الأَصْلُ الثَّالِثُ : مَعْرِفَةُ النَّبِيِّ
(Pokok Ketiga : Mengenal Nabi ﷺ)
Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab berkata,
الأَصْلُ الثَّالِثُ: مَعْرِفَةُ نَبِيِّكُمْ مُحَمَّدٍ ـ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَهُوَ مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ بْنِ هَاشِمٍ، وَهَاشِمٌ مِنْ قُرَيْشٍ، وَقُرَيْشٌ مِنَ الْعَرَبِ، وَالْعَرَبُ مِنْ ذُرِّيَّةِ إِسْمَاعِيلَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ الْخَلِيلِ عَلَيْهِ وَعَلَى نَبِيِّنَا أَفْضَلُ الصَّلاةِ وَالسَّلامِ، وَلَهُ مِنَ الِعُمُرِ ثَلاثٌ وَسِتُّونَ سَنَةً، مِنْهَا أَرْبَعُونَ قَبْلَ النُّبُوَّةِ، وَثَلاثٌ وَعِشْرُون َفى النبوة. نُبِّئَ بـ(اقْرَأ)، وَأُرْسِلَ بـ (الْمُدَّثِّرْ)، وَبَلَدُهُ مَكَّةُ.
بَعَثَهُ اللهُ بِالنِّذَارَةِ عَنِ الشِّرْكِ، وَبالَدْعُوة إِلَى التَّوْحِيدِ، وَالدَّلِيلُ قَوْلُهُ تَعَالَى: (يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ * قُمْ فَأَنذِرْ * وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ * وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ * وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ * وَلاَ تَمْنُن تَسْتَكْثِرُ * وَلِرَبِّكَ فَاصْبِرْ). وَمَعْنَى: (قُمْ فَأَنذِرْ): يُنْذِرُ عَنِ الشِّرْكِ، وَيَدْعُو إِلَى التَّوْحِيدِ. (وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ) : أَيْ: عَظِّمْهُ بِالتَّوْحِيدِ. (وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ): أَيْ: طَهِّرْ أَعْمَالَكَ عَنِ الشِّرْكِ. (وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ): الرُّجْزَ: الأَصْنَامُ، وَهَجْرُهَا: تَرْكُهَا، وَالْبَرَاءَةُ مِنْهَا وَأَهْلُهَا، أَخَذَ عَلَى هَذَا عَشْرَ سِنِينَ يَدْعُو إِلَى التَّوْحِيدِ، وَبَعْدَ الْعَشْرِ عُرِجَ بِهِ إِلَى السَّمَاءِ، وَفُرِضَتْ عَلَيْهِ الصَّلَواتُ الْخَمْسُ، وَصَلَّى فِي مَكَّةَ ثَلاثَ سِنِينَ، وَبَعْدَهَا أُمِرَ بالْهِجْرَةِ إِلَى الْمَدِينَةِ، وَالْهِجْرَةُ الانْتِقَالُ مِنْ بَلَدِ الشِّرْكِ إِلَى بَلَدِ الإِسْلامِ
Pokok ketiga: Mengenal Nabi Muhammad ﷺ.
Beliau adalah Muhammad bin Abdillah bin Abdul Muththalib bin Hasyim. Hasyim dari Quraisy dan Quraisy dari Arab, dan Arab dari keturunan Ismail bin Ibrahim al-Khalil ‘alaihis salam. usia beliau 63 tahun. Yang 40 tahun sebelum kenabian, dan 23 tahun sebagai Nabi dan Rasul. Awal kenabian Nabi ﷺ dengan turunnya wahyu surat al-Alaq dan kerasulan dengan turunnya wahyu surat al-Mudatstsir. Negeri beliau Mekkah dan berhijrah ke Madinah. Allah mengutus beliau sebagai pemberi peringatan dari kesyirikan dan mengajak kepada tauhid. Dalilnya adalah firman Allah ﷻ,
﴿يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ (١) قُمْ فَأَنْذِرْ (٢) وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ (٣) وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ (٤) وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ (٥) وَلَا تَمْنُنْ تَسْتَكْثِرُ (٦) وَلِرَبِّكَ فَاصْبِرْ ﴾
“Hai orang yang berselimut, bangunlah, lalu berilah peringatan! dan Tuhanmu agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi agar memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan karena Tuhanmu, bersabarlah.” (QS. Al-Muddatsir: 1-7)
Makna (قُمْ فَأَنْذِرْ) adalah berilah peringatan dari kesyirikan dan ajaklah kepada tauhid.
Makna (وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ) adalah agungkanlah Dia dengan tauhid.
Makna (وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ) adalah bersihkanlah amalanmu dari kesyirikan.
Makna (وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ) adalah perbuatan dosa dengan menyembah berhala, dan cara mengatasinya dengan meninggalkannya dan berlepas diri darinya dan pelakunya. Untuk hal ini, beliau ﷺ berdakwah selama 13 tahun untuk mengajak kepada tauhid. Setelah 10 tahun kenabian, beliau dinaikkan ke langit dan mendapatkan kewajiban salat lima waktu. Beliau ﷺ salat di Makkah selama 3 tahun, setelah itu diperintah hijrah ke Madinah.
Hijrah adalah berpindah dari negeri kesyirikan ke negeri Islam. Hijrah diwajibkan atas umat ini dari negeri kesyirikan menuju negeri Islam. Hal ini tetap berlaku hingga terjadinya Kiamat.
Syarah
Sebagaimana yang sering penulis sampaikan bahwa orang yang mampu menjawab pertanyaan “siapakah nabimu?” ketika di alam barzakh kelak adalah orang yang benar-benar mengenal Nabi Muhammad ﷺ. Bukan hanya yang sekedar mengenal namanya saja, namun orang-orang yang senantiasa mencintainya dan menjalankan syariatnya. Dari sini perlu bagi kita untuk mengenal siapakah Nabi Muhammad ﷺ sosok yang wajib untuk kita cintai melebihi cinta kita kepada siapa pun dari kalangan hamba Allah ﷺ. Rasulullah ﷺ bersabda,
لا يُؤْمِنُ أحَدُكُمْ حتَّى أكُونَ أحَبَّ إلَيْهِ مِن ولَدِهِ ووالِدِهِ والنَّاسِ أجْمَعِينَ
“Tidak beriman salah seorang di antara kalian, hingga menjadikan aku lebih dicintai melebihi kecintaannya kepada anaknya, bapaknya dan seluruh manusia.”([1])
Rasulullah ﷺ juga bersabda ketika meluruskan pernyataan Umar bin Khattab radhiallahu‘anhu yang pernah berkata,
لَأَنْتَ أحَبُّ إلَيَّ مِن كُلِّ شيءٍ إلَّا مِن نَفْسِي
“Wahai Rasulullah, sungguh Engkau adalah orang yang paling aku cintai, melebihi segala sesuatu kecuali atas diriku sendiri”
Rasulullah ﷺ menjawab,
لَا، والذي نَفْسِي بيَدِهِ، حتَّى أكُونَ أحَبَّ إلَيْكَ مِن نَفْسِكَ
“Belum, demi yang jiwaku di tangan-Nya (demi Allah), sampai engkau menjadikan Aku lebih engkau cintai melebihi dirimu sendiri”
Umar menjawab
فإنَّه الآنَ، واللَّهِ، لَأَنْتَ أحَبُّ إلَيَّ مِن نَفْسِي فَقالَ النبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ: الآنَ يا عُمَرُ
“Maka sekarang –Demi Allah- sungguh Engkau lebih aku cintai, melebihi diriku sendiri.” Maka Nabi pun berkata, “Sekarang wahai Umar (sudah benar)([2])
Di antara cara mencintai Rasulullah ﷺ adalah dengan mengenalnya, mengetahui tentang sifat-sifatnya, syariatnya dan jasanya bagi umat manusia. Allah ﷻ berfirman,
﴿لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُم بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ ﴾
“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (QS. At Taubah: 128)
Di antara perkara yang sangat menyedihkan adalah ketika seseorang tidak mengenal nabinya. Tidak mengetahui sejarah Nabi ﷺ sementara dia mengenal sejarah tokoh-tokoh yang lain. Jika ada seorang kafir yang mengenal Nabi Muhammad ﷺ bahkan ia menulis sebuah buku 100 tokoh terdepan di dunia dia menempatkan Nabi Muhammad ﷺ sebagai tokoh pertama dikarenakan dia tahu betapa hebatnya Nabi Muhammad ,ﷻ maka sangat disayangkan sekali ketika ada seorang yang mengaku muslim namun tidak mengenal Nabi Muhammad ﷺ.
Nabi Muhammad ﷺ adalah teladan dari segala sisi. Jika seseorang ingin mencari keteladanan maka semuanya ada pada Nabi ﷺ. Seorang yang ingin mencari keteladanan sebagai seorang ayah, pemimpin negara, suami yang terbaik, sahabat terbaik, kedermawanan terbaik, majikan terbaik, sosok terbaik dalam bermuamalah kepada para musuh, sosok yang pemaaf, sosok yang sangat kuat ibadahnya, seorang yang paling tawaduk semua keteladanan tersebut ada pada diri Nabi ﷺ . Oleh karenanya seorang muslim hendaknya lebih mengenal Nabi Muhammad ﷺ karena beliau adalah teladan yang paling terbaik. Lebih dari itu hendaknya ia juga menjalankan syariat Nabi Muhammad ﷺ sehingga ketika ditanya di alam barzakh “siapakah nabimu?” maka Allah akan meneguhkan perkataannya sehingga ia mampu menjawab pertanyaan tersebut. Allah ﷻ berfirman,
﴿يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِۖ وَيُضِلُّ اللَّهُ الظَّالِمِينَۚ وَيَفْعَلُ اللَّهُ مَا يَشَاءُ ﴾
Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki. (QS. Ibrahim:27)
Di awal pembahasan ini Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah menjelaskan tentang nasab Nabi Muhammad ﷺ, umur beliau dan dakwah beliau di Mekkah.
Nasab Nabi Muhammad ﷺ
Beliau adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin an-Nadhar bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin Adnan.
Setelah Adnan maka tidak ada kejelasan yang pasti tentang nama-nama kakek moyang Nabi g, hanya saja semua ulama sepakat bahwa kakek moyang Nabi g bermuara pada Ismaíl bin Ibrahim álaihimas salam.
Nabi ﷺ pernah mengatakan,
إِنَّ اللهَ اصْطَفَى كِنَانَةَ مِنْ وَلَدِ إِسْمَاعِيلَ، وَاصْطَفَى قُرَيْشًا مِنْ كِنَانَةَ، وَاصْطَفَى مِنْ قُرَيْشٍ بَنِي هَاشِمٍ، وَاصْطَفَانِي مِنْ بَنِي هَاشِمٍ
“Sesungguhnya Allah memilih Kinanah di antara keturunan Ismail, dan memilih Quraisy di antara keturunan Kinanah, dan memilih Bani Hasyim di antara suku Quraisy. Dan Allah memilihku di antara Bani Hasyim”.([3])
Oleh karenanya Nabi Muhammad ﷺ dinisbahkan kepada al-Qurasy al-Hasyimi.
Selanjutnya Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab berkata,
وَقُرَيْشٌ مِنَ الْعَرَبِ، وَالْعَرَبُ مِنْ ذُرِّيَّةِ إِسْمَاعِيلَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ الْخَلِيلِ عَلَيْهِ وَعَلَى نَبِيِّنَا أَفْضَلُ الصَّلاةِ وَالسَّلامِ
“Quraisy dari Arab, dan Arab dari keturunan Ismail bin Ibrahim al-Khalil ‘alaihis salam”
Dalam hal ini tidak ada perselisihan di kalangan ahli sejarah bahwa Adnan adalah anak dari Nabi Ismail ‘alaihisalam. Oleh karena itu, Nabi ﷺ dari kalangan Arab Adnaniyah atau al-Arab al-Musta’rabah. Di antara hal yang perlu untuk diketahui bahwa Para ahli sejarah membagi orang-orang Arab menjadi tiga golongan:
Pertama: al-Arab al-Baidah (العَرَبُ البَائِدَةُ) mereka adalah orang-orang Arab kuno yang sudah punah. Seperti kaum ‘Aad, Tsamud, Kan’an, dll.
Kedua: al-Arab al-‘Aribah (العَرَبُ العَارِبَةُ) mereka adalah orang Arab asli dari keturunan Ya’rib bin Yasyjub bin Qahthan. Karena itu, mereka juga disebut Arab Qahthaniyah. Mereka berasal dari Yaman.
Ketiga: al-Arab al-Musta’robah (العَرَبُ المُستَعرَبَةُ) mereka adalah orang yang ter-arabkan dari keturunan Nabi Ismail bin Ibrahim ‘alaihimassalam. Mereka dikenal dengan Arab Adnaniyah([4])
Arab Adnaniyah disebut al-Arab al-Musta’robah, orang yang ter-arabkan, karena nenek moyang mereka Nabi Ismail bin Ibrahim alaihimassalam bukanlah seorang yang berasal dari Jazirah Arab karena ayahnya yaitu Nabi Ibrahim alaihimassalam berasal dari Babilonia. Kemudian beliau membawa anaknya Ismail ke Jazirah Arab. Nabi Ismail menetap di sana, menikah dengan orang-orang setempat dari kabilah al-Jurhumiyah yang merupakan orang arab asli. Setelah itu beliau memiliki keturunan yang disebut sebagai al-Arab al-Musta’rabah (di arabkan), dan di antara keturunan beliau adalah Adnan.
Dari sini kita tahu bahwa suku Quraisy berasal dari keturunan Nabi Ismail alaihissalam. Namun tidak semuanya beriman, di antaranya adalah Abu Jahal, Abu Lahab, Nadhar bin Harits, Umaiyah bin Khalaf, Ubai bin Khalaf semuanya keturunan Nabi Ismail bin Ibrahim alaihimassalam, namun keturunan yang mulia tersebut tidak serta merta menjadikan mereka beriman.
Selanjutnya Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab berkata,
وَلَهُ مِنَ الِعُمُرِ ثَلاثٌ وَسِتُّونَ سَنَةً، مِنْهَا أَرْبَعُونَ قَبْلَ النُّبُوَّةِ، وَثَلاثٌ وَعِشْرُون َفى النبوة. نُبِّئَ بـ( اقْرَأ )، وَأُرْسِلَ بـ ( الْمُدَّثِّرْ )، وَبَلَدُهُ مَكَّ
“Usia beliau 63 tahun. Yang 40 tahun sebelum kenabian, dan 23 tahun sebagai Nabi dan Rasul”
Nabi Muhammad ﷺ lahir di tahun Gajah. Di namakan dengan tahun Gajah karena pada tahun itu Allah ﷻ membinasakan kawanan tentara yang mengendarai gajah yang bermaksud untuk menghancurkan Ka’bah, sebagaimana dikisahkan dalam surah al-Fil. Beliau lahir di hari Senin bulan Rabiul Awal. Adapun tanggalnya, para ulama berbeda pendapat ada yang mengatakan beliau lahir pada tanggal 12, 8 dan 9. Akan tetapi mayoritas ulama berpendapat bahwa beliau lahir pada tanggal 12 Rabiul Awal. Beliau wafat pada usia 63 tahun, di hari Senin 12 Rabiul Awal tahun 11 Hijriyah.
Rasulullah ﷺ tinggal di Mekkah, ayah beliau Abdullah meninggal di saat beliau masih ada dalam kandungan. Di saat beliau berusia 6 tahun, ibunda beliau wafat. Beliau pun kemudian diasuh oleh kakeknya Abdul Muthallib sampai usia beliau 8 tahun. Setelah itu kakek beliau wafat dan beliau diasuh oleh paman beliau Abu Thalib, sampai pada akhirnya beliau menikah dengan Khadijah radhiallahu’anha.
Jika kita bagi usia beliau secara keseluruhan adalah 63 tahun menjadi 4 fase, maka:
- Fase pertama, 40 tahun sebelum diangkat menjadi Nabi
- Fase kedua, berdakwah di Mekkah selama 10 tahun (belum diwajibkan salat 5 waktu),
- Fase ketiga, 3 tahun di Mekkah (sudah diwajibkan salat 5 waktu) dan
- Fase keempat, selama 10 tahun di Madinah.
Beliau di angkat menjadi Nabi dengan surah al-‘Alaq (إقرأ) , kemudian diperintahkan oleh Allah ﷻ untuk berdakwah dengan surah al-Mudatsir. Kemudian beliau diangkat ke langit untuk menerima perintah salat 5 waktu. Fase kedua dan ketiga disebut dengan tahun kenabian. Jadi beliau menerima wahyu untuk salat 5 waktu pada tahun 10 kenabian. Di tahun ini beliau hanya fokus mendakwahkan tauhid. Setelah beliau hijrah ke Madinah (fase keempat) barulah turun syariat-syariat yang lain seperti, puasa, zakat, haji dan jihad.
Dalil Kenabian Nabi Muhammad ﷺ (دَلَائِلُ النُّبُوَّةِ)
Poin ini sering kita kenal dengan mukjizat kenabian. Banyak sekali dalil yang membuktikan bahwa Muhammad ﷺ adalah seorang Nabi. Dalil-dali tersebut dapat diklasifikasikan dengan beberapa klasifikasi di antaranya:
Pertama : Mukjizat yang tampak. Contohnya mukjizat terbelahnya rembulan, keluarnya air dari jari-jari Nabi ﷺ, makanan dan minuman yang menjadi banyak, makanan yang bertasbih, tangisan batang kurma dll.
Kedua: Al-Qur’an. Al-Qur’an merupakan mukjizat yang luar biasa, sampai-sampai Allah menurunkan beberapa ayat sebagai tantangan kepada orang-orang yang mengingkarinya. Allah ﷻ berfirman,
﴿وَإِن كُنتُمْ فِي رَيْبٍ مِّمَّا نَزَّلْنَا عَلَىٰ عَبْدِنَا فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِّن مِّثْلِهِ وَادْعُوا شُهَدَاءَكُم مِّن دُونِ اللَّهِ إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ﴾
Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. (QS. Al Baqarah: 23)
Sebelumnya Allah menantang mereka untuk mendatangkan yang semisal dengan Al-Qur’an namun mereka tidak sanggup, kemudian diminta untuk mendatangkan satu surat saja yang semisal dengan Al-Qur’an bahkan dalam ayat yang lain Allah menantang mereka untuk mendatangkan 10 ayat saja yang semisal dengan Al-Qur’an namun mereka juga tidak mampu. Padahal Al-Qur’an turun dengan bahasa Arab dan turun kepada kaum yang mereka ahli bahasa Arab. Mereka adalah kaum yang sangat piawai dengan syair karena mereka adalah pakar dalam bahasa Arab. Sementara Nabi Muhammad ﷺ adalah seorang yang tidak bisa baca dan tulis. Hal ini semakin menguatkan kemukjizatan Al-Qur’an. Dalam hal ini Allah ﷻ berfirman,
﴿وَمَا كُنتَ تَتْلُو مِن قَبْلِهِ مِن كِتَابٍ وَلَا تَخُطُّهُ بِيَمِينِكَۖ إِذًا لَّارْتَابَ الْمُبْطِلُونَ﴾
“Dan kamu tidak pernah membaca sebelumnya (Al Quran) sesuatu Kitabpun dan kamu tidak (pernah) menulis suatu Kitab dengan tangan kananmu; andaikata (kamu pernah membaca dan menulis), benar-benar ragulah orang yang mengingkari(mu)”. (QS. Al ‘Ankabut: 48)
Ketiga: kesempurnaan syariat yang di bawa oleh Nabi ﷺ. Jika kita perhatikan syariat Islam maka kita akan dapati bahwasanya syariat Islam adalah syariat yang sangat lengkap dan komprehensif. Perhatikan bagaimana syariat Islam mengatur tentang persusuan, bagaimana hubungan seseorang dengan tetangganya, bagaimana Islam mengatur masalah pernikahan, perceraian. Bagaimana Islam mengatur hubungan kemasyarakatan, mengatur kehidupan seseorang dalam bernegara, hubungan antara negara satu dengan yang lainnya, bagaimana interaksi dengan non muslim, bagaimana menyikapi tindak kriminal dll.
Tidak ada seseorang yang akan mendapati syariat yang lebih lengkap dan bertahan dari zaman dahulu hingga sekarang dari pada syariat Islam. Dari sini kita tahu bahwa kesempurnaan syariat Islam merupakan mukjizat tersendiri. Allah ﷻ berfirman,
﴿الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًاۚ فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّإِثْمٍۙ فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ﴾
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al Maidah: 3)
Keempat : Pemberitaan Nabi Muhammad ﷺ tentang hal gaib. Banyak ayat dalam Al-Qur’an yang memberitakan tentang hal ghaib yang akan terjadi di masa yang akan datang dan pada akhirnya benar-benar terjadi. Contohnya, Allah memberitakan tentang kekalahan Romawi dari Persia, kemudian Allah memberitakan bahwa nantinya (kurang dari 10 tahun) mereka (Romawi) yang akan menang. Allah ﷻ berfirman,
﴿الم (١) غُلِبَتِ الرُّومُ (٢) فِي أَدْنَى الْأَرْضِ وَهُم مِّن بَعْدِ غَلَبِهِمْ سَيَغْلِبُونَ (٣) فِي بِضْعِ سِنِينَۗ لِلَّهِ الْأَمْرُ مِن قَبْلُ وَمِن بَعْدُۚ وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ﴾
“Alif Laam Miim, telah dikalahkan bangsa Rumawi, di negeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang, dalam beberapa tahun lagi. Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang). Dan di hari (kemenangan bangsa Rumawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman” (QS. Ar Rum: 1-4)
Contoh lain, ketika Allah berfirman tentang bangsa Yahudi. Allah ﷻ berfirman,
﴿قُلْ إِن كَانَتْ لَكُمُ الدَّارُ الْآخِرَةُ عِندَ اللَّهِ خَالِصَةً مِّن دُونِ النَّاسِ فَتَمَنَّوُا الْمَوْتَ إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ ﴾
Katakanlah: “Jika kamu (menganggap bahwa) kampung akhirat (surga) itu khusus untukmu di sisi Allah, bukan untuk orang lain, maka inginilah kematian(mu), jika kamu memang benar”. (QS. Al Baqarah: 94)
Ayat ini juga merupakan salah satu mukjizat karena setelah ayat ini turun tidak seorang pun dari orang-orang Yahudi yang datang kepada Nabi Muhammad ﷺ untuk meminta kematian. Ini merupakan tantangan bagi mereka, tidak ada dari mereka yang mengatakan bahwa Al-Qur’an yang dibawa oleh Nabi Muhammad ﷺ telah salah karena ada di antara mereka yang meminta kematian.
Contoh lain adalah firman Allah ﷻ ketika mengisahkan tentang Abu Lahab. Allah ﷻ berfirman,
﴿تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ (١) مَا أَغْنَىٰ عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ (٢) سَيَصْلَىٰ نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ (٣) وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ (٤) فِي جِيدِهَا حَبْلٌ مِّن مَّسَدٍ (٥) ﴾
Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari sabut. (QS. Al-Masad: 5)
Surah ini turun di awal Islam, sebenarnya mudah bagi Abu Lahab jika dia ingin membatalkan dakwah Islam. Seandainya Abu Lahab dan istrinya masuk Islam atau minimalnya berpura-pura masuk Islam maka secara otomatis dakwah Nabi Muhammad ﷺ akan batal, namun hal tersebut tidak pernah dinyatakan oleh Abu Lahab hingga ajal menjemputnya.
Kelima : Akhlak dan perjalanan hidup Nabi ﷺ. Jika seseorang memperhatikan akhlak Nabi ﷺ maka dia akan tahu bahwa Nabi ﷺ benar-benar utusan Tuhan. Karena seluruh perilaku Nabi Muhammad ﷺ dapat dijadikan teladan. Jika kita bandingkan dengan tokoh-tokoh tertentu dia hanya menonjol pada salah satu sisi saja, berbeda dengan Nabi Muhammad ﷺ beliau adalah teladan dalam segala sisi, bahkan seluruh kehidupan Nabi Muhammad ﷺ dalam Islam adalah dalil. Semua yang diperlukan oleh umat ada pada diri Nabi ﷺ. Ibnu Hazm rahimahullāh dalam buku beliau yang berjudul al-Fishal fi al-Milal wa al-Ahwa’ wa an-Nihal, beliau berkata,
فَإِنَّ سِيرَةَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِمَن تَدَبَّرَهَا تَقْتَضِي تَصْدِيقه ضَرُورَة وَتشهد لَهُ بِأَنَّهُ رَسُولُ اللهِ صلى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَقًا فَلَو لم تكن لَهُ معْجزَة غير سيرتِه صلى الله عَلَيْهِ وَسلَّم لَكَفَى
“Sesungguhnya sirah (perjalanan hidup) Muhammad ﷺ bagi siapa yang menelaah dan menghayatinya, akan mengharuskannya untuk membenarkan Nabi dan bersaksi bahwa beliau adalah benar-benar utusan Allah. Seandainya tidak ada mukjizat Nabi selain sirah beliau maka itu sudah cukup”([5])
Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berkata,
أَخَذَ عَلَى هَذَا عَشْرَ سِنِينَ يَدْعُو إِلَى التَّوْحِيدِ، وَبَعْدَ الْعَشْرِ عُرِجَ بِهِ إِلَى السَّمَاءِ، وَفُرِضَتْ عَلَيْهِ الصَّلَواتُ الْخَمْسُ، وَصَلَّى فِي مَكَّةَ ثَلاثَ سِنِينَ، وَبَعْدَهَا أُمِرَ بالْهِجْرَةِ إِلَى الْمَدِينَةِ، وَالْهِجْرَةُ الانْتِقَالُ مِنْ بَلَدِ الشِّرْكِ إِلَى بَلَدِ الإِسْلامِ. وَالْهِجْرَةُ فَرِيضَةٌ عَلَى هَذِهِ الأُمَّةِ مِنْ بَلَدِ الشِّرْكِ إِلَى بلد الإِسْلامِ، وَهِيَ بَاقِيَةٌ إِلَى أَنْ تَقُومَ السَّاعَةُ، وَالدَّلِيلُ قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿إِنَّ الَّذِينَ تَوَفَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ ظَالِمِي أَنْفُسِهِمْ قَالُوا فِيمَ كُنْتُمْ قَالُوا كُنَّا مُسْتَضْعَفِينَ فِي الْأَرْضِ قَالُوا أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُوا فِيهَا فَأُولَئِكَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَسَاءَتْ مَصِيرًا . إِلَّا الْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ وَالْوِلْدَانِ لَا يَسْتَطِيعُونَ حِيلَةً وَلَا يَهْتَدُونَ سَبِيلًا، فَأُولَئِكَ عَسَى اللَّهُ أَنْ يَعْفُوَ عَنْهُمْ وَكَانَ اللَّهُ عَفُوًّا غَفُورًا﴾. وَقَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ أَرْضِي وَاسِعَةٌ فَإِيَّايَ فَاعْبُدُونِ﴾. قَالَ الْبُغَوِيُّ ـ رَحِمَهُ اللهُ: نزلت هَذِهِ الآيَةُ فِي المُسْلِمِينَ الَّذِينَ بِمَكَّةَ ولَمْ يُهَاجِرُوا، نَادَاهُمُ اللهُ بِاسْمِ الإِيمَانِ. وَالدَّلِيلُ عَلَى الْهِجْرَةِ مِنَ السُّنَّةِ: قَوْلُهُ ـ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “لا تَنْقَطِعُ الْهِجْرَةُ حَتَّى تَنْقَطِعَ التَّوْبَةُ، وَلا تَنْقَطِعُ التَّوْبَةُ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا”.
“Rasulullah ﷺ berdakwah selama 10 tahun untuk mengajak kepada tauhid. Setelah 10 tahun kenabian, beliau dinaikkan ke langit dan mendapatkan kewajiban salat lima waktu. Beliau ﷺ salat di Makkah selama 3 tahun, setelah itu diperintah hijrah ke Madinah. Hijrah adalah berpindah dari negeri kesyirikan ke negeri Islam. Hijrah diwajibkan atas umat ini dari negeri kesyirikan menuju negeri Islam. Hal ini terus berlaku hingga terjadinya Kiamat. Dalilnya adalah firman Allah ﷻ,
“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya: ‘Bagaimana keadaan kalian dulu?’ Mereka menjawab: ‘Kami dulu adalah orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah).’ Para malaikat berkata: ‘Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?’ Orang-orang itu tempatnya di neraka Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali, kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau wanita atau pun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah). Mereka itu, mudah-mudahan Allah memaafkannya. Dan adalah Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.” (QS. An-Nisa: 97-99)
Juga firman-Nya,
“Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, sesungguhnya bumi-Ku luas, maka sembahlah Aku saja.” (QS. Al-Ankabut: 56)
Imam al-Baghawi rahimahullah berkata,
“Sebab turunnya ayat ini mengenai kaum muslimin yang tinggal di Makkah yang belum berhijrah. Allah memanggil mereka dengan sebutan keimanan.”
Dalil hijrah dari as-Sunnah adalah sabda Nabi Muhammad ﷺ,
“Hijrah tidak akan terputus hingga tobat terputus dan tobat tidak akan terputus kecuali matahari terbit dari barat.”
Syarah
Pada pembahasan ini, Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah membahas permasalahan tentang hijrah. Hijrah ada dua model:
Pertama: Hijrah tempat, yaitu hijrah dari negeri musyrik ke negeri Islam.
Dalil-dalilnya sebagaimana yang telah disebutkan oleh Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah sebelumnya. Di dalamnya disebutkan bahwa Allah ﷻ mencela orang-orang yang tidak berhijrah padahal mereka mampu dan bumi Allah ﷻ luas. Juga Allah ﷻ menyebutkan bahwa mereka dimasukkan ke dalam neraka.
Negeri musyrik adalah yang tidak didapati di dalamnya syiar-syiar Islam secara menyeluruh. Negeri yang didapati di dalamnya sebagian kecil syiar Islam namun tidak menyeluruh maka negeri tersebut tetap dikatakan sebagai negeri musyrik.
Negeri Islam adalah yang didapati di dalamnya syiar-syiar Islam secara menyeluruh. Contoh-contoh syiar Islam adalah azan, masjid, salat Jumat, salat ‘ied, dan lainnya.
Ini adalah definisi yang disampaikan oleh para ulama. Oleh karenanya Nabi Muhammad ﷺ jika ingin menyerang suatu negeri, maka beliau terlebih dahulu melihat apakah ada azan yang dikumandangkan di negeri tersebut atau tidak. Jika terdengar azan dikumandangkan maka beliau tidak menyerangnya.
Jika kita melihat definisi ini maka negara Indonesia termasuk negara Islam. Hal ini dikarenakan syiar Islam tersebar meskipun hukum syariat yang berlaku di Indonesia masih tercampur dengan hukum karangan manusia. Akan tetapi jika kita tinjau dari syiar Islam yang bebas dikerjakan maka kita dapati Indonesia adalah negara Islam. Berbeda dengan sebagian negara seperti Singapura, Amerika, Britania, Inggris, Australia, atau Perancis maka kita dapati kaum muslimin tidak bebas dalam beribadah, yang tersebar di negeri mereka adalah syiar-syiar kesyirikan.
Apa hikmah seseorang hijrah dari negeri musyrik ke negeri Islam? Allah ﷻ berfirman,
﴿ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ أَرْضِي وَاسِعَةٌ فَإِيَّايَ فَاعْبُدُونِ ﴾
“Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, sesungguhnya bumi-Ku luas, maka sembahlah Aku saja.” (QS. Al-Ankabut: 56)
Orang yang tinggal di negeri musyrik maka akan sulit untuk beribadah kepada Allah ﷻ. Berhijrah dari negeri musyrik menuju ke negeri Islam hukumnya berlaku hingga hari kiamat.
Pada asalnya seseorang dilarang untuk tinggal di negeri kafir, Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
أَنَا بَرِيءٌ مِنْ كُلِّ مُسْلِمٍ يُقِيمُ بَيْنَ أَظْهُرِ الْمُشْرِكِينَ
“Aku berlepas diri dari setiap muslim yang tinggal di tengah orang-orang musyrik.” ([6])
Hal ini dikarenakan orang yang tinggal di negeri musyrik akan kesulitan untuk menjalankan syariat. Dia juga tidak akan bisa tenang dengan melihat pemandangan kesyirikan atau aurat yang terbuka yang tersebar di mana-mana. Walaupun dia bisa merasa aman, akan tetapi apakah anaknya bisa aman? Penulis memiliki seorang kawan yang tinggal di negeri musyrik, dan dia memiliki seorang anak lelaki setingkat SMU yang selalu diejek oleh teman-temannya karena hanya dia satu-satunya yang belum pernah melakukan zina.
Seseorang boleh tinggal di negeri kafir dengan beberapa persyaratan:
Pertama : Yang paling utama adalah dia bisa menjalankan syariat Islam.
Jika seseorang tinggal di negeri kafir dan tidak bisa menjalankan syariatnya maka wajib baginya untuk berhijrah. Jika dia tetap tinggal di negeri musyrik sedangkan dia tidak bisa menjalankan syariat maka hukumnya dosa besar. Allah ﷻ berfirman,
﴿ إِنَّ الَّذِينَ تَوَفَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ ظَالِمِي أَنْفُسِهِمْ قَالُوا فِيمَ كُنْتُمْ قَالُوا كُنَّا مُسْتَضْعَفِينَ فِي الْأَرْضِ قَالُوا أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُوا فِيهَا فَأُولَئِكَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَسَاءَتْ مَصِيرًا ﴾
“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya: ‘Bagaimana keadaan kalian dulu?’ Mereka menjawab: ‘Kami dulu adalah orang-orang yang tertindas di negeri.’ Para malaikat berkata: ‘Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?’ Orang-orang itu tempatnya di neraka Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. An-Nisa: 97)
Dahulu para sahabat tidak bisa ibadah di Makkah dan mereka diintimidasi, maka mereka pun berhijrah ke negeri Habasyah agar bisa beribadah kepada Allah ﷻ.
Kedua : Dia memiliki ilmu dan iman yang cukup untuk membantah berbagai macam syubhat dan menyelamatkan dirinya dari syahwat.
Banyak orang yang tidak memiliki kekuatan ilmu dan iman pergi ke negeri kafir kemudian menjadi liberal. Juga banyak para wanita yang tidak membuka auratnya di negeri-negeri kafir.
Ketiga : Dia memiliki kebutuhan di negeri musyrik tersebut, seperti belajar, berobat, berdakwah, sebagai utusan negara, atau lainnya.
Jika tidak bisa memenuhi persyaratan ini, maka hendaknya dia tetap tinggal di negeri Islam.
Dari sini kita mengetahui seperti apa negeri Islam dan negeri kafir. Anehnya, kita dapati sekelompok jihadis seperti Jamaah Islamiah yang berhijrah dari Indonesia ke Australia. Bagaimana bisa mereka berhijrah dari negeri Islam menuju negeri kafir? Hijrah model apa yang mereka lakukan? Karena yang benar berhijrah dari negeri kafir menuju negeri Islam.
Inilah yang berkaitan dengan hijrah tempat, dan ini berlaku hingga hari kiamat. Jika Anda tidak bisa beribadah di suatu tempat maka hendaknya berhijrah sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian saudara-saudara kita yang berhijrah dari Rohingya ke negara-negara Islam. Atau juga seperti Dr. Dzakir Naik yang meninggalkan negaranya India ke Malaysia. Hal ini dikarenakan kondisi kaum muslimin yang minoritas selalu diintimidasi di negeri-negeri kafir, sedangkan orang -orang kafir yang minoritas di negeri Islam mereka aman.
Kedua: Hijrah maknawi, yaitu hijrah dari kemaksiatan kepada ketaatan.
Dalilnya adalah sabda Rasulullah ﷺ,
وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ
“Orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan apa yang Allah ﷻ larang” ([7])
Contohnya hijrah dari memakan harta riba, dari mendengar musik, dan lainnya.
Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berkata,
فَلَمَّا اسْتَقَرَّ فِي الْمَدِينَةِ أُمِرَ بِبَقِيَّةِ شَرَائِعِ الإِسْلامِ، مِثلِ: الزَّكَاةِ، وَالصَّوْمِ، وَالْحَجِّ، وَالأَذَانِ، وَالْجِهَادِ، وَالأَمْرِ بِالْمَعْرُوفِ وَالنَّهْيِ عَنِ الْمُنْكَرِ، وَغَيْرِ ذَلِكَ مِنْ شَرَائِعِ الإِسْلامِ، أَخَذَ عَلَى هَذَا عَشْرَ سِنِينَ، وَتُوُفِّيَ ـ صَلواتُ اللهِ وَسَلامُهُ عَلَيْهِ. وَدِينُهُ بَاقٍ. وَهَذَا دِينُهُ، لا خَيْرَ إِلا دَلَّ الأُمَّةَ عَلَيْهِ، وَلا شَرَّ إِلا حَذَّرَهَا مِنْهُ، وَالْخَيْرُ الَّذِي دَلَّهَا عَلَيْهِ التَّوْحِيدُ، وَجَمِيعُ مَا يُحِبُّهُ اللهُ وَيَرْضَاهُ، وَالشَّرُ الَّذِي حَذَّرَهَا مِنْهُ الشِّرْكُ، وَجَمِيعُ مَا يَكْرَهُ اللهُ وَيَأْبَاهُ. بَعَثَهُ اللهُ إِلَى النَّاسِ كَافَّةً، وَافْتَرَضَ طَاعَتَهُ عَلَى جَمِيعِ الثَّقَلَيْنِ الْجِنِّ وَالإِنْسِ؛ وَالدَّلِيلُ قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا﴾. وَكَمَّلَ اللهُ بِهِ الدِّينَ؛ وَالدَّلِيلُ قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِينًا﴾
“Ketika Nabi ﷺ menetap di Madinah, beliau ﷺ diperintahkan untuk menjalankan syariat-syariat Islam yang lain, seperti zakat, puasa, haji, jihad, azan, amar makruf, nahi mungkar, dan syariat-syariat Islam yang lainnya.
Ini berlangsung selama 10 tahun dan setelah itu Nabi ﷺ wafat. Dan agamanya tetap ada. Inilah agamanya, tidak ada kebaikan melainkan beliau ﷺ telah menunjukkannya kepada umatnya dan tidak ada keburukan melainkan beliau ﷺ telah memperingatkannya kepada umatnya. Kebaikan yang ditunjukkan oleh Nabi ﷺ adalah tauhid dan segala perkara yang Allah ﷻ cintai dan ridai. Dan keburukan yang Rasulullah ﷺ peringatkan adalah kesyirikan dan seluruh yang dibenci dan tidak disukai Allah ﷻ. Allah ﷻ mengutus beliau kepada seluruh manusia dan mewajibkan seluruh jin dan manusia untuk menaatinya. Dalilnya adalah firman Allah ﷻ berfirman,
“Katakanlah: Wahai sekalian manusia! Aku adalah utusan Allah kepada kalian seluruhnya.” (QS. Al-A’raf: 158)
Dengan diutusnya beliau ﷺ, Allah menyempurnakan agama. Dalilnya adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala:
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan agama bagimu dan telah Ku-cukupkan nikmat-Ku padamu serta telah Aku ridai Islam sebagai agamamu.” [QS. Al-Ma`idah [5]: 3]
Syarah
Terdapat perbedaan pendapat berkaitan dengan syariat zakat. Ada yang mengatakan bahwa dia telah diwajibkan sejak di Makkah, akan tetapi perinciannya dijelaskan setelah berada di Madinah.
Setelah Rasulullah ﷺ berdakwah selama sepuluh tahun di Madinah, lalu beliau ﷺ meninggal dunia. Rasulullah ﷺ meninggal pada hari Senin 12 Rabiul Awal tahun 11 H. Hari kelahiran beliau diperselisihkan, adapun wafatnya maka kebanyakan para ulama sepakat akan tanggalnya. Hal ini dikarenakan ketika Rasulullah ﷺ lahir tidak banyak yang mengenalnya, berbeda ketika beliau ﷺ wafat maka banyak yang mengenalnya sebagai seorang nabi. Sehingga semua mengetahui tanggal wafatnya.
Terlalu banyak dalil yang menunjukkan bahwa Allah ﷻ mengutus Rasulullah ﷺ kepada seluruh manusia dan jin. Allah ﷻ berfirman,
﴿ قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا ﴾
“Katakanlah: Wahai sekalian manusia! Aku adalah utusan Allah kepada kalian seluruhnya.” (QS. Al-A’raf: 158)
Juga firman Allah ﷻ,
﴿ وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ ﴾
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al-Anbiya: 107)
Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
وَكَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ عَامَّةً
“Dahulu seorang nabi diutus kepada kaumnya secara khusus, sedangkan aku diutus kepada manusia secara umum.” ([8])
Rasulullah ﷺ juga diutus kepada kaum jin, Allah ﷻ berfirman,
﴿وَإِذْ صَرَفْنَا إِلَيْكَ نَفَرًا مِنَ الْجِنِّ يَسْتَمِعُونَ الْقُرْآنَ فَلَمَّا حَضَرُوهُ قَالُوا أَنْصِتُوا فَلَمَّا قُضِيَ وَلَّوْا إِلَى قَوْمِهِمْ مُنْذِرِيْنَ، قَالُوا يَا قَوْمَنَا إِنَّا سَمِعْنَا كِتَابًا أُنْزِلَ مِنْ بَعْدِ مُوسَى مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ يَهْدِي إِلَى الْحَقِّ وَإِلَى طَرِيقٍ مُسْتَقِيمٍ﴾
“Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan Al Quran, maka tatkala mereka menghadiri pembacaan(nya) lalu mereka berkata: “Diamlah kamu (untuk mendengarkannya)”. Ketika pembacaan telah selesai mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan. Mereka berkata: “Hai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (Al Quran) yang telah diturunkan sesudah Musa yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus.” (QS. Al-Ahqaf: 29-30)
Agama Islam adalah agama yang terakhir dan Nabi Muhammad ﷺ adalah nabi yang terakhir. Konsekuensi dari nabi terakhir adalah agamanya harus sempurna, tidak akan ada lagi datang agama berikutnya yang menyempurnakannya. Agama sebelumnya tidak sempurna maka tidak masalah, karena akan ada agama berikutnya yang akan menyempurnakannya. Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
إِنَّ مَثَلِي وَمَثَلَ الأَنْبِيَاءِ مِنْ قَبْلِي، كَمَثَلِ رَجُلٍ بَنَى بَيْتًا فَأَحْسَنَهُ وَأَجْمَلَهُ، إِلَّا مَوْضِعَ لَبِنَةٍ مِنْ زَاوِيَةٍ، فَجَعَلَ النَّاسُ يَطُوفُونَ بِهِ، وَيَعْجَبُونَ لَهُ، وَيَقُولُونَ هَلَّا وُضِعَتْ هَذِهِ اللَّبِنَةُ؟ قَالَ: فَأَنَا اللَّبِنَةُ وَأَنَا خَاتِمُ النَّبِيِّينَ “
“Sesungguhnya perumpamaanku dan perumpamaan nabi-nabi sebelumku seperti seseorang yang membangun suatu rumah lalu dia membaguskannya dan memperindahnya kecuali tempat satu labinah (batu bata) yang berada di pojok rumah tersebut yang belum terpasang, lalu manusia mengelilinginya dan mereka terkagum-kagum dengannya sambil berkata: Alangkah baiknya jika labinah (batu bata) ini diletakkan (di tempatnya). Beliau bersabda: Maka akulah labinah (batu bata) tersebut dan aku adalah penutup para Nabi.” ([9])
Jadi, dengan diutusnya Nabi Muhammad ﷺ maka telah sempurnalah agama ini, dan tidak lagi memerlukan kepada nabi baru untuk menyempurnakan agama ini.
Berbeda dengan orang-orang liberal yang mengatakan bahwa teks Al-Qur’an dan hadis hanya relevan untuk 1400 tahun yang lalu. Adapun sekarang, kita harus berijtihad untuk membuat hukum-hukum baru yang relevan dengan kondisi masyarakat. Maka kita katakan bahwa jika Islam tidak butuh kepada nabi baru maka terlebih lagi kepada orang-orang liberal. Lebih dari itu Nabi Isa ‘alaihissalam ketika turun di akhir zaman akan menjalankan syariat Nabi Muhammad ﷺ.
Di antara konsekuensi Nabi Muhammad ﷺ menjadi nabi yang terakhir adalah beliau harus diutus kepada seluruh umat manusia. Jika Rasulullah ﷺ hanya diutus kepada sebagian manusia maka ini mengharuskan sebagiannya lagi butuh kepada nabi yang lain.
Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berkata,
وَالدَّلِيلُ عَلَى مَوْتِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿إِنَّكَ مَيِّتٌ وَإِنَّهُم مَّيِّتُونَ، ثُمَّ إِنَّكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عِندَ رَبِّكُمْ تَخْتَصِمُونَ﴾
Dalil atas kematian Nabi ﷺ adalah firman Allah ﷻ,
“Sesungguhnya engkau akan mati dan sesungguhnya mereka juga akan mati. Kemudian, benar-benar kalian pada hari Kiamat berbantah-bantahan di sisi Tuhanmu.” (QS. Az-Zumar: 30-31)
Syarah
Dalam ayat ini Allah ﷻ menyamakan kematian Nabi Muhammad ﷺ dengan kematian orang-orang musyrikin, yaitu dari sisi sama-sama akan meninggal maka tidak ada beda antara Nabi dan kaum musyrikin. Akan tetapi, tentu akan ada perbedaan ketika kondisi akan meninggal, apalagi selanjutnya di alam barzakh dan di hari kebangkitan.
Kita harus tahu, bahwasanya Rasulullah ﷺ meninggal sebagaimana nabi-nabi sebelumnya. Allah ﷻ berfirman,
﴿وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ وَمَنْ يَنْقَلِبْ عَلَى عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَضُرَّ اللَّهَ شَيْئًا وَسَيَجْزِي اللَّهُ الشَّاكِرِينَ﴾
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah Jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barang siapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudarat kepada Allah sedikit pun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS. Ali Imran: 144)
Ketika Rasulullah ﷺ meninggal dunia, Umar bin al-Khatthab tidak terima. Dia mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ hanya pergi sebentar dan akan kembali. Dia menantang berduel dengan orang yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ meninggal. Saat itu semua sahabat tidak ada yang berani untuk berbicara dengan Umar, hingga datanglah Abu Bakar dan berkata,
مَنْ كَانَ يَعْبُدُ اللَّهَ فَإِنَّ اللَّهَ حَيٌّ لَمْ يَمُتْ، وَمَنْ كَانَ يَعْبُدُ مُحَمَّدًا فَإِنَّ مُحَمَّدًا قَدْ مَاتَ {وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ، أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ، وَمَنْ يَنْقَلِبْ عَلَى عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَضُرَّ اللَّهَ شَيْئًا، وَسَيَجْزِي اللَّهُ الشَّاكِرِينَ} قَالَ عُمَرُ: فَلَكَأَنِّي لَمْ أَقْرَأْهَا إِلَّا يَوْمَئِذٍ
“Barang siapa yang menyembah Allah maka sesungguhnya Allah ﷻ Maha Hidup tidak mati, dan barang siapa yang menyembah Muhammad maka sesungguhnya Muhammad telah meninggal, {Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah Jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barang siapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudarat kepada Allah sedikit pun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur}. “Umar pun berkata, ‘Sungguh, seakan-akan aku belum pernah membaca ayat ini kecuali hari ini.” ([10])
Padahal ayat ini telah mereka hafal, akan tetapi dalam kondisi terguncang saat itu, membuat mereka lupa. Abu Bakar radhiallahu ‘anhu dengan tegar mengingatkan mereka bahwasanya Rasulullah ﷺ telah meninggal dunia.
Tentunya Rasulullah ﷺ di alam barzakh hidup dengan kehidupan yang khusus sebagaimana para syuhada, Allah ﷻ berfirman,
﴿ وَلَا تَقُولُوا لِمَنْ يُقْتَلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتٌ بَلْ أَحْيَاءٌ وَلَكِنْ لَا تَشْعُرُونَ ﴾
“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.” (QS. Al-Baqarah: 154)
Dalam ayat yang lain Allah ﷻ berfirman,
﴿ وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ ﴾
“Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezeki.” (QS. Ali Imran: 169)
Akan tetapi kehidupan mereka di alam barzakh tidak seperti kehidupan mereka di atas muka bumi. Oleh karenanya hukum-hukum yang berkaitan dengan kematian berlaku kepada mereka.
Contohnya para istri mereka yang telah menjadi janda boleh dinikahi. Hal ini dikarenakan suami mereka telah meninggal, seandainya mereka masih hidup di dunia maka tentunya tidak boleh istrinya dinikahi.
Contoh lainnya adalah hartanya diwariskan. Seandainya dia masih hidup di dunia maka tentu tidak boleh hartanya untuk diwariskan.
Semua ini menunjukkan bahwa kehidupan mereka di alam barzakh berbeda dengan kehidupan mereka di dunia. Oleh karenanya tidak boleh menganalogikan bahwa kehidupan di alam barzakh sama dengan kehidupan di dunia. Sehingga sebagian orang meminta tolong, berdoa, dan lainnya kepada para mayat.
Inilah yang dipahami oleh para sahabat, bahwa Rasulullah ﷺ telah meninggal. Seandainya Rasulullah ﷺ masih hidup maka tentunya para sahabat tidak perlu bersedih ketika beliau meninggal. Jika Rasulullah ﷺ masih hidup sebagaimana persangkaan sebagian orang, maka tentunya para sahabat akan langsung bertanya kepada Rasulullah ﷺ jika ada permasalahan besar seperti perang saudara yang terjadi setelah beliau ﷺ wafat. Akan tetapi tidak didapati seorang pun yang datang ke kuburan Rasulullah ﷺ untuk meminta solusi terhadap permasalahan yang sedang mereka hadapi.
Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berkata :
وَالنَّاسُ إِذَا مَاتُواْ يُبْعَثُونَ؛ وَالدَّلِيلُ قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿مِنْهَا خَلَقْنَاكُمْ وَفِيهَا نُعِيدُكُمْ وَمِنْهَا نُخْرِجُكُمْ تَارَةً أُخْرَى﴾. وقَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿وَاللَّهُ أَنبَتَكُم مِّنَ الأَرْضِ نَبَاتًا، ثُمَّ يُعِيدُكُمْ فِيهَا وَيُخْرِجُكُمْ إِخْرَاجًا﴾. وَبَعْدَ الْبَعْثِ مُحَاسَبُونَ وَمَجْزِيُّونَ بِأَعْمَالِهِمْ، وَالدَّلِيلُ قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿وَلِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ لِيَجْزِيَ الَّذِينَ أَسَاؤُوا بِمَا عَمِلُوا وَيَجْزِيَ الَّذِينَ أَحْسَنُوا بِالْحُسْنَى﴾. وَمَنْ كَذَّبَ بِالْبَعْثِ كَفَرَ، وَالدَّلِيلُ قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿زَعَمَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَن لَّن يُبْعَثُوا قُلْ بَلَى وَرَبِّي لَتُبْعَثُنَّ ثُمَّ لَتُنَبَّؤُنَّ بِمَا عَمِلْتُمْ وَذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ﴾.
“Apabila manusia meninggal, mereka akan dibangkitkan kembali. Dalilnya adalah firman Allah ﷻ,
“Dari tanah itulah Kami menciptakan kamu dan kepadanya Kami akan mengembalikan kamu dan darinya Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain.” [QS. Thaha [20]: 55]
Dan juga firman Allah ﷻ,
“Dan Allah menumbuhkan kamu dari tanah dengan sebaik-baiknya, kemudian Dia mengembalikan kamu ke dalam tanah dan mengeluarkan kamu dengan sebenar-benarnya.” (QS. Nuh: 17-18)
Setelah kebangkitan, mereka dihisab dan dibalas amal-perbuatannya. Dalilnya adalah firman Allah ﷻ,
“Supaya Dia memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat terhadap apa yang telah mereka kerjakan dan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan pahala yang lebih baik (surga).” (QS. An-Najm: 31)
Barang siapa yang mendustakannya, maka dia kafir. Dalilnya adalah firman Allah ﷻ,
“Orang-orang yang kafir mengatakan bahwa mereka sekali-kali tidak akan dibangkitkan. Katakanlah: ‘Tidak demikian, demi Tuhanku, benar-benar kamu akan dibangkitkan, kemudian akan diberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.’ Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. At-Taghabun: 7)
Syarah
Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah menyebutkan tentang hari kebangkitan, lalu beliau menyebutkan beberapa dalil.
Sesungguhnya al-Qurán menyebutkan banyak sisi pendalilan yang menunjukan bahwa adanya hari kebangkitan adalah perkara yang sangat mungkin bahkan pasti terjadi, di antaranya:
Pertama: Allah ﷻ yang pertama kali menciptakan, maka untuk mengulangi lebih mudah.
Allah ﷻ berfirman,
﴿ وَضَرَبَ لَنَا مَثَلًا وَنَسِيَ خَلْقَهُ قَالَ مَنْ يُحْيِ الْعِظَامَ وَهِيَ رَمِيمٌ . قُلْ يُحْيِيهَا الَّذِي أَنْشَأَهَا أَوَّلَ مَرَّةٍ وَهُوَ بِكُلِّ خَلْقٍ عَلِيمٌ ﴾
“Dan ia membuat perumpamaan bagi Kami; dan dia lupa kepada kejadiannya; ia berkata: “Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur luluh?” Katakanlah: “Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali yang pertama. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk.” (QS. Yasin: 78-79)
Jika Allah ﷻ yang menciptakan manusia pertama kali, maka untuk menciptakannya untuk kedua kali lebih mudah. Bukankan pengulangan menurut pandangan kita lebih mudah daripada permulaan. Bagi Allah ﷻ permulaan dan pengulangan sama-sama sangat mudah, Allah ﷻ berfirman,
﴿ وَهُوَ الَّذِي يَبْدَأُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ وَهُوَ أَهْوَنُ عَلَيْهِ ﴾
“Dan Dialah yang menciptakan (manusia) dari permulaan, kemudian mengembalikan (menghidupkan)nya kembali, dan menghidupkan kembali itu adalah lebih mudah bagi-Nya.” (QS. Ar-Rum: 27)
Kedua: Jika kebangkitan adalah proses yang baru maka hal ini tetap mudah bagi Allah ﷻ. Hal ini dikarenakan banyak hal yang lebih hebat yang Allah ﷻ ciptakan dari penciptaan manusia. Allah ﷻ berfirman,
﴿ لَخَلْقُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ أَكْبَرُ مِنْ خَلْقِ النَّاسِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ﴾
“Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi lebih besar daripada penciptaan manusia akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (AL-Mu’min: 57)
Jika Allah ﷻ mampu menciptakan langit dan bumi dengan begitu hebat maka menciptakan kembali manusia sangat mudah.
Ketiga: Allah ﷻ memberikan contoh di dunia orang-orang yang Allah ﷻ matikan kemudian Allah ﷻ hidupkan kembali. Allah ﷻ berfirman,
﴿أَوْ كَالَّذِي مَرَّ عَلَى قَرْيَةٍ وَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَى عُرُوشِهَا قَالَ أَنَّى يُحْيِي هَذِهِ اللَّهُ بَعْدَ مَوْتِهَا فَأَمَاتَهُ اللَّهُ مِائَةَ عَامٍ ثُمَّ بَعَثَهُ قَالَ كَمْ لَبِثْتَ قَالَ لَبِثْتُ يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ قَالَ بَلْ لَبِثْتَ مِائَةَ عَامٍ فَانْظُرْ إِلَى طَعَامِكَ وَشَرَابِكَ لَمْ يَتَسَنَّهْ وَانْظُرْ إِلَى حِمَارِكَ وَلِنَجْعَلَكَ آيَةً لِلنَّاسِ وَانْظُرْ إِلَى الْعِظَامِ كَيْفَ نُنْشِزُهَا ثُمَّ نَكْسُوهَا لَحْمًا فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ قَالَ أَعْلَمُ أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ﴾
“Atau apakah (kamu tidak memperhatikan) orang yang melalui suatu negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya. Dia berkata: “Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah hancur?” Maka Allah mematikan orang itu seratus tahun, kemudian menghidupkannya kembali. Allah bertanya: “Berapakah lamanya kamu tinggal di sini?” Ia menjawab: “Saya tinggal di sini sehari atau setengah hari”. Allah berfirman: “Sebenarnya kamu telah tinggal di sini seratus tahun lamanya; lihatlah kepada makanan dan minumanmu yang belum lagi berubah; dan lihatlah kepada keledai kamu (yang telah menjadi tulang belulang); Kami akan menjadikan kamu tanda kekuasaan Kami bagi manusia; dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu, kemudian Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging”. Maka tatkala telah nyata kepadanya (bagaimana Allah menghidupkan yang telah mati) dia pun berkata: “Saya yakin bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.” (QS. Al-Baqarah: 259)
Contoh lainnya adalah kisah ashab al-kahfi yang tertidur selama 300 tahun kemudian Allah ﷻ bangkitkan mereka kembali. Seharusnya dengan waktu 300 tahu bisa membuat tubuh mereka hancur lebur, akan tetapi Allah ﷻ bisa membangunkan mereka kembali dalam kondisi normal.
Contoh berikutnya adalah orang yang pernah mati di zaman Nabi Musa ‘alaihissalam yang kemudian hidup kembali setelah dipukulkan dengan salah satu bagian dari sapi.
Keempat: Konsekuensi logika menunjukkan bahwasanya kita harus dibangkitkan untuk dimintai pertanggungjawaban.
Jika seorang direktur mendapati anak buahnya bertengkar atau berbuat zalim namun direktur hanya diam saja, maka kita katakan orang tersebut tidak pantas untuk menjadi direktur. Hal ini dikarenakan dia hanya diam saja melihat anak buahnya bertengkar atau berbuat zalim. Maka terlebih lagi Allah ﷻ Rabbul ‘alamin, yang Dia telah menciptakan manusia di mana mereka banyak melakukan kerusakan, kezaliman, berdusta, dan lainnya. Maka tidak mungkin Allah ﷻ akan membiarkan begitu saja semua itu. Sungguh tidak pantas jika ada Tuhan yang membiarkan segala kerusakan yang terjadi. Logika kita mengatakan bahwa antara orang yang menzalimi dan dizalimi harus dibangkitkan untuk diadili dan dimintai pertanggung jawaban.
Semua ini contoh yang menunjukkan bahwasanya Allah ﷻ mampu untuk menghidupkan kembali.
Oleh karenanya orang-orang yang menolak hari kebangkitan adalah orang-orang kafir. Allah ﷻ berfirman,
﴿ زَعَمَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنْ لَنْ يُبْعَثُوا قُلْ بَلَى وَرَبِّي لَتُبْعَثُنَّ ثُمَّ لَتُنَبَّؤُنَّ بِمَا عَمِلْتُمْ وَذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ ﴾
“Orang-orang yang kafir mengatakan bahwa mereka sekali-kali tidak akan dibangkitkan. Katakanlah: ‘Tidak demikian, demi Tuhanku, benar-benar kamu akan dibangkitkan, kemudian akan diberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.’ Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. At-Taghabun: 7)
Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berkata,
وَأَرْسَلَ اللهُ جَمِيعَ الرُّسُلِ مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ؛ وَالدَّلِيلُ قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿رُسُلًا مُّبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ لِئَلاَّ يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللّهِ حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُلِ﴾. وَأَّولُهُمْ نُوحٌ عَلَيْهِ السَّلامُ، وَآخِرُهُمْ مُحَمَّدٌ ـ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ـ وَهُوَ خَاتَمُ النَّبِيِّينَ؛ وَالدَّلِيلُ عَلَى أَنَّ أَوَّلَهُمْ نُوحٌ قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿إِنَّا أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ كَمَا أَوْحَيْنَا إِلَى نُوحٍ وَالنَّبِيِّينَ مِن بَعْدِهِ﴾. وَكُلُّ أُمَّةٍ بَعَثَ اللهُ إِلَيْهِا رَسُولًا مِنْ نُوحٍ إِلَى مُحَمَّدٍ ـ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ـ يَأْمُرُهُمْ بِعِبَادَةِ اللهِ وَحْدَهُ، وَيَنْهَاهُمْ عَنْ عِبَادَةِ الطَّاغُوتِ؛ وَالدَّلِيلُ قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولًا أَنِ اعْبُدُواْ اللّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ﴾. وَافْتَرَضَ اللهُ عَلَى جَمِيعِ الْعِبَادِ الْكُفْرَ بِالطَّاغُوتِ وَالإِيمَانَ بِاللهِ.
قَالَ ابْنُ الْقَيِّمِ ـ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى: مَعْنَى الطَّاغُوتِ مَا تَجَاوَزَ بِهِ الْعَبْدُ حَدَّهُ مِنْ مَعْبُودٍ أَوْ مَتْبُوعٍ أَوْ مُطَاعٍ. وَالطَّوَاغِيتُ كَثِيرُونَ وَرُؤُوسُهُمْ خَمْسَةٌ: إِبْلِيسُ لَعَنَهُ اللهُ، وَمَنْ عُبِدَ وَهُوَ رَاضٍ، وَمَنْ دَعَا النَّاسَ إِلَى عِبَادَةِ نَفْسِهِ، وَمَنْ ادَّعَى شَيْئًا مِنْ عِلْمِ الْغَيْبِ، وَمَنْ حَكَمَ بِغَيْرِ مَا أَنْزَلَ اللهُ؛ وَالدَّلِيلُ قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿لاَ إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَد تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِن بِاللّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىَ لاَ انفِصَامَ لَهَا وَاللّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ﴾. وَهَذَا هُوَ مَعْنَى لا اله إِلا اللهُ، وَفِي الْحَدِيثِ: “رَأْسُ الأَمْرِ الإِسْلامِ، وَعَمُودُهُ الصَّلاةُ، وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللهِ”.
“Allah mengutus seluruh rasul sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan. Dalilnya adalah firman Allah ﷻ,
“(Mereka kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu.” (QS. An-Nisa: 165)
Rasul yang pertama adalah Nuh ‘alaihissalam dan rasul yang terakhir adalah Muhammad ﷺ, dan dia adalah penutup para nabi. Dalil bahwa rasul yang pertama adalah Nuh alaihis salam adalah,
“Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh.” (QS. An-Nisa: 163)
Allah ﷻ mengutus kepada setiap umat seorang rasul dari Nuh hingga Muhammad ﷺ memerintahkan mereka untuk menyembah hanya kepada Allah semata dan melarang mereka menyembah tagut. Dalilnya adalah firman Allah ﷻ,
“Dan sungguh telah Kami utus pada setiap umat seorang rasul (untuk menyeru), ‘Sembahlah Allah saja dan jauhilah tagut.’” (QS. An-Nahl: 36)
Allah ﷻ mewajibkan kepada seluruh hamba agar mengingkari tagut dan mengimani Allah. Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
“Tagut adalah setiap yang disembah, diikuti, dan ditaati secara melampaui batas oleh hamba.”
Tagut ada banyak dan pimpinannya ada lima: (1) Iblis (semoga Allah melaknatnya), (2) seseorang yang rida disembah, (3) seseorang yang mengajak manusia agar menyembahnya, (4) seseorang yang mengaku mengetahui ilmu gaib, dan (5) seseorang yang berhukum dengan selain hukum yang Allah turunkan.”
Dalilnya adalah firman Allah ﷻ,
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam). Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat. Karena itu, barang siapa yang ingkar kepada tagut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat.” (QS. Al-Baqarah: 256)
Inilah makna لَا إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ. Dalam sebuah hadis Nabi ﷺ bersabda,
“Pangkal segala urusan adalah Islam, fondasinya adalah salat, dan puncaknya adalah jihad di jalan Allah.”
Syarah
Tugas para nabi adalah memberi kabar gembira bahwa orang yang beriman akan bahagia di dunia dan akhirat, dan memberi peringatan bahwa orang yang kufur akan sengsara di dunia dan akhirat. Diutusnya para rasul adalah sebagai hujah atas seluruh umat. Seandainya para rasul tidak diutus kepada mereka tentu mereka akan beralasan bahwa belum sampainya hujah kepada mereka. Dengan adanya para rasul maka hujah telah tegak atas mereka. Walaupun para rasul meninggal maka akan ada murid-muridnya yang akan mengemban tugas mereka.
Rasul pertama yang diutus adalah Nabi Nuh ‘alaihissalam. Hal ini sangat jelas sebagaimana disebutkan dalam hadis asy-syafaat al-‘uzhma pada hari kiamat kelak, orang-orang akan datang kepada Nabi Nuh ‘alaihissalam dan berkata,
يَا نُوحُ، أَنْتَ أَوَّلُ الرُّسُلِ إِلَى أَهْلِ الأَرْضِ
“Wahai Nuh, engkau adalah rasul pertama untuk penduduk bumi.” ([11])
Allah ﷻ menjelaskan bahwa dakwah para rasul adalah mengajak umat manusia untuk menyembah Allah ﷻ semata dan menjauhi tagut. Allah ﷻ berfirman,
﴿ وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ ﴾
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Tagut.’” (QS. An-Nahl: 36)
Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah menjelaskan bahwa tagut ada banyak, para pemimpinnya adalah:
Pertama: Iblis.
Iblis bisa disembah secara zatnya dan bisa juga disembah dengan cara menaati perintahnya.
Kedua: Yang disembah selain Allah ﷻ dan dia rida.
Jika ada seorang yang disembah namun dia tidak rida maka dia bukanlah tagut. Contohnya para nabi, malaikat, dan orang-orang saleh yang disembah namun mereka tidak rida.
Ketiga: Yang menyeru untuk menyembah dirinya seperti Firaun.
Keempat: Yang mengaku mengetahui ilmu gaib, seperti para dukun.
Kelima: Yang berhukum dengan selain hukum Allah ﷻ.
Berhukum dengan selain hukum Allah ﷻ pada asalnya hukumnya syirik kecil, namun jika dia meyakini bahwa hukum tersebut sebanding dengan hukum Allah ﷻ atau lebih baik dari hukum Allah ﷻ maka ini adalah syirik besar. Atau seseorang yang mengatakan bahwa dia berhak membuat hukum sebagaimana Allah ﷻ membuat hukum, maka dia telah kafir karena menempatkan dirinya setara dengan Allah ﷻ dalam membuat hukum. Allah ﷻ berfirman,
﴿إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ﴾
“Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah” (QS. Al-An’am: 57)
Inilah lima pemimpin tagut yang harus kita kufur kepadanya. Dalilnya adalah firman Allah ﷻ,
Allah ﷻ juga berfirman,
﴿فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى﴾
“Karena itu barang siapa yang ingkar kepada Tagut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat.” (QS. Al-Baqarah: 256)
Beriman kepada Allah ﷻ dan kufur kepada tagut adalah makna dari kalimat tauhid “laa ilaaha illallah”. Antara keduanya ada penetapan dan penafian. Menetapkan bahwa hanya Allah ﷻ yang berhak untuk disembah dan menafikan selain Allah ﷻ untuk disembah.
Artikel ini penggalan dari Buku Syarah Al Ushul Ats-Tsalatsah Karya Ustadz DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
_______________________
([3]) HR. Muslim 2276, Ahmad 16986 dan lainnya
([4]) Lihat: ar-Rahiq al-Makhtum karya Safiyurrahman al-Mubarakfury, hlm. 10-11
([5]) Lihat: al-Fishal fi al-Milal wa al-Ahwa’ wa an-Nihal 2/73
([6]) HR. Abu Daud No. 2645 dan Tirmizi No. 1604, dinyatakan sahih oleh al-Albani.