Wanita yang Taat Beragama dan Berakhlak baik
Begitu banyak hadits-hadits yang menjelaskan keutamaan wanita shalihah, diantaranya:
عن أنس رضي الله عنه أن رسول الله ﷺ قال مَنْ رَزَقَهُ اللهُُ امرأةً صَالِحَةً فَقَدْ أَعَانَهُ عَلَى شَطْرِ دِيْنِهِ فَلْيَتَّقِ اللهَ فِي الشَّطْرِ الْبَاقِي
Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa yang Allah memberikan rizki kepadanya berupa istri syang shalihah berarti Allah telah menolongnya melaksanakan setengah agamanya, maka hendaknya ia beratkwa kepada Allah untuk (menyempurnakan) setengah agamanya yang tersisa”[1]
Dari Abu Hurairah dari Nabi ﷺ bersabda,
تُنْكَحُ المَرْأةُ لأَرْبَعِ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وجَمَالِهَا ولِدِيْنِهَا فَاظْفَرْ بِذاتِ الدين تَرِبَتْ يَدَاك
“Wanita dinikahi karena empat perkara, karena hartanya, karena martabatnya, karena kecantikannya, dan karena agamanya, maka hendaklah engkau mendapatkan wanita yang baik agamanya (jika tidak kau lakukan)[2] maka tanganmu akan menempel dengan tanah”[3]
Ada dua pendapat di kalangan para ulama dalam memahami hadits ini[4].
Pendapat pertama, hadits ini menunjukan akan disunnahkannya seseorang mencari istri dengan memperhatikan empat perkara tersebut (harta, kedudukan (martabat), kecantikan dan agama). Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Ibnu Hajar[5]
Sabda Rasulullah ﷺ “karena hartanya” karena jika sang wanita kaya maka ia tidak akan menuntut suaminya untuk melakukan hal-hal yang tidak dimampuinya, dan ia juga tidak memberatkan suaminya dalam nafkah keluarga dan yang lainnya”[6]
Pendapat kedua, hadits ini hanyalah menjelaskan kenyataan yang terjadi di masyarakat bahwa yang mendorong mereka menikah ada empat perkara. Dan yang disunnahkah hanyalah menikah karena mencari wanita yang baik agamanya sebagaimana sabda Nabi ﷺ dalam hadits tersebut “maka hendaklah engkau mendapatkan wanita yang baik agamanya”. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Imam An-Nawawi. Beliau berkata, “Yang benar tentang makna hadits ini adalah Nabi ﷺ mengabarkan tentang kenyataan yang biasanya terjadi di masyarakat, (mereka tatkala ingin menikah) dalam rangka mencari empat perkara ini, dan (biasanya) yang menjadi pilihan yang terakhir adalah wanita yang beragama, maka hendaknya engkau yang ingin mencari istri, dapatkanlah wanita yang baik agamanya. Bukan maksud hadits ini bahwasanya Nabi ﷺ memerintahkan kita untuk mencari empat perkara ini”[7]
Namun menikah karena tiga perkara yang lainnya (harta, martabat, dan kecantikan) hukumnya boleh, akan tetapi tidaklah dikatakan bahwasanya hal itu sunnah jika hanya bersandar dengan hadits ini. Al-Qurthubi berkata, “Makna dari hadits ini adalah empat perkara tersebut merupakan pendorong seorang pria menikahi seorang wanita, hadits ini adalah kabar tentang kenyataan yang terjadi, dan bukanlah makna hadits bahwasanya Nabi ﷺ memerintahkan untuk mencari empat perkara tersebut, bahkan dzohir hadits ini menunjukan bolehnya menikah dengan tujuan salah satu dari empat perkara tersebut, namun tujuan mencari yang baik agamanya lebih utama”[8]
Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan bahwa hadits ini menunjukan tidak mengapa bagi seseorang untuk menikahi wanita dengan motifasi keempat perkara ini. Sebab Nabi ﷺ tatkala menyebutkan kenyataan yang ada di masyarakat bahwasanya mayoritas para lelaki yang menikahi para wanita motifasi mereka adalah salah satu dari keempat perkara ini, Nabi ﷺ tidak mengingkari hal ini, hanya saja Nabi ﷺ menganjurkan untuk mencari wanita yang beragama baik.[9]
Syaikh Sholeh Fauzan –Hafdzohullah– menjelaskan bahwasanya hendaknya seseorang memilih wanita yang taat beragama karena wanita yang taat beragama tidaklah mendatangkan kecuali hanya kebaikan. Hal ini berbeda dengan wanita yang berharta, atau yang berpamor tinggi, atau yang cantik karena mereka terkadang bisa mendatangkan kemudhorotan. Seperi wanita yang berharta, harta wanita tersebut bisa jadi menjadikan sang lelaki atau sang wanita lalai dan akhirnya menimbulkan hubungan suami istri yang jelek, demikian juga wanita berkasta tinggi atau memiliki pamor dihadapan masyarakat terkadang bisa menimbulkan akibat yang buruk seperti sang wanita tersebut merasa tinggi dan sok dihadapan sang lelaki, demikian juga kecantikan bisa menimbulkan kemudhorotan bagi sang lelaki. Berbeda dengan wanita yang sholihah, ia akan mendatangkan kemaslahatan”[10]
Demikianlah Islam menjadikan akhlak yang baik dan taat beragama merupakan timbangan utama untuk memilih seorang istri, namun hal ini tidaklah berarti Islam tidak memperhatikan faktor-faktor lain seperti kecantikan, kecerdasan, keperawanan, dan martabat. Akan tetapi Islam menegaskan dan mengingatkan bahwa hendaknya akhlak yang baik dan sifat taat beragama merupakan faktor dan timbangan utama dalam memilih istri. Adapun jika berkumpul faktor-faktor yang lain bersama faktor agama maka sungguh indah hal ini. Syaikh Ibnu Utsaimin berkata, “Dan jika terkumpul bersama dengan sifat taat beragama faktor kecantikan, harta, dan martabat, maka inilah cahaya di atas cahaya…”[11]
Karya: DR. Firanda Andirja, MA
Tema: Kiat Memilih Kekasih Idaman (Series)
_____________
Footnote:
[1] HR At-Thabrani dalam Al-Awshath, Al-Baihaqi, Al-Hakim dan Syaikh Al-Albani berkata, “Hasan lighorihi” (Shahih At-hargib wat Tarhib 2 no 1916).
Al-Munawi berkata, “Hal ini dikarenakan musibah yang sangat besar yang menimpa dan menodai agama seseorang adalah syahwat perut dan syahwat kemaluan. Dengan adanya istri yang shalihah akan terjaga diri seseorang dari melakukan zina yang hal ini (selamatnya seseorang dari syahwat kemaluan) merupakan setengah dari agama yang pertama. Tinggal setengah yang kedua yaitu syahwat perut, maka Rasulullah ﷺ mewasiatkannya untuk bertakwa menghadapi syahwat perutnya sehingga sempurna agamanya dan ia mampu untuk beristiqomah…dikhususkan wanita yang shalihah karena jika istrinya tidak shalihah meskipun ia mampu menghalangi suaminya untuk berbuat zina namun ia terkadang menghantarkan suaminya kepada perbuatan-perbuatan keharaman yang lain yang membinasakannya….” (Faidhul Qodir 6/137)
[2] Ada beberapa pendapat tentang penafsiran perkataan Nabi ﷺ تََرِبَتْ يَدَاكَ “kedua tanganmu akan menempel di tanah”, pendapat yang dikuatkan oleh Ibnu ‘Arobi adalah ada fi’il syart yang di takdirkan yaitu “Jika engkau tidak memilih wanita yang baik agamanya” maka kedua tanganmu akan menempel di tanah. Ibarat ini digunakan untuk mengungkapkan sesuatu yang buruk, ada yang mengatakan bawha maksudnya adalah “engkau akan merugi”, ada juga yang mengatakan “lemah akalmu” (Lihat Fathul Bari 9/135-136). An-Nahhas berkata, “Maksudnya adalah jika engkau tidak melakukannya maka tidak ada yang kau raih dengan kedua tanganmu kecuali tanah”. Berkata Ad-Dawudi “Ungkapan ini digunakan untuk berlebih-lebihan dalam memuji sesuatu, sebagaimana mereka berkata kepada seorang penyair (yang sangat indah bait-bait syairnya) قاتله الله “Semoga Allah memeranginya, sungguh ia telah menulis syair dengan baik” (Lihat Fathul Bari 10/550-551)
[3] HR Al-Bukhari 5/1958
Berkata An-Nawawi, “Hadits ini menunjukan motivasi untuk bergaul dengan orang-orang yang baik agamanya dalam segala perkara, karena barangsiapa yang berteman dengan mereka maka ia akan mengambil faedah dari akhlak mereka yang baik dan barokah mereka, dan baiknya jalan-jalan yang mereka tempuh serta ia akan merasa aman dari mafsadah akan datang dari mereka” (Al-Minhaj syarh shahih Muslim 10/52)
[4] Bidayatul Mujtahid 3/32
[5] Fathul Bari 9/135
[6] Umdatul Qori 20/86
[7] Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim 10/51-52, pendapat ini telah diisyaratkan oleh As-Syaukani dalam Nailul Author 9/234
[8] Fathul Bari 9/136
[9] Ceramah Syikh Ibnu Utsaimin (Syarh Bulugul Maram, kitab An-Nikaah kaset no 2)
[10] Cermah Syaikh Fauzan syarh Bulugul Maram kitab An-Nikaah kaset no 1
[11] Asy-Syarhul Mumti’ XII/13