Jika sang pria bernasab tinggi maka hendaknya ia mencari wanita yang nasabnya tinggi juga.[1]
Berkata Ibnu Hajar, “Dan disunnahkan bagi pria yang berasal dari nasab yang tinggi untuk menikahi wanita yang bernasab yang tinggi pula, kecuali jika bertentangan antara wanita yang memiliki nasab yang tinggi namun tidak beragama baik dengan wanita yang tidak bernasab tinggi namun memiliki agama yang baik maka didahulukan wanita yang beragama, demikian juga pada seluruh sifat-sifat yang lain (jika bertentangan dengan agama yang baik maka didahulukan sifat ini)”[2]
Setelah menelaah sifat-sifat di atas maka hendaknya seorang yang sedang berkelana mencari belahan jiwanya agar berusaha menerapkan sifat-sifat tersebut kepada calon istrinya sebelum ia melangkah lebih lanjut melamar sang wanita, semakin banyak sifat-sifat tersebut pada seorang wanita maka semakin baiklah wanita tersebut. Namun ingatlah bahwasanya mencari wanita yang bernilai sembilan koma lima yang memenuhi seluruh sifat-sifat tersebut adalah sesuatu yang sangat sulit sekali bahkan hampir-hampir merupakan perkara yang mustahil apalagi di zaman kita sekarang ini, namun bukan berarti tidak ada. Sungguh beruntung orang yang bisa menemukan bidadari dunia sebelum bertemu dengan bidadari akhirat. Yang sering kita jumpai adalah wanita yang memiliki sebagian sifat-sifat tersebut namun ia tidak memiliki sifat yang lain. Contohnya banyak wanita yang cantik namun ternyata tidak pintar, banyak yang wanita yang shalihah namun ternyata tidak cantik, ada wanita yang shalihah yang berakhlak mulia, cantik, kaya, sejuk jika dipandang, pintar, namun…mandul, dan demikianlah kebanyakan wanita dunia tidak bisa mengumpulkan sifat-sifat di atas seluruhnya. Namun perlu diingat tentunya setiap sifat-sifat tersebut tidak bernilai sama, sifat yang pertama yaitu keshalihan sang wanita memiliki porsi yang sangat tinggi dibandingkan sifat-sifat yang lainnya. Demikian pula kecantikan tentunya lebih diutamakan daripada nasab dan harta. Jika seseorang dihadapkan dengan pilihan antara wanita yang cantik namun kurang baik agamanya dengan wanita yang baik agamanya namun kurang cantik, maka siapakah yang dipilihnya??[3]
Jika bertentangan sifat-sifat tersebut maka yang lebih diutamakan adalah wanita yang shalihah, sebagaimana dalam riwayat yang lain (dari hadits Jabir) Rasulullah ﷺ berkata kepadanya فََعَلَيْكَ بِذَاتِ الدِّيْنِ “Wajib bagimu untuk memilih wanita yang shalihah”[4]
Berkata Ibnu Hajar, “Sabda Nabi ﷺ “karena kecantikannya” merupakan dalil akan mustahabnya menikahi wanita yang jelita, kecuali jika berlawanan antara wanita yang cantik jelita namun tidak shalihah dengan wanita yang shalihah namun tidak cantik jelita (maka diutamakan yang shalihah meskipun tidak cantik). Jika keduanya sama dalam keshalihan maka yang cantik jelita lebih utama (untuk dinikahi)…”[5]
Dari Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda, إِنَّ الدُّنْيَا كُلَّهَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ “Sesungguhnya dunia seluruhnya adalah barang dan sebaik-baik barang adalah wanita yang shalihah”[6]
Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda, إِنَّمَا الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَلَيْسَ مِنْ مَتَاعِ الدُّنْيَا شَيْءٌ أَفْضَلُ مِنَ الْمَرْأَةِ الصَّالِحَةِ “Sesungguhnya dunia adalah mataa’ (barang) dan tidak ada barang di dunia ini yang lebih baik dari wanita yang shalihah” [7]
عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ لَمَّا نَزَلَ فِي الْفِضَّةِ وَالذَّهَبِ مَا نَزَلَ قَالُوْا فَأَيُّ الْمَالِ نَتَّخِذُ؟ قَالَ عُمَرُ فَأَنَا أُعْلِمُ لَكُمْ ذَلِكَ فَأَوْضَعَ عَلَى بَعِيْرِهِ فَأَدْرَكَ النَّبِيَّ ﷺ وَأَنَا فِي أَثَرِهِ فَقَالَ يَا رَسُوْلَ اللهِ أَيُّ الْمَالِ نَتَّخِذُ؟ فَقَالَ لِيَتَّخِذْ أَحَدُكُمْ قَلْبًا شَاكِرًا وَلِسَانًا ذَاكِرًا وَزَوْجَةً مُؤْمِنَةً تُعِيْنُ أَحَدَكُمْ عَلَى أَمْرِ الآخِرَةِ
Dari Tsauban, tatkala turun firman Allah tentang perak dan emas (yaitu firman Allah وَالَّذِيْنَ يَكْنِزُوْنَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ ثُمَّ لاَ يُنْفِقُوْنَهَا… Adapun orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya…) (QS 9: 34), mereka (para sahabat) berkata, “Harta apa yang mestinya kita miliki?”, Umar radhiallahu ‘anhu berkata, “Aku akan mengabarkan kalian kepada kalian”, lalu beliau mempercepat ontanya hingga bertemu dengan Nabi ﷺ dan aku (Tsauban) menyusulnya. Umar berkata kepada Rasulullah ﷺ, “Wahai Rasulullah, harta apakah yang mestinya kita miliki?”, Rasulullah ﷺ menjawab, “Hendaknya yang kalian cari sebagai harta adalah hati yang selalu bersyukur, lisan yang selalu berdzikir, dan istri yang shalihah yang membantu kalian untuk meraih akhirat”[8]
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ عَنِ النَّبِيِّ ﷺ أَنَّهُ كَانَ يَقُوْلُ ماَ اسْتَفَادَ الْمُؤْمِنُ بَعْدَ تَقْوَى اللهِ خَيْرًا لَهُ مِنْ زَوْجَةٍ صَالِحَةٍ إِنْ أَمَرَهَا أَطَاعَتْهُ وَإِنْ نَظَرَ إِلَيْهَا سَرَّتُْه وَإِنْ أَقْسَمَ عَلَيْهَا أَبَرَّتْهُ وَإِنْ غَابَ عَنْهَا نَصَحَـتْهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهِ
Dari Abu Umamah bahwasanya Nabi ﷺ pernah bersabda, “Tidaklah seorang mukmin memperoleh sasuatu kebaikan –setelah memperoleh ketakwaan kepada Allah[9]– melebihi istri yang shalihah, jika ia memerintahnya maka iapun taat, jika ia memandangnya maka menyenangkannya, jika ia bersumpah agar ia melakukan sesaatu maka ia melaksanakan sumpahnya, dan jika ia sedang tidak di rumah maka ia (sang istri) menjaga dirinya (untuk tidak melakukan hal-hal yang nista) dan menjaga hartanya (harta suaminya)” [10]
Dan merupakan musibah jika seseorang tetap nekat memilih wanita yang cantik jelita padahal ia telah mengetahui bahwa wanita tersebut agamanya dan akhlaknya tidak baik.
Berkata At-Thibi, وَقُيِّدَ بِالصَّالِحَةِ إِيْذَانًا بِأَنَهَا شَرُّ الْمَتَاعِ لَوْ لَمْ تَكُنْ صَالِحَةً “Dikhususkan pada wanita yang shalihah sebagai pemberitahuan bahwa wanita adalah sejelek-jelek barang yang ada di dunia ini jika ia tidak shalihah” [11]
Dari Sa’ad bin Abi Waqqosh radhiallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda
أَرْبَعٌ مِنَ السَّعَادَةِ الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ وَالْمَسْكَنُ الْوَاسِعُ وَالْجَارُ الصَّالِحُ وَالْمَرْكَبُ الْهَنِيْءُ وَأَرْبَعٌ مِنَ الشَّقَاوَةِ الْجَارُ السُّوْءُ وَالْمَرْأَةُ السُّوْءُ وَالْمَسْكَنُ الضَّـيِّقُ وَالْمَرْكَبُ السُّوْءُ
“Empat perkara yang merupakan kebahagiaan istri yang shalihah, rumah yang luas, tetangga yang baik, dan kendaraan yang enak dinaiki, dan empat perkara yang merupakan kesengsaraan adalah tetangga yang jelek, istri yang buruk akhlaknya, rumah yang sempit, dan kendaraan yang tidak enak dinaiki” [12]
Sesungguhnya wanita yang sholihah dialah yang akan menunaikan kewajiban-kewajibannya dengan sesempurna mungkin baik kewajiban yang berkaitan dengan suaminya, anak-anaknya, keluarga suaminya, dan juga tetangganya. Dialah yang akan berusaha sekuat mungkin karena keimanannya untuk menjadikan engkau ridho kepadanya, karena itulah cita-cita dan tujuan hidupnya.
Dialah yang paham dengan sabda Nabi ﷺ
لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا
“Kalau seandainya aku (boleh) memerintahkan seseorang untuk sujud kepada seorang yang lain maka akan aku perintahkan seorang wanita untuk sujud kepada suaminya”[13]
Oleh karena itu wahai saudaraku janganlah engkau sampai terpedaya dengan keelokan tubuh, keranuman wajah, serta kata-kata manis…ketahuilah dan yakinlah bahwa wanita yang shalihah dialah yang memungkinkan untuk menjadikan rumahnya sebagai surga duniamu yang dipenuhi dengan kasih sayang dan kebahagiaan…
Peringatan
Berkata Syaikh Utsaimin, “Ada orang yang hatinya benar-benar terikat dengan kecantikan, tidak akan tentram hatinya jika dipilihkan baginya wanita yang sangat taat beragama namun kurang cantik. Maka apakah kita katakan hendaknya ia memaksa dirinya untuk memilih wanita tersebut meskipun hatinya tidak tentram dan tidak memilih wanita yang kurang taat namun cantik jelita??, ataukah kita katakan nikahilah wanita yang menentramkan hatimu (yang cantik jelita) yang penting ia tidak sampai derajat wanita yang fajir atau wanita yang fasiq??
Jawabannya, Yang lebih nampak (kebenarannya) adalah jawaban yang kedua kecuali jika wanita tersebut tidak taat dan fasiq serta fajir, karena wanita seperti ini tidak layak untuk ia nikahi”[14]
Karya: DR. Firanda Andirja, MA
Tema: Kiat Memilih Kekasih Idaman (Series)
_____________
Footnote:
[1] Pendapat ini berdasarkan hadits Abu Hurairah, “Wanita itu dinikahi karena empat perkara…”, namun sebagaimana telah kita jelaskan bawha pendapat yang benar adalah pendapat yang dipilih oleh Imam An-Nawawi bahwa hadits ini adalah bukan mendorong seseorang menikah karena empat perkara tersebut, namun hanyalah menjelaskan kenyataan yang terjadi di masyarakat
[2] Fathul Bari 9/135
[3] Sebagian orang mungkin memilih wanita yang cantik walaupun agamanya kurang baik atau bahkan tidak baik dengan harapan ia akan mendidiknya, atau ia mengatakan insya Allah, Allah akan memberi petunjuk kepadanya. Namun kenyataannya banyak diantara mereka yang tidak berhasil dalam mendidiknya, hingga akhirnya kebahagiaan yang diharapkan dengan menikah wanita yang cantik hanya ia rasakan sebulan, dua bulan saja. Seorang wanita bagaimanapun canitknya ia jika tidak dihiasi dengan akhlak yang mulia maka kecantikan tersebut tidak akan terlihat indah, sebaliknya seorang wanita yang wajahnya pas-pasan saja namun jika dihiasi dengan akhlak yang mulia maka kebahagiaanpun akan datang dan ia akan nampak begitu cantik sekali dihadapan suaminya karena terhias dengan mahkota akhlak yang mulia.
Bahkan yang lebih parah dari itu, banyak pemuda yang shalih akhirnya berubah dikarenakan pengaruh istrinya yang tidak shalihah. Bukannya ia yang mendakwahi istrinya bahkan yang terjadi malah sebaliknya. Oleh karena itu hendaknya seseorang jangan sampai meremehkan sifat keshalihan seorang wanita.
Pentingnya sifat ini juga disadari oleh orang-orang yang suka berbuat fasad dan kemaksiatan. Betapa banyak orang yang suka bergaul dengan wanita-wanita jalanan berkata, “Aku ingin mencari wanita yang shalihah”, karena ia menyadari dengan pengalamannya bersama wanita-wanita jalanan bahwa mereka tidak akan mendatangkan kebahagiaan baginya di waktu mendatang dalam waktu yang lama.
[4] HR Muslim 2/1087
[5] Fathul Bari 9/135
[6] HR Muslim 2/1090 dan Ahmad 2/168
[7] HR Ibnu Majah 1/596, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam shahihul jami’ no 2049
[8] HR At-Thirmidzi no 3094, dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani, lihat juga shahihul jami’ no 5355. Berkata Syaikh As-Sindi, “Kesimpulannya jawaban Nabi ﷺ adalah jawaban yang bijaksana untuk mengingatkan bahwasanya cita-cita seorang mukmin hendaknya bergantung kepada akhirat maka hendaknya ia meminta kepada Allah apa-apa yang bermanfaat bagi akhiratnya, dan harta yang ada di dunia ini seluruhnya tidak ada yang selamat dari kejelekan” (Syarh sunan Ibni Majah 2/413)
[9] Berkata As-Sindi, “Hal ini menunjukan bahwa takwa merupakan tujuan seorang mukmin dan memang asalnya tidak ada sesuatupun yang menyamai nilainya” (Syarh Sunan Ibni Majah 2/414)
[10] HR Ibnu Majah 1/596 no 1857 dan di dhoifkan oleh Syaikh Al-Albani, lihat Ad-Dha’ifah no 3553. Berkata Syaikh As-Sindi, “Pada isnadnya ada perawi yang lemah yang bernama Ali bin Zaid bin Jad’an, demikian juga Utsman bin Abi ‘Atikah yang diperselisihkan kredibilitaasnya oleh para ulama. Dan hadits ini juga diriwayatkan oleh An-Nasai dari hadits Abu Hurairah dan ia (An-Nasai) tidak mengomentarinya. Hadits ini juga memiliki syahid dari hadits Ibnu Umar, Wallahu A’lam.” (Syarh Sunan Ibni Majah 2/414)
[11] Fidhul Qodir 3/549
[12] HR Ahmad 1/168, Al-Bazzar 4/20, Ibnu Hibban dalam shahihnya 9/340, dan Al-Hakim 2/157 no 2640 dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam shahihul jami’ no 887
[13] HR AT-Thirmidzi no 1159, Ibnu Majah no 1853 dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani (Lihat As-Shahihah no 3366)
[14] Asy-Syarhul Mumti’ XII/14