Hendaknya wanita tersebut berasal dari keluarga baik-baik dan dikenal dengan sifat qona’ah, karena rumah yang demikian biasanya merupakan tempat tumbuh wanita yang baik dan qona’ah.[1]
Kondisi yang baik dari keluarga pihak wanita (mertua) cukup memiliki pengaruh yang besar terhadap perkembangan akhlak sang wanita, dan bisa jadi merupkan tolak ukur akhlak seorang wanita. Wanita yang tumbuh di keluarga yang dikenal taat beragama maka biasanya iapun akan mewarisi sifat tersebut –meskipun hal ini bukanlah kelaziman-.
Mertua yang taat beragama biasanya memahami kondisi seorang suami sholeh dan pengertian terhadapnya. Kondisi seperti ini menjadikan sang suami mudah untuk berkomunikasi dengan mertua dan ringan baginya untuk mengutarakan unek-uneknya yang berkaitan dengan lika-liku kehidupan rumah tangganya. Jika keadaannya demikian maka sangatlah mendukung diraihnya kebahagiaan yang diharapkan sang suami. Betapa banyak permasalahan rumah tangga suami istri yang bisa terselesaikan karena campur tangan keluarga istrinya yang mengenal agama. Sebaliknya betapa banyak permasalahan suami istri yang timbul disebabkan karena campur tangan keluarga istri yang kurang mengenal agama, bahkan tidak jarang sampai pada tahapan perceraian.
Kemudian jika sang wanita meskipun merupakan wanita yang shalihah namun jika ia tumbuh di keluarga yang tidak dikenal dengan sifat qona’ah (nerima dan bersyukur dengan apa yang diberikan oleh Allah walaupun sedikit) maka bisa jadi ia memiliki sifat yang royal dalam mengatur keuangan suaminya, dan ini adalah musibah tersendiri bagi suami.
Namun wanita yang shalihah yang tumbuh di keluarga yang qona’ah di zaman ini mungkin agak sulit dicari. Karenanya jika ia tidak menemukan wanita yang demikian sifatnya maka tidak mengapa ia memilih wanita yang shalihah meskipun ia berasal dari keluarga yang boros, karena bisa jadi wanita tersebut menyelisihi sifat keluarganya yang boros
Peringatan
Merupakan harapan semua pemuda jika mereka mendapatkan seorang wanita yang shalihah dan juga wali sang wanita (seperti ayahnya atau pamannya) yang juga sholeh. Namun merupakan permasalahan yang sering dihadapi oleh sebagian para pemuda adalah jika ia telah terpikat dengan salah seorang wanita yang sholihah, kemudian sang wanita juga telah terpikat dengannya, namun ternyata ayah sang wanita tidak setuju dan menolak lamaran sang lelaki dengan alasan yang tidak diterima oleh syari’at. Misalnya karena sang lelaki kurang kaya…, atau karena sang lelaki penampilannya terlalu fanatik…, dan alasan-alasan yang lainnya. Yang menjadi pertanyaan apakah perwalian sang ayah berpindah kepada wali lain yang terdekat kepada sang wanita??
Marilah kita simak penjelasan Syaikh Utsaimin tatkala beliau ditanya dengan pertanyaan yang semisal ini.
Beliau ditanya, “Apakah perwalian seorang putri berpindah dari tangan ayah ke anak laki-lakinya (saudara laki-laki sang putri) jika sang ayah tidak serius memilihkan suami yang sholeh. Jika datang seseorang yang melamar sang putri maka sang ayah tidak memberi perhatian kepada orang tersebut dan tidak bertanya tentang orang tersebut, atau sang ayah menjelek-jelekan putrinya tersebut dihadapan sang pelamar agar mencegah putrinya untuk menikah.”
Syaikh Utsaimin berkata, ((Sesungguhnya wali seorang wanita baik ayah, atau saudara laki-laki, atau paman akan dimintai pertanggungjawaban kelak di hadapan Allah pada hari kiamat. Wajib bagi sang wali untuk menunaikan amanah ini, maka jika ada seseorang yang taat beragama dan berakhlak mulia dan sang wanita ridho dengan pria tersebut maka wajib bagi sang wali untuk menikahinya. Tidak boleh sang wali mengakhirkan pernikahan sang wanita karena hal itu adalah menyelisihi amanah (yang diembankan Allah kepadanya-pen).Bahkan hal ini merupakan khianat. Allah berfirman
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَخُونُواْ اللّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُواْ أَمَانَاتِكُمْ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ َاعْلَمُواْ أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلاَدُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللّهَ عِندَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ
Hai orang-orang beriman, janganlah kamu,mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan juga janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanya sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar. (QS. 8:27-28)
Maka wajib bagi seseorang -yang telah Allah jadikan dia sebagai wali seorang wanita- jika ada seorang lelaki yang taat beragama dan berakhlak mulia maju melamar sang wanita untuk segera menikahkannya jika sang wanita ridho dengan pria tersebut.
Hendaknya dia mengetahui bahwasanya wanita itu juga memiliki dan merasakan syahwat sebagaimana yang dirasakannya. Dan saya tidak tahu, jika ada seseorang melarangnya (melarang wali sang wanita) untuk menikah padahal dia adalah seorang pemuda yang memiliki syahwat, maka saya tidak tahu apakah ia akan menganggap orang yang melarangnya ini telah berbuat dzolim kepadanya atau tidak??. Saya yakin ia akan berkata, “Orang ini telah berbuat dzolim kepadaku”. Jika ia mengucapkan hal ini terhadap orang yang melarangnya untuk menikah maka bagaimana ia mensikapi wanita yang lemah ini yang tidak mampu untuk menikahkan dirinya sendiri (dengan melarangnya menikah)??. Dan tidak mungkin kerabat sang wanita yang lain menikahkan sang wanita padahal masih ada wali yang terdekat. Terlalu banyak wanita yang akhirnya mencapai usia tua dan tidak menikah disebabkan perbuatan para wali yang dzolim. Telah diceritakan kepadaku tentang seorang wanita muda yang ayahnya melarang para pelamar yang datang untuk menikahi wanita tersebut, maka akhirnya sang wanitapun sedih dan sakit. Hingga parah dan tatkala ia akan meninggal dan telah datang kepadanya sakaratul maut maka iapun berkata kepada para wanita yang ada disekitarnya, “Sampaikanlah salam kepada ayahku dan katakanlah kepadanya bahwa aku akan mempermasalahkan hal ini dihadapan Allah pada hari kiamat”. Yaitu dia akan menuntut ayahnya di hadapan Allah atas perbuatan ayahnya yang telah melarang para pelamar untuk menikahinya, dan bisa jadi sebab kematiannya adalah karena hal ini juga.
Karena itu kami katakan bahwa barangsiapa yang melarang seorang wanita (yang dibawah perwaliannya) untuk menikah dengan seorang lelaki yang sekufu’ dengannya dan telah diridhoi oleh sang wanita, maka boleh bagi sang wanita untuk menuntut hal ini kepada hakim. Dan wajib bagi hakim untuk memenuhi permintaan sang wanita untuk menikahkannya dengan lelaki yang telah diridhoinya. Bisa dengan mewakilkan pernikahan tersebut kepada wali sang wanita yang terdekat setelah wali yang melarang pernikahan sang wanita, atau ia bertindak dengan tindakan yang menurutnya sesuai dengan syari’at.
Akan tetapi terkadang sang wanita tidak mampu untuk mengangkat permasalahannya ke hadapan hakim karena malu, atau karena takut menyelisihi adat yang berlaku, atau karena hal-hal yang semisalnya. Jika saat itu tidak ada yang tersisa kecuali kemarahan Allah yang sangat keras siksaannya. Maka hendaknya sang wali takut kepada Allah dan hendaknya ia bertakwa kepada Robnya.
Dan aku katakan sebagaimana perkataan para ulama –semoga Allah merahmati mereka– sesungguhnya seorang wali jika berulang-ulang menolak para pelamar yang datang maka ia menjadi seorang yang fasik, hilang ‘adalahnya dan tidak bisa menjalankan segala amalan yang disyaratkan ada ‘adalah dalam amal tersebut. Kemudian perwaliannya berpindah darinya kepada wali yang setelahnya.))[2]
Karya: DR. Firanda Andirja, MA
Tema: Kiat Memilih Kekasih Idaman (Series)
_____________
Footnote:
[1] Kasyful Qona’ 5/9
[2] Nuur ‘alaa Ad-Darb no 257 side B