74. إِنَّهُۥ مَن يَأْتِ رَبَّهُۥ مُجْرِمًا فَإِنَّ لَهُۥ جَهَنَّمَ لَا يَمُوتُ فِيهَا وَلَا يَحْيَىٰ
innahụ may ya`ti rabbahụ mujriman fa inna lahụ jahannam, lā yamụtu fīhā wa lā yaḥyā
74. Sesungguhnya barangsiapa datang kepada Tuhannya dalam keadaan berdosa, maka sesungguhnya baginya neraka Jahannam. Ia tidak mati di dalamnya dan tidak (pula) hidup.
Tafsir:
Allah ﷻ berfirman,
﴿اِنَّه مَنْ يَّأْتِ رَبَّه مُجْرِمًا فَاِنَّ لَه جَهَنَّمَ ۗ لَا يَمُوْتُ فِيْهَا وَلَا يَحْيٰى، وَمَنْ يَّأْتِه مُؤْمِنًا قَدْ عَمِلَ الصّٰلِحٰتِ فَاُولٰۤىِٕكَ لَهُمُ الدَّرَجٰتُ الْعُلٰى ۙ، جَنّٰتُ عَدْنٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُ خٰلِدِيْنَ فِيْهَا ۗوَذٰلِكَ جَزٰۤؤُا مَنْ تَزَكّٰى﴾
“Sesungguhnya barang siapa datang kepada Tuhannya dalam keadaan berdosa, maka sungguh, baginya adalah neraka Jahanam. Dia tidak mati (terus merasakan azab) di dalamnya dan tidak (pula) hidup (tidak dapat bertobat). Tetapi barang siapa datang kepada-Nya dalam keadaan beriman, dan telah mengerjakan kebajikan, maka mereka itulah orang yang memperoleh derajat yang tinggi (mulia), (yaitu) surga-surga ‘Adn, yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Itulah balasan bagi orang yang menyucikan diri.” (QS. Thaha: 74-76)
Ini adalah lanjutan nasehat dan dakwah yang dilancarkan para mantan penyihir kepada Fir’aun.
Pertanyaannya adalah, dari mana mereka mendapatkan maklumat yang mereka sampaikan dalam nasehat ini? Bukankah mereka baru saja beriman?
Sebagian ulama berpendapat bahwa mereka sebelumnya telah mendengar ajaran Nabi Musa ‘Alaihissalam. Ada juga yang mengatakan bahwa Allah telah memberikan mereka ilham, sehingga mereka bisa mengatakan kebenaran kepada Firaun([1]).
Ayat ini menegaskan bahwa pintu taubat tetaplah terbuka, selama seorang hamba masih hidup. Sebesar apa pun dosa yang pernah ia lakukan, jika ia bertaubat kepada Allah ﷻ dengan tulus, maka Allah ﷻ akan menerimanya. Maka jangan sampai kita berburuk sangka kepada Allah ﷻ. Mungkin kalau kita mencoba menyebut deretan dosa masa lalu para penyihir ini, kita tidak akan bisa menuntaskannya dalam satu atau dua buku, mengingat sudah puluhan tahun mereka menekuni sihir, hidup dari hasilnya, dan mengabdikan diri mereka kepada Fir’aun. Namun ternyata, dalam sesaat Allah ﷻ memberikan hidayah kepada mereka, sehingga mereka beriman dan bertaubat dengan penuh ketulusan hati. Mereka yang di pagi hari masih berstatus kafir, akhirnya mati dibunuh oleh Firaun sebagai syahid sebelum hari itu berakhir. Subhaanallaah!
Ini juga merupakan pelajaran bagi kita agar jangan pernah membuat orang lain berputus asa dari taubat dan rahmat Allah ﷻ, seberapa pun besarnya dan banyaknya dosa yang pernah ia lakukan. Allah ﷻ berfirman kepada Rasulullah SAW,
﴿۞قُلۡ يَٰعِبَادِيَ ٱلَّذِينَ أَسۡرَفُواْ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمۡ لَا تَقۡنَطُواْ مِن رَّحۡمَةِ ٱللَّهِۚ إِنَّ ٱللَّهَ يَغۡفِرُ ٱلذُّنُوبَ جَمِيعًاۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلۡغَفُورُ ٱلرَّحِيمُ ٥٣﴾
“Katakanlah: ‘Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.’” (QS. Az-Zumar: 53)
Apakah akhirnya para penyihir tersebut dibunuh atau tidak?
Pertama: Ibnu Katsir([2]) RH berpendapat bahwa mereka akhirnya terbunuh sebagai syahid, karena Firaun tidaklah pernah mangkir dari ancaman yang telah ia sampaikan, terlebih lagi jika ancaman itu disampaikan olehnya di hadapan sekian banyak rakyatnya.
Kedua: Asy-Syinqithi RH berpendapat bahwa mereka diselamatkan oleh Allah ﷻ, karena ketika itu berarti para mantan penyihir tersebut telah menjadi pengikut Nabi Musa ‘Alaihissalam dan Nabi Harun AS, sementara Allah ﷻ telah berfirman,
﴿بِآيَاتِنَا أَنْتُمَا وَمَنِ اتَّبَعَكُمَا الْغَالِبُونَ﴾
“dengan mukjizat-mukjizat Kami, kamu berdua dan orang yang mengikuti kamu berdua yang akan menang.” (QS. Al-Qasas: 35)([3])
Pendapat yang lebih kuat adalah pendapatnya Ibnu Katsir. Adapun para pengikut yang dimaksud dalam ayat di atas, mereka adalah Bani Israil, bukan para mantan penyihir yang beriman tersebut. Wallaaahu a’lam.
_______
Footnote:
([1]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi (11/226)