8. أَفْتَرَىٰ عَلَى ٱللَّهِ كَذِبًا أَم بِهِۦ جِنَّةٌۢ ۗ بَلِ ٱلَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِٱلْءَاخِرَةِ فِى ٱلْعَذَابِ وَٱلضَّلَٰلِ ٱلْبَعِيدِ
aftarā ‘alallāhi każiban am bihī jinnah, balillażīna lā yu`minụna bil-ākhirati fil-‘ażābi waḍ-ḍalālil-ba’īd
8. Apakah dia mengada-adakan kebohongan terhadap Allah ataukah ada padanya penyakit gila?” (Tidak), tetapi orang-orang yang tidak beriman kepada negeri akhirat berada dalam siksaan dan kesesatan yang jauh.
Tafsir :
Pada ayat ini Allah ﷻ menjelaskan bagaimana usaha orang-orang kafir dalam melemahkan agama Islam. Ayat ini menjelaskan bahwa dalam rangka melemahkan Islam mereka hanya menyebutkan dua kemungkinan bagi Nabi ﷺ . Pertama, Muhammad ﷻ datang dengan membawa kedustaan atas nama Allah ﷻ. Kedua, Muhammad ﷺ telah gila. Tentu ini merupakan sikap yang tidak adil dari mereka, karena masih ada kemungkinan ketiga yang tidak mereka sebutkan yaitu bahwasanya Muhammad ﷺ datang dengan membawa kebenaran dari Allah ﷻ.([1])
Dari sini juga kita tahu bahwasanya orang-orang musyrikin tatkala itu beriman dengan keberadaan Allah ﷻ. Namun, mereka tidak percaya bahwa Muhammad ﷺ adalah utusan Allah ﷻ mereka juga tidak percaya jika Al-Qur’an turun kepada Nabi Muhammad ﷺ, mereka juga tidak percaya terhadap hari kebangkitan.
Adapun firman Allah
ﷻ, بَلِ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالْآخِرَةِ فِي الْعَذَابِ وَالضَّلَالِ الْبَعِيدِ
“(Tidak), tetapi orang-orang yang tidak beriman kepada negeri akhirat berada dalam siksaan dan kesesatan yang jauh” , sebagian ulama menjelaskan bahwa azab yang dimaksud pada ayat tersebut adalah azab akhirat. Sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa azab pada ayat ini mencakup azab ketika di dunia maupun di akhirat, karena bagaimanapun juga orang kafir sejatinya hati mereka dalam kondisi tersiksa. Hal ini bisa dibuktikan dengan bertanya kepada orang-orang yang baru saja masuk Islam, bahkan sebagian mereka ketika kafir berada dalam kondisi dunia yang penuh dengan kemewahan. Namun, semua itu rela mereka tinggalkan dan lebih memilih jalan Islam karena mereka dapati kebahagiaan yang hakiki ada pada Islam. Sedangkan kebahagiaan yang selama ini mereka rasakan adalah kebahagiaan yang semu([2]). Oleh karenanya Ibnul Qayyim dalam hal ini pernah mengatakan ketika mengomentari firman Allah ﷻ ,
﴿إِنَّ الْأَبْرَارَ لَفِي نَعِيمٍ ﴾
“Sesungguhnya orang-orang yang banyak berbakti benar-benar berada dalam surga yang penuh kenikmatan” (QS. Al-Infithar: 13)
Beliau menjelaskan bahwa pada ayat tersebut Allah tidak mengungkapkan لَعَلَى نَعِيمٍ yang artinya di atas kenikmatan akan tetapi لَفِي نَعِيمٍ yang artinya di dalam kenikmatan. Menunjukkan bahwa kenikmatan yang didapatkan oleh orang-orang yang beriman mencakup kenikmatan ketika di dunia, di alam barzakh dan kehidupan akhirat([3]). Jika ada seorang yang mengaku beriman namun dia tidak mendapati kebahagiaan dalam hatinya maka hendaknya dia kembali mengecek keimanannya, bisa jadi ada yang salah dengan keimanannya. Karena Allah ﷻ berfirman,
﴿مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةًۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ﴾
“Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”
Sebaliknya seseorang yang jauh dari Allah ﷻ maka ia akan merasakan kesempitan dalam kehidupannya. Allah berfirman,
﴿وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَىٰ ﴾
“Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”. (QS. Ta Ha: 124)
Firman Allah
ﷻ, وَالضَّلَالِ الْبَعِيدِ
‘berada dalam siksaan dan kesesatan yang jauh’ ,
kesesatan di sini juga mencakup kesesatan dalam kehidupan dunia, di mana ketika di dunia mereka sangat jauh dari kebenaran bahkan kesesatan mereka semakin bertambah. Begitu pula kesesatan ketika mereka memasuki fase kehidupan akhirat, di mana mereka tidak mendapatkan cahaya dan berada di dalam kegelapan yang mengantarkan mereka terjatuh ke dalam neraka Jahanam.
__________________
Footnote :
([1]) Tafsir al-Utsaimin surat Saba’ hlm. 73
([2]) Tafsir al-Utsaimin surat Saba’ hlm. 74-75
([3]) Lihat: Ad-daa’ wa Ad-Dawaa’ karya Ibnul Qayyim (1/184-185)