Suami Suka Meremehkan Istri dan Tidak Menjaga Perasaannya
Sebagian suami merandahkan istrinya, menganggap istrinya telat mikir, merasa bahwasanya ia yang selalu benar dan istrinya yang selalu salah. Ia tidak memperhatikan perasaan istrinya jika berbicara dengannya karena meremehkannya..meremehkan pendapatnya…maka akhirnya ia sering menyakiti hati istrinya.
Yang lebih aneh sebagian suami merasa sikap seperti ini menunjukan kejantanannya karena bisa menundukan istrinya..karena bisa menakutkan istrinya..bahkan membanggkan hal ini di hadapan sahabat-sahabatnya.
Sebagian suami jika diajak bicara oleh istrinya maka ia bersikap cuek, sambil membaca koran, atau sambil menonton tayangan televisi, atau sibuk menjawab telepon atau menulis sms…ia sama sekali meremehkan istrinya. Jika istrinya mulai berbicara menyampaikan pendapatnya maka sang suami langsung memotong perkataannya.
Sebagian suami berkata bahwasanya wanita itu pendek akalnya sebagaimana sabda Nabi ﷺ
نَاقِصَاتِ عَقْلٍ وَ دِيْنٍ
“Kurang akal dan agamanya”.[1]
Memang benar bahwasanya wanita pada umumnya perasa dan lebih mendahulukan perasaannya dari pada akalnya. Namun hal ini bukan berarti kemudian merendahkan wanita dan menyepelekannya, apalagi sampai menghinakannya.
Rasulullah ﷺ juga meminta pendapat istrinya, sebagaimana Rasulullah ﷺ meminta pendapat Ummu Salamah tatkala para sahabat enggan melaksanakan perintahnya sebagaimana kisah berikut.
Tatkala Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya dicegah oleh orang-orang kafir Quraisy di Hudaibiyah sehingga tidak bisa melaksanakan umroh kemudian Rasulullah ﷺ mengadakan perjanjian Hudaibiyah dengan mereka yang isi perjanjian tersebut secara dzohirnya menguntungkan mereka dan merugikan kaum muslimin hal ini membuat para sahabat marah. Karena mereka tidak bisa berumroh maka mereka harus bertahallul di Hudaibiyah, maka Rasulullah ﷺ memerintah para sahabatnya untuk menyembelih sesembelihan mereka dan mencukur rambut mereka. Namun tidak seorangpun dari mereka yang berdiri melaksanakan perintah Nabi ﷺ, bahkan Nabi ﷺ mengulang perintah tersebut tiga kali namun tidak seorangpun yang melaksanakannya karena saking marahnya para sahabat terhadap orang-orang musyrik. Lalu Rasulullah ﷺ menemui Ummu Salamah dan menyebutkan hal tersebut. Maka Ummu Salamah berkata, “Keluarlah engkau (dari tendamu) dan janganlah engkau berbicara dengan salah seorangpun dari mereka kemudian sembelihlah untamu dan panggillah tukang cukurmu untuk mencukur rambutmu”. Lalu keluarlah Rasulullah ﷺ dan ia tidak berbicara dengan seroang sahabatpun kemudian ia memanggil tukang cukurnya dan mencukur rambutnya. Tatkala para sahabat melihat sikap Rasulullah ﷺ tersebut maka merekapun segera berdiri dan memotong sembelihan-sembelihan mereka dan saling mencukur diantara mereka.[2]
Lihatlah bagaimana cerdasnya Ummu Salamah dan idenya yang sangat baik…!!!
Dan para sahabat juga terbiasa memusyawarahkan urusan mereka dengan istri-istri mereka sebagaimana ditunjukan oleh kisah berikut.
Rasulullah ﷺ pada suatu hari berkata kepada seorang sahabat dari kaum Anshor, “Wahai fulan nikahkanlah putrimu kepadaku!”. Maka sahabat tersebut berkata, “Tentu ya Rasulullah dan semoga Allah menyedapkan pandangan matamu”. Rasulullah ﷺ berkata, “Akan tetapi aku menginginkan putrimu bukan buat diriku”. Ia berkata, “Buat siapa ya Rasulullah?”. Rasulullah ﷺ berkata, “Buat Julaibib”. Ia berkata, يَا رَسُوْلَ اللهِ حَتَّى أَسْتَأْمِرَ أُمَّهَا “Ya Rasulullah, (tunggu dulu) hingga aku bermusyawarah dengan ibunya”. Lalu iapun mendatangi istrinya dan berkata, “Sesungguhnya Rasulullah ﷺ mengkhitbah putrimu”, istrinya berkata, “Tentu, dan semoga Allah menyedapkan pandanganmu”. Ia berkata, “Akan tetapi bukan untuk dirinya”. Istrinya berkata, “Kalau begitu buat siapa?”. Ia berkata, “Buat Julaibib”. Istrinya berkata, حَلَقِيُ أَلِجُلَيْبِيْب؟ “Celaka putriku[3], buat si Julaibib??, tidak, aku tidak akan menikahkannya dengan si Julaibib!”. Tatkala ia berdiri hendak menemui Nabi ﷺ (untuk memberi tahu hasil musyawarahnya dengan istrinya-pen) maka putrinya berkata dari balik kamarnya kepada ibunya, “Apakah kalian menolak perintah Rasulullah !!, bawalah aku kepada Rasulullah ﷺ sesungguhnya beliau ﷺ tidak akan menyia-nyiakan aku!!”. Maka sahabat Anshor tersebut membawa putrinya kepada Rasulullah ﷺ dan berkata, “Aku serahkan urusannya kepadamu”. Maka Rasulullah ﷺpun menikahkannya dengan Julaibib.[4]
Dan barang siapa yang melihat kenyataan maka ia akan dapati memang ada sebagian wanita yang lebih baik pendapatnya dari pada pendapat sebagian lelaki, lebih cerdas, dan lebih taat beragama, dan lebih mampu untuk mengatur keuangan rumah tangga.
________
Penulis: Ustadz DR. Firanda Andirja, MA
Tema: Suami Sejati (Kiat Membahagiakan Istri) – Series
________
Footnote:
[1] HR Al-Bukhari no 304 (Kitabul Haidh, Bab tarkul Haa’idhi Ash-shaum)
[2] HR Al-Bukhari II/978 no 2581
[3] Lafal حَلَقِيُ “Celaka putriku” maknanya adalah dia telah mencukur rambut sang wanita dan rambutnya adalah perhiasannya. Atau maknanya yaitu sang wanita ditimpa dengan penyakit di tenggorokannya atau mencelakakannya. Berkata Al-Qurthubi, “Lafal ini diucapkan oleh kaum yahudi kepada wanita yang haid…, kemudian orang Arab menggunakannya namun mereka tidak menghendaki hakekat maknanya sebagaiamana perkataan mereka قَاتَلَهُ اللهُ “Semoga Allah memeranginya”, تَرِبَتْ يَدَاهُ “kedua tangannya akan menempel di tanah”, dan yang semisalnya” (Fathul Bari III/589)
[4] HR Ahmad IV/422 no 19799, IV/425 no 19823 Ibnu Hibban (Al-Ihsan IX/343)