1. وَٱلنَّجْمِ إِذَا هَوَىٰ
wan-najmi iżā hawā
1. Demi bintang ketika terbenam.
Tafsir :
Ada beberapa pendapat berkaitan makna dari (النَّجْمِ). Sebagian ulama mengatakan bahwa yang dimaksudkan adalah Al-Qur’an, karena Al-Qur’an diturunkan (مُنَجَّمًا) artinya secara berangsur-angsur atau bertahap (sebagian-sebagian)([1]). Dan sebagian lain mengatakan bahwa yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah bintang, inilah pendapat yang lebih kuat. ([2])
Karenanya setelah itu Allah berfirman,
…اِذَا هَوٰىۙ
“… ketika terbenam.”
Karena jika yang dimaksud adalah Al-Qur’an, seharusnya Al-Qur’an tidaklah terbenam. Akan tetapi turun atau diturunkan. Jadi, maksud yang benar dalam ayat ini adalah bintang([3]). Allah bersumpah dengan bintang, sebagaimana Allah bersumpah dengan makhlukNya di dalam sejumlah ayat yang lain di dalam Al-Qur’an.
Diantara faedah dari ayat bahwa Allah bersumpah dengan bintang adalah menunjukkan bahwa bintang merupakan makhluk Allah, dia tidak terbit selamanya, adakalanya dia akan terbenam([4]). Sebagaimana kisah Nabi Ibrahim ketika berdialog dengan kaumnya,
فَلَمَّا جَنَّ عَلَيْهِ الَّيْلُ رَاٰ كَوْكَبًا ۗ قَالَ هٰذَا رَبِّيْۚ فَلَمَّآ اَفَلَ قَالَ لَآ اُحِبُّ الْاٰفِلِيْنَ
“Ketika malam telah menjadi gelap, dia (Ibrahim) melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata, “Inilah Tuhanku.” Maka ketika bintang itu terbenam dia berkata, “Aku tidak suka kepada yang terbenam.” (QS: Al-An’am: 76)
Hal ini menunjukkan bahwa bintang bukanlah Tuhan. Dia merupakan salah satu diantara makhluk Allah yang diatur, memiliki waktu terbit dan terbenam dan tidak pantas untuk disembah. ([5])
Allah bersumpah dengan bintang agar orang tidak salah dalam menganggap bahwa bintang adalah sesuatu yang sangat hebat, yang berhak untuk disembah. Maka dari itu, Allah menyebutkan ‘Demi Bintang ketika terbenam’. Ini disebut dengan metode الاِحْتِرَاسُ ihtiras, yaitu menyebutkan suatu pernyataan dimana dibalik pernyataan tersebut bisa mengandung persangkaan makna yang jauh (salah) dari orang yang mendengarnya. Lalu, didatangkan bantahannya untuk menghilangkan persangkaan yang salah tersebut([6]). Contohnya adalah sebagaimana di dalam firman Allah:
وَاضْمُمْ يَدَكَ اِلٰى جَنَاحِكَ تَخْرُجْ بَيْضَاۤءَ
“Dan kepitlah tanganmu ke ketiakmu, niscaya ia keluar menjadi putih (bercahaya).” (QS. Thaha: 22)
Pada ayat ini, sekilas orang akan menganggap bahwa tangan Nabi Musa berubah menjadi putih akibat dari penyakit kulit. Namun, setelah itu Allah menyebutkan:
مِنْ غَيْرِ سُوْۤءٍ اٰيَةً اُخْرٰىۙ
“tanpa cacat, sebagai mukjizat yang lain.” (QS. Thaha: 22)
Artinya Allah menjelaskan bahwa tangan Nabi Musa menjadi putih bukan karena penyakit, akan tetapi sebagai mukjizat. Dan pernyataan ini menghilangkan persangkaan yang salah.([7])
Contoh yang lain adalah sebagaimana kisah Nabi Sulaiman ketika melewati kampung semut,
حَتّٰىٓ اِذَآ اَتَوْا عَلٰى وَادِ النَّمْلِۙ قَالَتْ نَمْلَةٌ يّٰٓاَيُّهَا النَّمْلُ ادْخُلُوْا مَسٰكِنَكُمْۚ لَا يَحْطِمَنَّكُمْ سُلَيْمٰنُ وَجُنُوْدُهۙ
“Hingga ketika mereka sampai di lembah semut, berkatalah seekor semut, “Wahai semut-semut! Masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan bala tentaranya.” (QS. An-Naml: 18)
Pada ayat ini, sekilas orang akan memahami bahwa Pemimpin semut memperingatkan kepada kelompoknya agar mereka tidak diinjak oleh Nabi Sulaiman dan pasukannya secara sengaja. Namun, di akhir ayat ini Allah menjelaskan dalam firman-Nya,
وَهُمْ لَا يَشْعُرُوْنَ
“sedangkan mereka tidak menyadari.” (QS. An-Naml: 18)
Artinya pada ayat ini Allah menjelaskan agar kelompok semut itu tidak diinjak oleh Nabi Sulaiman dan bala tentaranya secara tidak sengaja. Pernyataan ini datang untuk menghilangkan persangkaan dari pemahaman pernyataan sebelumnya. Dan ini merupakan salah satu bentuk ihtiras.([8])
Begitu juga dengan maksud dari ayat ini, ketika Allah bersumpah dengan bintang, maka orang-orang musyrik menganggap bahwa bintang merupakan makhluk yang berhak untuk diagungkan dan diibadahi. Namun, akhirnya Allah membantahnya dengan berfirman “ketika terbenam”. Maksudnya adalah supaya mereka tahu bahwa bintang itu adalah makhluk, karena memiliki tabiat yang berupa terbit dan juga terbenam.([9])
Diantara faedah Allah bersumpah dengan bintang adalah Allah ingin menjelaskan pada ayat berikutnya bahwa Al-Qur’an turun kepada Nabi melalui malaikat Jibril yang turun dari langit membawa wahyu dari Allah kemudian disampaikan kepada Nabi. Ketika Allah bersumpah dengan bintang yang jatuh, artinya dengan melihat bintang dan yang sejenisnya ketika jatuh, maka hal itu menggambarkan bahwa terdapat benda yang dapat bergerak dengan cepat. Adapun Allah memiliki makhluk yang dapat bergerak dari atas (langit) ke bawah (bumi) dengan cepat melebihi bintang jatuh yaitu malaikat Jibril. Dia turun atas perintah dari Allah untuk menyampaikan wahyuNya kepada Nabi([10]). Ini menunjukkan kekuasaan dan kehebatan Allah.
_____________________
Footnote :
([1]) Lihat: Tafsir Al-Baghawiy 7/400.
([2]) Lihat: Tafsir Ath-Thabariy 22/495.
([3]) Lihat: Tafsir Ibnu ‘Athiyyah 5/195.
([4]) Lihat: At-Tahrir Wa At-Tanwir Li Ibnu ‘Asyur 27/90.
([5]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubiy 7/26.
([6]) Lihat: At-Tahrir Wa At-Tanwir Li Ibnu ‘Asyur 27/91.
([7]) Lihat: Al-Bahr Al-Muhith Li Ibnu Hayyan Al-Andalusiy 7/325 dan Al-Burhan Fii ‘Ulum Al-Qur’an Li Az-Zarkasyiy 3/65
([8]) Lihat: Al-Burhan Fii ‘Ulum Al-Qur’an Li Az-Zarkasyiy 3/65.
([9]) Lihat: Tafsir Ar-Raziy 28/233.
([10]) Lihat: Tafsir Ats-Tsa’labiy 9/136 dan At-Tahrir Wa At-Tanwir Li Ibnu ‘Asyur 27/92.