Meninggal Karena Virus Corona
Apakah orang yang wafat karena virus corona mati syahid?
Jawab :
Hadits-hadits menunjukan bahwa seseorang yang sabar ketika wafat akibat tho’un (الطَّاعُوْنُ) maka ia mati syahid. At-Thoún adalah salah satu bentuk wabah penyakit yang menimbulkan bengkak-bengkak dan luka serta darah ditubuh. An-Nawawi berkata :
وَأَمَّا الطَّاعُونُ فَهُوَ قُرُوحٌ تَخْرُجُ فِي الْجَسَدِ فَتَكُونُ فِي الْمَرَافِقِ أَوِ الْآبَاطِ أَوِ الْأَيْدِي أوالأصابع وَسَائِرِ الْبَدَنِ وَيَكُونُ مَعَهُ وَرَمٌ وَأَلَمٌ شَدِيدٌ وتخرج تلك القروح مع لهيب ويسود ماحواليه أَوْ يَخْضَرُّ أَوْ يَحْمَرُّ حُمْرَةً بَنَفْسَجِيَّةً كَدِرَةً وَيَحْصُلُ مَعَهُ خَفَقَانُ الْقَلْبِ وَالْقَيْءُ
“Adapun at-Tho’un maka ia adalah luka-luka yang muncul di tubuh, dan lokasinya di siku, di ketiak, tangan, jari, dan seluruh badan, disertai dengan bengkak dan sakit yang pedih. Luka-luka tersebut muncul bersama panas dan warna kehitaman di sekitar lokasi luka atau menghijau atau memerah keunguan yang kehitaman, dan disertai jantung yang berdebar dan muntah-muntah” (Al-Minhaaj Syarh Shahih Muslim 14/204)
Sekilas mirip dengan penyakit cacar yang ganas.
Adapun hadits-hadits tersebut diantaranya :
Sabda Nabi shallallahu álaihi wasallam :
وَالْمَطْعُونُ شَهِيدٌ
“Dan yang wafat karena tho’un syahid” (HR Al-Bukhari no 5733)
Nabi juga bersabda :
الطَّاعُونُ شَهَادَةٌ لِكُلِّ مُسْلِمٍ
“At-Tho’un adalah mati syahid bagi setiap muslim” (HR Al-Bukhari no 2830 dan Muslim no 1916)
Nabi juga bersabda ketika ditanya tentang Thoún :
«أَنَّهُ عَذَابٌ يَبْعَثُهُ اللَّهُ عَلَى مَنْ يَشَاءُ، وَأَنَّ اللَّهَ جَعَلَهُ رَحْمَةً لِلْمُؤْمِنِينَ، لَيْسَ مِنْ أَحَدٍ يَقَعُ الطَّاعُونُ، فَيَمْكُثُ فِي بَلَدِهِ صَابِرًا مُحْتَسِبًا، يَعْلَمُ أَنَّهُ لاَ يُصِيبُهُ إِلَّا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَهُ، إِلَّا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ شَهِيدٍ»
“Sesungguhnya thoún adalah adzab yang Allah kirimkan kepada siapa yang Allah kehendaki, dan sesungguhnya Allah menjadikannya sebagai rahmat bagi kaum mukminin. Tidak seorangpun ketika mewabah thoún lalu ia menetap di negerinya dengan sabar dan berharap pahala, ia tahu bahwasanya tidak akan menimpanya kecuali apa yang telah ditetapkan oleh Allah, kecuali ia mendapatkan pahala mati syahid” (HR Al-Bukhari 3474)
Dzahir hadits ini menunjukan bahwa yang mendapatkan pahala mati syahid bukan hanya yang meninggal karena thoún tapi juga yang menetap dan bersabar di daerah wabah tersebut meskipun tidak meninggal dunia. Ibnu Hajr al-Haitami berkata (ketika menjelaskan hikmah dari dilarangnya lari dari thoún jika sedang berada di lokasi thoún) :
وَالْإِعْرَاضِ عَمَّا فِي الْإِقَامَةِ مِنْ الْأَجْرِ الْكَبِيرِ إذْ لِلْمَيِّتِ بِهِ أَجْرُ شَهِيدٍ وَكَذَا لِلْمُقِيمِ صَابِرًا مُحْتَسِبًا، وَإِنْ لَمْ يَمُتْ بِهِ
“Karena dengan lari (dari lokasi wabah thoún) merupakan bentuk berpaling dari meraih pahala yang besar dengan menetap di lokasi tersebut. Karena yang wafat di situ akan mendapatkan pahala mati syahid dan demikian pula yang menetap di situ dengan bersabar dan mengharap pahala meskipun tidak wafat”. (Al-Fatawa al-Fiqhiyah al-Kubro 4/10-11)
Karenanya Nabi melarang orang yang sedang berada di lokasi thoún untuk keluar dari daerah tersebut karena ingin lari dari thoún tersebut. Nabi bersabda :
فَإِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ بِأَرْضٍ، فَلاَ تَقْدَمُوا عَلَيْهِ، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ، وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا، فِرَارًا مِنْهُ
“Jika kalian mendengar tentang thoún di suatu tempat maka janganlah mendatanginya, dan jika mewabah di suatu tempat sementara kalian berada di situ maka janganlah keluar karena lari dari thoún tersebut” (HR Al-Bukhari 3473 dan Muslim no 2218)
Adapun wabah adalah penyakit yang menimpa banyak orang dengan satu model penyakit, sehingga penyakitnya bersifat umum menimpa penduduk daerah tertentu, dan bisa berpindah dan menjalar ke lokasi-lokasi yang lain. Dari sini maka wabah lebih umum daripada thoún. Dan thoún adalah salah satu jenis wabah, namun wabah tidak hanya thoún. (Lihat Al-Minhaaj Syarh Shahih Muslim 14/204).
Diantara wabah yang dahulu pernah terjadi dan merenggut nyawa banyak orang seperti flu spanyol yang terjadi pada tahun 1918-1920 yang menewaskan hampir 100 juta orang, flu asia yang terjadi pada tahun 1950-an yang menewaskan sekitar 2 juta orang di asia, flu hongkong yang terjadi pada tahun 1960-an dan menewaskan 1-4 juta orang di dunia pada tahun 1968.
Dan wabah-wabah zaman sekarang seperti flu babi yang terjadi pada tahun 2009 dan menyebabkan sekitar 150 ribu orang meninggal, flu burung yang terjadi pada 2003 dan menyebabkan sekitar 455 kematian, SARS yang terjadi pada tahun 2002 dan mengakibatkan 775 orang meninggal, MERS yang terjadi di timur tengah pada tahun 2012 yang menyebabkan sekitar 790 orang meninggal, EBOLA yang terjadi tahun 2012-2016 yang menyebabkan lebih dari 11.000 orang meninggal di Afrika Barat. Dan yang sekarang sedang terjadi adalah virus corona yang telah menyebabkan ribuan orang meninggal di penjuru dunia.
Para ulama berselisih pendapat, apakah wabah secara umum sama hukumnya dengan thoún?, artinya jika seseorang bersabar ketika terkena wabah maka ia juga mati syahid?, demikian juga apakah jika telah muncul wabah di suatu daerah maka tidak boleh ke situ dan yang sudah berada di daerah tersebut tidak boleh keluar sebagaimana jika terjadi thoún?
Secara umum ada dua pendapat di kalangan para ulama.
PERTAMA : Hukum penyakit wabah sama dengan thoún, maka jika terjadi wabah di suatu tempat maka tidak boleh ke tempat tersebut dan jika seseorang sedang berada di suatu tempat yang tertimpa wabah maka tidak boleh keluar dari tempat tersebut karena ingin lari dari wabah. Demikian pula orang yang bersabar maka akan mendapatkan pahala mati syahid. Landasannya adalah qias (menganalogikan) wabah dengan thoún karena sama-sama wabah penyakit menular yang mudah menyebabkan kematian masal. Ini adalah pendapat sebagian ulama Malikiyah (sebagaimana dinukil oleh Ibnu Hajar al-Haitami)
KEDUA : Hukum wabah tidak sama dengan thoún. Hal ini karena nash (dalil) yang datang hanya berkaitan dengan thoún, sementara thoún adalah jenis penyakit tertentu, berupa penyakit yang menyakitkan dan mengerikan serta menjijikan menimpa sekujur tubuh. Sehingga seorang yang mengalaminya benar-benar merasakan kepedihan, sehingga ia mendapatkan ganjaran mati syahid. Ini adalah pendapat Ibnu Hajr al-Haitami Asy-Syafií. Beliau berkata :
الْفِرَارُ مِنْ أَرْضِ الْوَبَاءِ فَإِنَّهُ جَائِزٌ بِالْإِجْمَاعِ كَمَا قَالَهُ الْجَلَالُ السُّيُوطِيّ، وَعِبَارَتُهُ الْوَبَاءُ غَيْرُ الطَّاعُونِ، وَالطَّاعُونُ أَخَصُّ مِنْ الْوَبَاءِ وَقَدْ اُخْتُصَّ أَيْ: الطَّاعُونُ بِكَوْنِهِ شَهَادَةً، وَرَحْمَةً، وَبِتَحْرِيمِ الْفِرَارِ مِنْهُ، …وَمَا أَشَارَ إلَيْهِ مِنْ الْفَرْقِ بَيْنَ الْوَبَاءِ، وَالطَّاعُونِ هُوَ مَا عَلَيْهِ الْأَكْثَرُونَ خِلَافًا لِبَعْضِ الْمَالِكِيَّةِ حَيْثُ زَعَمَ أَنَّهُ هُوَ
“(Berbeda dengan thoún) maka lari dari lokasi yang terkena wabah diperbolehkan berdasarkan ijmak ulama sebagaimana yang dikatakan oleh al-Jalal as-Suyuthi. Ibarat beliau, “Wabah bukanlah thoún, dan thoún lebih specific/khusus daripada wabah. Dan thoún dikhususkan dengan bahwasanya ia merupakan syahadah (mati syahid) dan rahmat (bagi kaum mukminin), serta diharamkannya lari darinya… dan apa yang diisyaratkan oleh as-Suythi tentang perbedaan antara wabah dan at-Thoún itu adalah pendapat mayoritas ulama berbeda dengan pendapat sebagaian ulama madzhab Maliki yang menyangka bahwa wabah adalah at-Thoún” (Fataawa al-Fiqhiyah al-Kubro 4/11, lihat juga 1/141)
Dintara dalil bahwa wabah bukanlah at-Thoún bahwasanya ath-Thoún tidak bisa masuk di kota Madinah sementara wabah bisa. Nabi shallallahu álaihi wasallam bersabda :
عَلَى أَنْقَابِ المَدِينَةِ مَلاَئِكَةٌ لاَ يَدْخُلُهَا الطَّاعُونُ، وَلاَ الدَّجَّالُ
“Di lorong-lorong kota Madinah ada para malaikat (yang menjaga) yang tidak bisa dimasuki oleh at-Thoún dan juga Ad-Dajjaal” (HR Al-Bukhari no 1880 dan Muslim no 485)
Aisyah berkata :
قَدِمْنَا الْمَدِينَةَ وَهِيَ وَبِيئَةٌ
“Kami mendatangi kota Madinah dalam kondisi berwabah” (HR Muslim no 1376)
Pendapat yang terpilih adalah pendapat pertama bahwa wabah hukumnya sama dengan thoún. Hal ini berdasarkan dalil-dalil berikut :
Pertama : Kesamaan yang sama antara wabah dengan thoún, bahkan thoún bagian dari wabah sehingga yang semisal tho’un hukumnya sama dengan thoún, yaitu sama-sama mewabah (tersebar) dan sama-sama mematikan.
Kedua : Seorang yang bersabar di lokasi thoún mendapatkan pahala mati syahid karena ditinjau dari kesabarannya dalam menghadapi penyakit yang mendatangkan kematian dan sulit dihindari. Maka demikian juga kondisi seseorang tatkala menghadapi wabah. Hal ini didukung dengan keumuman sabda Nabi shallallahu álaihi wasallam :
وَإِذَا أَصَابَ النَّاسَ مُوتَانٌ وَأَنْتَ فِيهِمْ فَاثْبُتْ
“Jika orang-orang ditimpa dengan kematian sementara engkau berada di tengah-tengah mereka maka tetaplah” (HR Ahmad no 22075 dan dihasankan oleh Al-Albani karena syawahid)
Ketiga : Dalam sebagian lafal hadits lafal ath-Thoún (الطَّاعُوْنُ) diganti dengan lafal wabah (الوَبَاءُ), yang ini menunjukan bahwa wabah juga hukumnya sama dengan at-Thoún. Diantaranya :
عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” إِنَّ هَذَا الْوَبَاءَ رِجْزٌ أَهْلَكَ اللهُ بِهِ الْأُمَمَ قَبْلَكُمْ، وَقَدْ بَقِيَ مِنْهُ فِي الْأَرْضِ شَيْءٌ يَجِيءُ أَحْيَانًا، وَيَذْهَبُ أَحْيَانًا، فَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ، فَلَا تَخْرُجُوا مِنْهَا، وَإِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ فِي أَرْضٍ، فَلَا تَأْتُوهَا
Dari Usamah bin Zaid rahdiallahu ánhu beliau berkata, Rasulullah shallallahu álaihi wasallam bersabda :
“Sesungguhnya wabah ini adalah adzab yang Allah mengirimnya untuk membinasakan umat-umat sebelum kalian, dan terkadang masih tersisa sedikit di bumi, terkadang datang dan terkadang pergi. Maka jika menimpa suatu daerah janganlah kalian keluar darinya, dan jika kalian mendengar menimpa suatu daerah maka janganlah mendatanginya” (HR Ahmad no 21806 dan dishahihkan oleh al-Arnauth)
Keempat : Íllah (sebab) yang menjadikan Nabi shallallahu álaihi wa sallam melarang seseorang pergi ke daerah thoún dan yang ada di sana hendaknya tidak keluar adalah -sebagaimana disebutkan oleh para ulama- adalah diantaranya agar penyakit tidak semakin melebar dan yang dari luar tidak tertular. Tentu ini juga berlaku pada wabah secara umum. Dan asalnya syariát tidak membedakan antara dua hal yang berbeda, apalagi permasalahan penyakit adalah permasalahan dunia, dan hukum asal permasalahan dunia dan muamalat kita berusaha untuk mencari íllah (sebab)nya agar bisa dianalogikan dengan permasalahan-permasalahan yang sama dan serupa.
Adapun thoún berbeda dengan wabah yang lain, maka itu benar, terlebih lagi thoún tidak masuk di kota Madinah, dan wabah yang lain bisa saja masuk di kota Madinah. Akan tetapi perbedaan ini tidaklah merubah status wabah secara umum untuk dikiaskan dengan thoún. Wallahu a’lam bis shawab.
Dijawab oleh Ustadz DR. Firanda Andirja, Lc. MA. (Pengasuh Bekalislam.com)