2. مَآ أَنزَلْنَا عَلَيْكَ ٱلْقُرْءَانَ لِتَشْقَىٰٓ
mā anzalnā ‘alaikal-qur`āna litasyqā
2. Kami tidak menurunkan Al Quran ini kepadamu agar kamu menjadi susah.
Tafsir:
Allah ﷻ berfirman,
﴿طه مَا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لِتَشْقَى﴾
“Thaahaa. Kami tidak menurunkan Al Quran ini kepada engkau agar engkau menjadi susah;” (QS. Thaha: 1-2)
Sebagian ahli tafsir berpendapat bahwa ayat ini diturunkan lantaran setelah turunnya surah Al-Muzzammil yang memerintahkan Rasulullah ﷺ untuk shalat malam, beliau pun shalat selama setengah malam atau lebih, hingga kepayahan melanda beliau ﷺ.
Sebagian ahli tafsir lainnya menyatakan bahwa suatu ketika Abu Jahl, Al-Walid bin Al-Mughirah, An-Nadhr bin Al-Harits, dan Al-Muth’im bin ‘Adi, mengatakan kepada Nabi ﷺ, “Sesungguhnya engkau benar-benar telah sengsara karena meninggalkan agama nenek moyangmu! Buktikanlah kepada kami bahwasanya memang tidak ada tuhan lainnya yang merupakan sekutu bagi Tuhanmu.”
Maka Nabi ﷺ pun menjawab: “Sungguh aku benar-benar diutus sebagai rahmat bagi seluruh semesta alam!”
Mereka pun berkata lagi: “Justru engkau adalah orang yang sengsara!”
Lalu Allah ﷻ pun menurunkan surah Thaha sebagai balasan atas perkataan mereka kepada Nabi ﷺ.([1])
Ayat ini memberi isyarat bahwasanya justru kaum musyrkinlah yang sengsara, karena kekufuran itulah kesengsaraan([2]). Dan faktanya, mereka yang akhirnya menyadari kebenaran Islam dan meyakininya, lebih banyak dari pada mereka yang murtad keluar dari Islam. Sering kali kita dapati, baik di hadapan kita maupun pada kisah orang sebelum kita, bahwa mereka yang masuk Islam rela menanggung berbagai kesulitan duniawi demi mempertahankan keislaman mereka, karena mereka yakin bahwa di balik itu semua ada kebahagiaan yang abadi.
Wahai Muhammad! Diturunkannya wahyu kepadamu, diturunkannya Al-Quran kepadamu, dan disyariatkannya syariat-syariat untukmu, bukanlah agar engkau menjadi sengsara dengan hal itu semua. Namun justru sebaliknya, ini semua adalah demi kebahagiaan dan ketenangan jiwamu([3]). Seorang yang mengenal agamanya dengan baik, dia pasti akan merasakan kebahagiaan dalam ibadahnya. Seorang yang melaksanakan ibadah haji, walaupun ia telah mengeluarkan dana yang sangat besar, namun mereka pasti menyimpan sebuah harapan besar untuk kembali melakukan ibadah haji lagi. Seorang yang bersusah payah untuk bangun malam dan menahan kantuk agar bisa melaksanakan shalat malam, pasti dia akan merasakan kebahagiaan istmewa yang selalu ingin ia raih kembali di setiap malamnya.
Berbeda dengan mereka yang menghabiskan malamnya untuk bermaksiat, mengisi kekosongan hatinya dengan musik, atau semacamnya, mungkin mereka terkesan merasakan kelezatan, akan tetapi sejatinya hati dan jiwanya amat tandus. Jika musik adalah sumber kebahagiaan, maka seharusnya seorang yang pakar dalam musik seharusnya adalah orang yang paling berbahagia. Namun kenyataannya banyak pemusik handal yang tidak puas dengan hanya bermain musik, akhirnya menggandengkannya dengan perbuatan maksiat lainnya, seperti meminum khamar, zina, dan narkoba, bahkan sebagian mereka merasakan depresi berat hingga bunuh diri!
Meskipun syariat Islam selalu dituduh sebagai syariat yang menyulitkan, namun sejatinya ia adalah syariat yang paling membahagiakan. Memang benar terdapat pembebanan dalam menjalani syariat, namun di balik itu semua terdapat kebahagiaan. Banyak manusia yang enggan memeluk Islam karena menurut mereka Islam dipenuhi berbagai syariat yang memberatkan, seperti khitan, membayar zakat, menunaikan shalat 5 waktu, dan yang lainnya, padahal sejatinya di balik semua syariat tersebut terdapat kebahagiaan. Semakin seseorang mengenal agama dan ayat-ayat Allah ﷻ, maka dia dijamin akan semakin bahagia.
Footnote
________
([1]) Lihat: Tafsir Al-Muqotil 3/20
([2]) Lihat: Tafsir Az-Zamakhsyari 3/50
([3]) Lihat: Tafsir As-Sa’di 1/501 dan sebelumnya juga telah diisyaratkan oleh Al-Baidhowi dalam tafsirnya 4/22