1. وَالْعَصْرِ
Latin: waal’ashri
Arti: “Demi masa”
Tafsir Surat Al-‘Ashr Ayat-1
Para ulama berselisih pendapat tentang status surat Al-‘Ashr, apakah tergolong Makkiyah atau Madaniyah. Mayoritas ulama berpandangan bahwa surat Al-‘Ashr adalah surat Makkiyah yang diturunkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sebelum berhijrah ke kota Madinah. Dan sebagian kecil berpandangan bahwa surat Al-‘Ashr adalah surat Madaniyah.
Al-Hafidz Ibnu Katsir menyebutkan di awal tafsirnya tentang kisah pertemuan ‘Amr bin al-‘Aash radhiyallahu ‘anhu dan Musailimah Al-Kadzdzab yang mengaku sebagai Nabi. Pertemuan itu terjadi setelah Rasulullah diutus sebagai Rasul dan sebelum ‘Amr masuk Islam. Musailimah bertanya kepada ‘Amr, “Apa yang telah diturunkan kepada Sahabatmu selama ini?” Lalu ‘Amr menjawab, “Sungguh, telah diturunkan kepadanya surat yang pendek tapi padat.” Musailimah bertanya, “Surat apa itu?” Kemudian ‘Amr membacakan surat Al-‘Ashr kepada Musalimah.
Musailimah pun berpikir sejenak, kemudian berkata, “Telah diturunkan juga kepadaku seperti surat tersebut.” ‘Amr lalu bertanya kepadanya, “Apa itu?” Musailimah pun membacakannya
يَا وَبْرُ يَا وَبْرُ، إِنَّمَا أَنْتَ أُذُنَانِ وَصَدْرٌ وَسَائِرُكَ حَفْر نَقْرٍ
“Wahai marmut. Wahai marmut. Sungguh engkau hanyalah dua telinga dan dada. Dan sisa tubuhmu adalah lobang dan bolong.” Kemudian Musailimah berkata, “Bagaimana pendapatmu, wahai ‘Amr?” ‘Amr lalu menjawabnya,
وَاللَّهِ إِنَّكَ لَتَعْلَمُ أَنِّي أَعْلَمُ أَنَّكَ تَكْذِبُ
“Demi Allah engkau pasti mengetahui bahwa aku tahu engkau ini sedang berdusta.”
Imam Ath-Thabrani menyebutkan riwayat dari ‘Abdullah bin Hafsh Abu Madinah, dia berkata:
كَانَ الرَّجُلانِ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا الْتَقَيَا لَمْ يَفْتَرِقَا حَتَّى يَقْرَأَ أَحَدُهُمَا عَلَى الآخَرِ : ” وَالْعَصْرِ إِنَّ الإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ ” ، ثُمَّ يُسَلِّمَ أَحَدُهُمَا عَلَى الآخَرِ
“Apabila dua orang dari sahabat Nabi bertemu, mereka tidak akan berpisah hingga salah satunya diantara kedua orang tersebut membacakan surat Al-‘Ashr sampai akhir untuk yang lain. Kemudian salah satu diantara kedua orang tersebut memberi salam kepada yang lain.” (HR Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Awsath, 5 : 215)
Karena kedalaman makna yang terkandung dalam surat ini, sampai-sampai Imam Asy-Syafi’i mengatakan:
لَوْ تَدَبَّرَ النَّاسُ هَذِهِ السُّورَةَ لَوَسِعَتْهُمْ
“Seandainya orang-orang mentadabburi surat Al-‘Ashr ini, maka surat ini akan mencukupi bagi mereka.” (Tafsir Ibnu Katsir 8/456)
Kemudian para ulama mencoba mencari hubungan antara surat Al-‘Ashr dan surat At-Takaatsur. Surat At-Takaatsur menjelaskan tentang salah satu sebab seorang terjerumus ke dalam neraka Jahannam yaitu sifat takaatsur yaitu berlomba-lomba untuk memperbanyak harta. Karena waktunya untuk mencari dunia yang tidak bermanfaat untuk akhiratnya menyibukkannya, sehingga akhirnya dia terjatuh dalam kerugian yaitu mendapatkan adzab kubur dan neraka Jahannam. Sedangkan surat Al-‘Ashr menjelaskan bahwasanya manusia pada dasarnya berada dalam kerugian.
Topik utama surat ini adalah Allah ingin menjelaskan bahwasanya manusia semuanya berada dalam kerugian. Agar bisa lolos dari kerugian tersebut maka dia harus melakukan empat perkara yaitu dia harus beriman, beramal shalih, saling menasehati dalam kebenaran, serta saling menasehati dalam kesabaran. Barang siapa yang tidak melakukan keempat perkara tersebut sekaligus maka dia akan ditimpa kerugian.
Allah berfirman pada permulaan surat:
- وَالْعَصْرِ
“Demi masa”
Para ulama berbeda pendapat tentang makna الْعَصْرِ. Sebagian memahaminya sebagai waktu ashar sebagaimana yang telah dimaklumi, yaitu sejak masuknya waktu ashar dan berakhir ketika panjang bayangan seseorang dua kali panjang tubuhnya sebagaimana yang ada dalam hadits Jibril. Dan waktu ashar mempunyai dua waktu, waktu ikhtiyary dan waktu idhthirary. Waktu ikhtiyary adalah waktu dimana seseorang tidak boleh sengaja shalat ashar diluar waktu ini kecuali ada halangan dan waktu idhthirary (waktu darurat) adalah waktu dimana seseorang boleh mengerjakan shalat ashar hingga terbenam matahari jika ada udzur.
Para ulama mengatakan bahwa Allah bersumpah dengan waktu ashar karena di waktu ashar tersebut terdapat padanya shalat ashar yang termasuk shalat yang sangat penting. Sebagaimana yang disebutkan khusus oleh Allah di dalam firman-Nya:
حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَى وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ
“Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’.” (QS Al-Baqarah: 238)
Allah memerintahkan para hambanya untuk menjaga shalat wustha atau shalat ashar karena banyak orang yang lalai darinya. Terutama ketika orang-orang kembali dari aktivitasnya dalam keadaan yang letih pulang, sehingga shalat ashar ditinggalkan atau dikerjakan tidak tepat waktu. Nabi juga memberikan peringatan kepada ummatnya agar jangan sampai meninggalkannya, beliau bersabda:
مَنْ تَرَكَ صَلاَةَ الْعَصْرِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ
“Barangsiapa meninggalkan shalat Ashar, maka terhapuslah amalannya.” (HR Bukhari no. 594)
Dalam hadits yang lain, Nabi juga bersabda:
مَنْ صَلَّى الْبَرْدَيْنِ دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Barangsiapa yang mengerjakan shalat bardain (yaitu shalat shubuh dan ashar) maka dia akan masuk surga.” (HR Bukhari no. 574 dan Muslim no. 635)
Yang dimaksudkan dengan shalat di dua waktu dingin tersebut ialah shalat shubuh dan shalat ashar. Karena waktu shubuh adalah waktu awal dingin di pagi hari dan waktu ashar adalah waktu mulainya dingin menuju malam hari.
Sebagian ulama yang lain berpendapat mengapa Allah bersumpah dengan waktu ashar yaitu Allah ingin menunjukkan bahwasanya manusia tidak akan selamanya kuat dan sehat sebagaimana waktu muda, kelak dia akan mengalami kondisi semakin lemah dan akhirnya akan meninggal dunia sebagaimana pada waktu ashar tersebut matahari mulai meredup dan semakin lama maka matahari tersebut akan hilang digantikan oleh malam.
Namun jumhur ulama berpendapat bahwa yang disebut dengan الْعَصْرِ adalah masa atau zaman secara umum. Allah bersumpah dengannya karena masa adalah tempat manusia beramal, tempat dimana manusia akan mendapatkan keberuntungan dan atau akan mendapatkan kerugian. Dia akan mendapatkan keberuntungan jika dia beramal shalih, beriman, saling menasehati dalam kebaikan dan kesabaran. Tetapi dia akan mendapatkan kerugian jika dia lalai, tidak beriman, dan tidak beramal shalih.