ الْأَصْوَاتُ لِلرَّحْمَٰنِ فَلَا تَسْمَعُ إِلَّا هَمْسًا﴾
“dan merendahlah semua suara kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, maka kamu tidak mendengar kecuali bisikan saja.”
Allah ﷻ menyatakan bahwa yang akan mereka dengan pada momen tersebut hanyalah {هَمْسًا}. Apa yang dimaksud dengan {هَمْسًا}?
Ada yang mengatakan bahwa maksud dari {هَمْسًا} adalah suara samar dari derap langkah kaki mereka. Saking takut dan paniknya manusia saat itu, mereka benar-benar terdiam dan membisu, hingga tidak ada yang terdengar oleh mereka saat itu selain langkah kaki mereka sendiri. Ath-Thabari mengartikan {هَمْسًا} sebagai suara langkah kaki unta.([3])
Ada pula yang mengatakan maksud dari {هَمْسًا} adalah suara bisikan. Seluruh manusia ketika itu akan terdiam membisu, dan kalaupun mereka berbicara, mereka hanya berbicara dengan bisik-bisik([4]). Allah ﷻ berfirman,
﴿يَوْمَ يَأْتِ لَا تَكَلَّمُ نَفْسٌ إِلَّا بِإِذْنِهِ ۚ فَمِنْهُمْ شَقِيٌّ وَسَعِيدٌ﴾
“Di kala datang hari itu, tidak ada seorangpun yang berbicara, melainkan dengan izin-Nya; maka di antara mereka ada yang celaka dan ada yang berbahagia.” (QS. Hud: 105)
Kedua makna ini, benar-benar menunjukkan bahwa hari tersebut sangatlah mengerikan. Semua wajah tertunduk karena kedahsyatan hari tersebut; entah itu orang kaya, miskin, lelaki, wanita, orang yang merdeka, atau budak; entah itu seorang raja, ataupun rakyat jelata, mereka semua terdiam, tidak ada yang berbicara. Pada hari ini -di dunia- mayoritas orang suka berbicara, bersuara, dan berkomentar, namun pada hari tersebut semuanya terdiam dan tidak ada yang berani untuk berbicara. Karena mereka dikumpulkan di tempat yang sangat mengerikan dan mereka semua bingung apa yang harus mereka lakukan. Mereka semua tidak tahu apa yang akan menimpa mereka, sekaligus pasrah karena tidak ada lagi usaha yang dapat mereka lakukan. Terlebih lagi, masing-masing akan sibuk dengan diri mereka sendiri, sehingga tidak ada lagi waktu untuk mengurusi dan memperdulikan orang lain, siapa pun dia. Allah ﷻ berfirman,
﴿يَوْمَ يَفِرُّ الْمَرْءُ مِنْ أَخِيهِ وَأُمِّهِ وَأَبِيهِ وَصَاحِبَتِهِ وَبَنِيهِ لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ يَوْمَئِذٍ شَأْنٌ يُغْنِيهِ﴾
“pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari istri dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya.” (QS. ‘Abasa: 34-37)
Namun demikian, secercah besar harapan tetap menyinari hati kita, karena Allah ﷻ membawakan nama-Nya, Ar-Rahman, pada ayat ini. Walau sedang menjelaskan kengerian dan kedahsyatan Hari Kiamat, Allah ﷻ Yang Mahabaik tetap menyebut diri-Nya dengan Ar-Rahman pada ayat ini. Ini adalah kabar gembira bagi para hamba yang beriman, bahwa terlepas dari sekian kedahsyatan dan suasana Hari Kiamat yang sangat mencekam, Tuhan mereka adalah Allah Ar-Rahman.
As-Sa’di menggambarkan rahmat Allah ﷻ dalam tafsirnya tentang ayat ini,
وَالأَمَلُ بِالرَّبِّ الْكَرِيْمِ، الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ، أَنْ يَرَى الْخَلاَئِقُ مِنْهُ مِنَ الْفَضْلِ وَالإِحْسَانِ، وَالْعَفْوِ وَالصَّفْحِ وَالْغُفْرَانِ مَا لاَ تُعَبِّر عَنْهُ الأَلْسِنَةُ، وَلاَ تَتَصَوَّرُهُ الأَفْكَارُ، وَيَتَطَلَّعُ لِرَحْمَتِهِ إِذْ ذَاكَ جَمِيْعُ الْخَلِقْ لِمَا يُشَاهِدُوْنَهُ [فَيَخْتَصُّ الْمُؤْمِنُوْنَ بِهِ وَبِرُسُلِهِ بِالرَّحْمَةِ] فَإِنْ قِيْلَ: مِنْ أَيْنَ لَكُمْ هَذَا الأَمَلُ؟ وَإِنْ شِئْتَ قُلْ قُلْنَا: لِمَا نَعْلَمُهُ مِنْ غَلَبَةِ رَحْمَتِهِ لِغَضَبِهِ، وَمِنْ سِعَةِ جُوْدِهِ الَّذِي عَمَّ جَمِيْعَ الْبَرَايَا، وَمِمَّا نُشَاهِدُهُ فِي أَنْفُسِنَا وَفِي غَيْرِنَا مِنَ النِّعَمِ الْمُتَوَاتِرَةِ فِي هَذِهِ الدَّارِ…
“Dan kita berharap kepada Allah Yang Mahabaik, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, agar di hari tersebut kita dapat mendapatkan kebaikan, kemurahan, pemaafan, dan ampunan dariNya, dengan kadar amat besar yang tidak akan mampu diungkapkan oleh lisan dan tidak akan bisa digambarkan oleh pikiran.
Pada hari tersebut, semua orang berharap akan mendapatkan rahmat Allah karena kengerian dan kedahsyatan yang mereka saksikan, maka Allah pun mengkhususkan rahmat tersebut kepada orang-orang yang beriman kepadaNya dan para rasul-Nya.
Bagaimana bisa kita berharap kepada Allah dengan harapan sebesar ini? Jawabannya adalah karena kita mengetahui bahwasanya rahmat Allah lebih mendominasi kemarahan-Nya. Karena kita juga mengetahui keluasan karunia-Nya yang meliputi seluruh makhluk. Karena kita juga menyaksikan limpahan rahmat-Nya yang tak terbatas pada diri kita dan selain kita selama di dunia…”
Kemudian beliau RH menyebutkan hadits yang menyatakan bahwa Allah memiliki 100 rahmat. Ia ﷻ telah menurunkan satu rahmat di antaranya kepada hamba-hamba-Nya di dunia, yang mana dengan rahmat tersebutlah akhirnya mereka dapat saling mengasihi, saling bersikap lembut di antara mereka, bahkan induk hewan pun tahu untuk mengangkat kakinya dari anaknya, agar jangan sampai ia menginjaknya. Lalu di Hari Kiamat, Allah ﷻ akan memberikan seluruh rahmat-Nya itu, yang berjumlah seratus rahmat, kepada para hamba-Nya yang beriman. Syaikh As-Sa’di RH menyebutkan, jika satu rahmat-Nya yang diturunkan ke dunia itu sudah sangatlah besar, lalu bagaimana lagi dengan seratus rahmat-Nya?! Lalu beliau RH melanjutkan,
فَقُلْ مَا شِئْتَ عَنْ رَحْمَتِهِ، فَإِنَّهَا فَوْقَ مَا تَقُوْلُ، وَتَصَوَّرْ مَا شِئْتَ، فَإِنَّهَا فَوْقَ ذَلِكَ، فَسُبْحاَنَ مَنْ رَحِمَ فِي عَدْلِهِ وَعُقُوْبَتِهِ، كَمَا رَحِمَ فِي فَضْلِهِ وَإِحْسَانِهِ وَمَثُوْبَتِهِ، وَتَعَالَى مَنْ وَسِعَتْ رَحْمَتُهُ كُلَّ شَيْءٍ، وَعَمَّ كَرَمُهُ كُلَّ حَيٍّ، وَجَلَّ مِنْ غَنِيٍّ عَنْ عِبَادِهِ، رَحِيْمٍ بِهِمْ، وَهُمْ مُفْتَقِرُوْنَ إِلَيْهِ عَلَى الدَّوَامِ، فِي جَمِيْعِ أَحْوَالِهِمْ، فَلاَ غِنَى لَهُمْ عَنْهُ طَرْفَةَ عَيْنٍ
“Katakanlah sesukamu tentang rahmat-Nya, sungguh rahmat-Nya jauh lebih baik dari apa yang mampu engkau ucapkan. Berimajinasilah setinggi-tingginya tentang rahmat-Nya, sungguh rahmat-Nya jauh lebih baik dari apa yang mampu engkau imajinasikan.
Mahasuci Allah yang merahmati dalam keadilan-Nya dan hukuman-Nya, sebagaimana Ia ﷻ merahmati dalam karunia, kebaikan, dan pahala-Nya. Mahatinggi Allah yang rahmat-Nya meliputi segala sesuatu, yang kebaikan-Nya menyentuh segala makhluk hidup. Mahamulia Allah yang Mahakaya, yang sama sekali tidak membutuhkan hamba-hamba-Nya namun sangat mengasihi mereka, sementara mereka benar-benar membutuhkan-Nya kapan pun dan bagaimana pun. Mereka tidak akan pernah tidak membutuhkan-Nya, walau selama sekejap mata.”([5])
Saudaraku, ketahuilah bahwa siapa saja yang pada hari tersebut tidak dirahmati oleh Allah Ar-Rahman, maka sungguh dia benar-benar hamba yang melampaui batas selama di dunia dan benar-benar celaka.
______
Footnote:
([1]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 11/246
([2]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir 5/316
([3]) Tafsir At-Thobari 18/374