26. قُلْ يَجْمَعُ بَيْنَنَا رَبُّنَا ثُمَّ يَفْتَحُ بَيْنَنَا بِٱلْحَقِّ وَهُوَ ٱلْفَتَّاحُ ٱلْعَلِيمُ
qul yajma’u bainanā rabbunā ṡumma yaftaḥu bainanā bil-ḥaqq, wa huwal-fattāḥul-‘alīm
26. Katakanlah: “Tuhan kita akan mengumpulkan kita semua, kemudian Dia memberi keputusan antara kita dengan benar. Dan Dialah Maha Pemberi keputusan lagi Maha Mengetahui”.
Tafsir :
Pada ayat 24, 25, dan 26, Allah ﷻ memulainya dengan قُلْ “Katakanlah wahai Muhammad”. Hal ini dijadikan dalil sebagian ulama bahwasanya disyariatkan atas seorang ahli tauhid untuk berdialog dengan ahli syirik sebagai bentuk penegakkan hujah([1]). Ini telah dilakukan oleh para nabi, seperti yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim ‘alaihissalam yang beliau berdialog dengan para penyembah berhala dan penyembah benda-benda langit.
Begitu pula dalam ayat ini, Allah ﷻ memerintahkan Nabi Muhammad ﷺ untuk berdialog dengan kaum musyrikin. Karena tauhid harus diperjuangkan, jika ada syubhat maka harus dibantah. Inilah metode Nabi Muhammad ﷺ ketika berdialog dengan ahli syirik dan ahli kitab. Allah ﷻ berfirman,
﴿وَلَا تُجَادِلُوا أَهْلَ الْكِتَابِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِلَّا الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْهُمْ﴾
“Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka.” (QS. Al-Ankabut: 46)
Oleh karenanya, ketika Rasulullah ﷺ mengutus Muadz bin Jabal radhiallahu ‘anhu ke negeri Yaman, beliau berkata,
إِنَّكَ تَأْتِي قَوْمًا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ
“Sesungguhnya engkau akan mendatangi suatu kaum dari ahli kitab.” ([2])
Sebagian ulama mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ memerintahkannya untuk bersiap-siap berdiskusi dengan mereka karena mereka adalah kaum yang memiliki ilmu dan syubhat([3]). Jadi, tidak mengapa jika seseorang memiliki kapasitas untuk berdiskusi dengan ahli kitab atau musyrikin.
Pada ayat ini dijelaskan bahwa orang musyrikin juga mengakui Allah ﷻ sebagai pencipta, akan tetapi mereka menyembah kepada selain Allah ﷻ.
Firman Allah ﷻ,
﴿ قُلْ يَجْمَعُ بَيْنَنَا رَبُّنَا ﴾
Katakanlah: “Tuhan kita akan mengumpulkan kita semua
Mayoritas ahli tafsir menjelaskan bahwa Rasulullah ﷺ berdialog dengan kaum musyrikin seraya mengatakan, “Pada hari kiamat Allah ﷻ akan mengumpulkan kita semua kemudian memutuskan siapa di antara kita yang benar” ([4]). Tentunya, Rasulullah ﷺ adalah yang benar dan orang-orang musyrikin adalah yang salah. Akan tetapi, karena ini adalah suasana diskusi maka Rasulullah ﷺ menggunakan metode ini agar mereka mau mendengar hujah-hujah yang disampaikan. Berbeda jika mengatakan bahwa kita yang benar dan mereka yang salah, maka kemungkinan mereka tidak mau mendengar dan langsung meninggalkan medan diskusi.
Para ahli tafsir mengatakan bahwa waktu dikumpulkannya ini adalah pada hari kiamat kelak. Sebagian lain mengatakan bahwa waktu dikumpulkannya ini bersifat umum, bisa jadi dikumpulkan pada hari kiamat dan bisa jadi dikumpulkan di dunia pada waktu peperangan seperti perang Badar. ([5])
Firman Allah ﷻ,
﴿ ثُمَّ يَفْتَحُ بَيْنَنَا بِالْحَقِّ وَهُوَ الْفَتَّاحُ الْعَلِيمُ ﴾
“kemudian Dia memberi keputusan antara kita dengan benar. Dan Dialah Maha Pemberi keputusan lagi Maha Mengetahui”.”
Allah ﷻ memberi keputusan pada hari kiamat dengan ilmu. Oleh karenanya, Allah ﷻ mengatakan بِالْحَقِّ “dengan benar”. Hal ini dikarenakan Allah ﷻ tidak memutuskan tanpa ilmu, sehingga disertakanlah الْفَتَّاحُ dengan الْعَلِيمُ. Semua ini agar kita tahu bahwasanya Allah ﷻ memberikan keputusan bukan karena mengira-ngira dan sembarangan, semua keputusan Allah ﷻ dibangun di atas ilmu. Allah ﷻ mengetahui apa yang dilakukan oleh makhluk selama di dunia ([6]). Tidak ada suatu pun yang samar bagi Allah ﷻ dari apa yang diyakini, dikerjakan, dan diucapkan oleh kaum muslimin ataupun orang-orang musyrikin.
Berbeda dengan hakim-hakim yang ada di dunia, bisa saja mereka memberikan keputusan tanpa ilmu atau memberi keputusan dengan sumber informasi yang keliru. Adapun Allah ﷻ maha mengetahui, sehingga keputusan-Nya pasti di atas kebenaran.
Kita tahu bahwasanya ilmu Allah ﷻ berbeda dengan ilmu manusia. Ilmu manusia didahului dengan kebodohan, Allah ﷻ berfirman,
﴿ وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ﴾
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” (QS. An-Nahl: 78)
Kemudian dia mendapatkan ilmu melalui proses belajar dan itu pun sangat sedikit. Allah ﷻ berfirman,
﴿ وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا ﴾
“Dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit” (QS. Al-Isra’: 85)
Ilmu yang sedikit itu, juga akan disusul dengan kelupaan. Adapun ilmu Allah ﷻ azali, tidak didahului dengan kebodohan, ilmu Allah ﷻ sempurna, dan tidak disusul dengan kelupaan. Allah ﷻ berfirman,
﴿ رَبَّنَا وَسِعْتَ كُلَّ شَيْءٍ رَحْمَةً وَعِلْمًا ﴾
“Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu.” (QS. Ghafir: 7)
﴿ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلَّا يَعْلَمُهَا وَلَا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الْأَرْضِ وَلَا رَطْبٍ وَلَا يَابِسٍ إِلَّا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ﴾
“dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz).” (QS. Al-An’am: 59)
﴿ أَلَا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ ﴾
“Apakah Allah Yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan atau rahasiakan); dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui?” (QS. Al-Mulk: 14)
﴿ وَمَا كَانَ رَبُّكَ نَسِيًّا ﴾
“dan tidaklah Tuhanmu lupa.” (QS. Maryam: 64)
﴿ لَا يَضِلُّ رَبِّي وَلَا يَنْسَى ﴾
“Tuhan kami tidak akan salah dan tidak (pula) lupa.” (QS. Thaha: 52)
Semua yang Allah ﷻ ciptakan maka Allah ﷻ maha mengetahuinya. Ini semua menunjukkan bahwa ilmu Allah ﷻ maha luas. Tidak ada satu pun yang luput dari ilmu Allah ﷻ dan Allah ﷻ tidak akan pernah lupa.
Nama Allah ﷻ Al-Fattah
Kata al-Fattah diambil dari kata فَتْح yang artinya membuka. Kata فَتْح bisa datang dengan berbagai macam makna, bisa artinya membuka, pertolongan, anugerah, karunia, atau kemenangan([7]). Allah ﷻ berfirman,
﴿ إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ ﴾
“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan.” (QS. An-Nashr: 1)
﴿ إِنَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحًا مُبِينًا ﴾
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata.” (QS. Al-Fath: 1)
Juga terkadang الْفَتح bermakna keputusan sebagaimana pada ayat dalam surah Saba’ ini,
﴿ قُلْ يَجْمَعُ بَيْنَنَا رَبُّنَا ثُمَّ يَفْتَحُ بَيْنَنَا بِالْحَقِّ وَهُوَ الْفَتَّاحُ الْعَلِيمُ ﴾
“Katakanlah: “Tuhan kita akan mengumpulkan kita semua, kemudian Dia memberi keputusan antara kita dengan benar. Dan Dialah Maha Pemberi keputusan lagi Maha Mengetahui”.”
Sehingga الْفَتَّاحُ bisa bermakna Maha Pemberi Keputusan, Maha Penolong, Maha Pemberi Anugerah, atau Maha Pemberi Kemenangan. Namun dalam ayat ini الْفَتَّاحُ bermakna Maha Pemberi Keputusan. Makna ini seperti dalam firman Allah ﷻ yang lain,
﴿ إِنْ تَسْتَفْتِحُوا فَقَدْ جَاءَكُمُ الْفَتْحُ ﴾
“Jika kamu (orang-orang musyrikin) mencari keputusan, maka telah datang keputusan kepadamu.” (QS. Al-Anfal: 19)
Di antara contoh الْفَتح bermakna anugerah adalah doa para guru kepada muridnya jika bisa menjawab pertanyaannya,
فَتَحَ اللهُ علَيْك
“Semoga Allah ﷻ membuka anugerah ilmu untukmu.”
_____________
Footnote :
([1]) Lihat: Tafsir al-‘Utsaimin, surah Saba’ hlm. 181.
([3]) Lihat: Dalil al-Falihin Li Thuruq Riyadh ash-Shalihin (2/523).
([4]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir (6/517).
([5]) Lihat: Tafsir al-‘Utsaimin, surah Saba’ hlm. 180.