24. أَمْ لِلْإِنسَٰنِ مَا تَمَنَّىٰ
am lil-insāni mā tamannā
24. Atau apakah manusia akan mendapat segala yang dicita-citakannya?
Tafsir :
Ayat ini adalah bantahan bagi orang-orang kafir. Karena mereka beragama dan beramal dengan mengikuti hawa nafsu mereka. Padahal, tidak boleh bagi seseorang beragama dengan seeanaknya sendiri dengan menuruti hawa nafsunya. sebagaimana Ibnu ‘Asyur mengatakan:
قُصِدَ بِهِ إِبْطَالُ نَوَالِ الْإِنْسَانِ مَا يَتَّمْنَاهُ وَأَنْ يَجْعَلَ مَا يَتَمَنَّاهُ بَاعِثًا عَنْ أَعْمَالِهِ وَمُعْتَقَدَاتِهِ بَلْ عَلَيْهِ أَنْ يَتَطَلَّبَ الْحَقَّ مِنْ دَلَائِلِهِ وَعَلَامَاتِهِ وَإِنْ خَالَفَ مَا يَتَمَنَّاهُ
“Yang dimaksudkan dengan ayat ini adalah membantah keyakinan seseorang yang menjadikan aqidah dan cara beragamanya mengikuti hawa nafsu mereka. Padahal, yang benar adalah hendaknya dia mengikuti kebenaran (hak) sesuai dengan dalil, meskipun dalil tersebut menyelisihi hawa nafsunya.” ([1])
Orang-orang kafir tidaklah memiliki tujuan dalam menyembah berhala-berhala mereka, kecuali agar mereka mendapatkan syafa’atnya pada hari kiamat kelak([2]). Sebagaimana Allah abadikan di dalam firmanNya tentang mereka ketika mengatakan:
مَا نَعْبُدُهُمْ اِلَّا لِيُقَرِّبُوْنَآ اِلَى اللّٰهِ زُلْفٰىۗ
“Kami tidak menyembah mereka melainkan (berharap) agar mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.” (QS. Az-Zumar: 3)
Artinya mereka berharap syafa’at dari berhala-berhala yang mereka sembah tersebut. Mereka juga berkata dalam ayat yang lain:
وَيَقُوْلُوْنَ هٰٓؤُلَاۤءِ شُفَعَاۤؤُنَا عِنْدَ اللّٰهِ ۗ
“Dan mereka berkata, “Mereka itu adalah pemberi syafaat kami di hadapan Allah.” (QS. Yunus: 18)
Artinya itu hanyalah anggapan dan persangkaan mereka. ‘Apakah setiap manusia mendapatkan apa yang dia angan-angankan?’. Angan-angan mereka adalah suatu kebatilan, bahkan hal itu merupakan suatu kesyirikan. ([3])
Banyak hal di dalam agama islam yang tidak sesuai dengan keinginan mereka, lalu mereka menggantikan dengan keinginan yang lain. Contohnya adalah mereka tidak menginginkan rasulullah (utusan Allah) dari kalangan manusia, tapi dari kalangan malaikat. Sebagaimana perkataan mereka yang Allah abadikan dalam Al-Qur’an:
وَقَالُوْا مَالِ هٰذَا الرَّسُوْلِ يَأْكُلُ الطَّعَامَ وَيَمْشِيْ فِى الْاَسْوَاقِۗ لَوْلَآ اُنْزِلَ اِلَيْهِ مَلَكٌ فَيَكُوْنَ مَعَه نَذِيْرًا ۙ
“Dan mereka berkata, “Mengapa Rasul (Muhammad) ini memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar? Mengapa malaikat tidak diturunkan kepadanya (agar malaikat) itu memberikan peringatan bersama dia.” (QS. Al-Furqan: 7)
Mereka juga menginginkan agar yang menjadi utusan Allah bukanlah Nabi Muhammad, tetapi orang lain, dari negeri lain. Itulah diantara keinginan mereka. Namun, keinginan mereka sama sekali tidak dipenuhi oleh Allah.([4])
Jadi, seseorang yang beragama sebagaimana cara beragama orang-orang kafir dengan dasar mengikuti hawa nafsunya adalah suatu kesalahan yang besar. Dan yang benar adalah hendaknya seseorang mengambil aqidah dan cara beragama tidak dengan mengikuti hawa nafsunya. Akan tetapi dengan mengikuti apa yang diturunkan oleh Allah dan diajarkan oleh Rasulullah([5]). Janganlah mengikuti hawa nafsu. Jika aqidah mengikuti hawa nafsu, maka hal itu tidaklah dibenarkan. Maka dari itu Allah berfirman:
اَمْ لِلْاِنْسَانِ مَا تَمَنّٰىۖ
“Atau apakah manusia akan mendapat segala yang dicita-citakannya?”
_________________
Footnote :
([1]) At-Tahrir Wa At-Tanwir Li Ibnu ‘Asyur 27/111.
([2]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubiy 15/233.
([3]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir 4/356.
([4]) Lihat: Tafsir Ibnu ‘Athiyyah 5/202 dan At-Tahrir Wa At-Tanwir Li Ibnu ‘Asyur 27/111.