Ruqyah
Ruqyah adalah penyembuhan suatu penyakit dengan pembacaan ayat ayat suci Al Qur’an, atau doa-doa kepada Allah.
Syarat dibolehkannya ruqyah sebagaimana perkataan Ibnu Hajar rahimahullah :
وَقَدْ أَجْمَعَ الْعُلَمَاءُ عَلَى جَوَازِ الرُّقَى عِنْدَ اجْتِمَاعِ ثَلَاثَةِ شُرُوطٍ أَنْ يَكُونَ بِكَلَامِ اللَّهِ تَعَالَى أَوْ بِأَسْمَائِهِ وَصِفَاتِهِ وَبِاللِّسَانِ الْعَرَبِيِّ أَوْ بِمَا يُعْرَفُ مَعْنَاهُ مِنْ غَيْرِهِ وَأَنْ يُعْتَقَدَ أَنَّ الرُّقْيَةَ لَا تُؤَثِّرُ بِذَاتِهَا بَلْ بِذَاتِ اللَّهِ تَعَالَى
“Para ulama telah bersepakat bahwa ruqyah itu diperbolehkan jika memenuhi 3 persyaratan :
- Ruqyah dengan firman Allah atau dengan nama-nama dan sifat-sifatNya,
- Ruqyah dengan bahasa Arab atau jika selain bahasa Arab maka harus dipahami maknanya
- Hendaknya meyakini bahwasanya ruqyah tidaklah memberi pengaruh dengan sendirinya akan tetapi kembali kepada Allah” ([1])
Sebagian ulama keliru dan berpendapat bahwa ruqyah dengan apa saja -selama bermanfaat- adalah diperbolehkan. Dan hal ini telah dibantah oleh Ibnu Hajar, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyatakan “Tidak mengapa ruqyah selama tidak ada kesyirikan padanya”. Dan jika ruqyah tersebut dengan bahasa yang tidak dipahami maka dikhawatirkan mengandung atau bisa menjerumuskan dalam kesyirikan([2])
Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :
وَعَامَّةُ مَا بِأَيْدِي النَّاسِ مِنْ الْعَزَائِمِ وَالطَّلَاسِمِ وَالرُّقَى الَّتِي لَا تُفْقَهُ بِالْعَرَبِيَّةِ فِيهَا مَا هُوَ شِرْكٌ بِالْجِنِّ، وَلِهَذَا نَهَى عُلَمَاءُ الْمُسْلِمِينَ عَنْ الرُّقَى الَّتِي لَا يُفْقَهُ مَعْنَاهَا؛ لِأَنَّهَا مَظِنَّةُ الشِّرْكِ وَإِنْ لَمْ يَعْرِفْ الرَّاقِي أَنَّهَا شِرْكٌ
“Dan jimat-jimat, rajah-rajah, dan ruqyah-ruqyah yang ada di tangan masyarakat yang tidak dipahami maknanya, ada padanya kesyirikan kepada jin. Karenanya para ulama muslimin telah melarang ruqyah yang tidak dipahami maknanya, karena diduga mengandung kesyirikan meskipun yang meruqyah tidak mengetahui bahwasanya itu adalah kesyirikan” ([3])
Cara meruqyah
Adapun cara meruqyah yang syar’i adalah dengan cara-cara berikut :
Pertama : النَفَثُ (dengan tiupan disertai sedikit sekali air liur, dan ada yang mengatakan tanpa air liur sama sekali). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
الرُّؤْيَا (الصَّالِحَةُ) مِنَ اللَّهِ، وَالحُلْمُ مِنَ الشَّيْطَانِ، فَإِذَا رَأَى أَحَدُكُمْ شَيْئًا يَكْرَهُهُ فَلْيَنْفِثْ حِينَ يَسْتَيْقِظُ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ (وفي رواية : فَلْيَبْصُقْ عَنْ يَسَارِهِ)، وَيَتَعَوَّذْ مِنْ شَرِّهَا، فَإِنَّهَا لاَ تَضُرُّهُ
“Mimpi yang baik dari Allah dan mimpi yang buruk dari syaitan. Jika salah seorang dari kalian melihat mimpi yang ia tidak sukai maka hendaknya ia meniupkan (nafats) tatkala terjaga sebanyak tiga kali dan berlindung dari keburukannya (Dalam riwayat yang lain : “Hendaknya ia meludah ke arah kirinya), karena sesungguhnya hal itu tidak akan memudorotkannya” ([4])
Kedua : التَّفْلُ (dengan meniup disertai air liur namun tidak sampai pada derajat meludah)
Sebagaimana kisah Abu Sa’id al-Khudri, dimana disebutkan :
فَجَعَلَ يَتْفُلُ وَيَقْرَأُ: الحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ العَالَمِينَ حَتَّى لَكَأَنَّمَا نُشِطَ مِنْ عِقَالٍ
“Maka sahabat (yang meruqyah) meludah dan membaca “Alhamdulillahi Robbil ‘Aaalamiin” hingga seakan-akan orang tersebut baru saja lepas dari ikatan” ([5])
Dalam riwayat yang lain :
فَجَعَلَ يَقْرَأُ بِأُمِّ القُرْآنِ، وَيَجْمَعُ بُزَاقَهُ وَيَتْفِلُ، فَبَرَأَ
“Maka sahabatpun membacakan surat al-Fatihah, ia mengumpulkan ludahnya lalu meludah. Maka sembuhlah orang tersebut” ([6])
Ibnu Hajar berkata :
أَنَّ النَّفْثَ دُونَ التَّفْلِ وَإِذَا جَازَ التَّفْلُ جَازَ النَّفْثُ بِطَرِيقِ الْأَوْلَى
“Sesungguhnya an-nafats dibawah at-taflu, dan jika at-taflu diperbolehkan maka an-nafats tentu lebih utama untuk dibolehkan” ([7])
Ketiga : Meruqyah tanpa tiupan sama sekali
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، كَانَ إِذَا أَتَى مَرِيضًا أَوْ أُتِيَ بِهِ، قَالَ: «أَذْهِبِ البَاسَ رَبَّ النَّاسِ، اشْفِ وَأَنْتَ الشَّافِي، لاَ شِفَاءَ إِلَّا شِفَاؤُكَ، شِفَاءً لاَ يُغَادِرُ سَقَمًا»
Dari Aisyah radhiallahu ‘anhaa bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam jika menjenguk orang sakit atau didatangkan orang sakit kepada beliu maka beliau berkata, “Hilangkanlah penyakit ini wahai Penguasa manusia, sembuhkanlah sesungguhnya Engkau Maha Menyembuhkan, tidak ada kesembuhan melainkan kesembuhan dariMu, kesembuhan yang tidak meninggalkan sakit sedikitpun” ([8])
عَنْ عَبْدِ العَزِيزِ، قَالَ: دَخَلْتُ أَنَا وَثَابِتٌ عَلَى أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، فَقَالَ ثَابِتٌ: يَا أَبَا حَمْزَةَ، اشْتَكَيْتُ، فَقَالَ أَنَسٌ: أَلاَ أَرْقِيكَ بِرُقْيَةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ قَالَ: بَلَى، قَالَ: «اللَّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ، مُذْهِبَ البَاسِ، اشْفِ أَنْتَ الشَّافِي، لاَ شَافِيَ إِلَّا أَنْتَ، شِفَاءً لاَ يُغَادِرُ سَقَمًا»
Dari Abdul Aziz ia berkata, “Aku dan Tsabit menemui Anas bin Malik. Maka Tsabit berkata, “Wahai Abu Hamzah (kunyah Anas bin Malik -pen) aku sakit. Maka Anas berkata, “Maukah aku meruqyahmu dengan ruqyahnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?”. Tsabit berkata, “Tentu”. Anas berkata, “Wahai penguasa manusia, Yang menghilangkan penyakit, sembuhkanlah sesungguhnya Engkau Maha menyembuhkan, dengan kesembuhan yang tidak menyisakan penyakit” ([9])
Keempat : Mencampurkan sedikit tanah dengan air liur
عَنْ عَائِشَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ لِلْمَرِيضِ: «بِسْمِ اللَّهِ، تُرْبَةُ أَرْضِنَا، بِرِيقَةِ بَعْضِنَا، يُشْفَى سَقِيمُنَا، بِإِذْنِ رَبِّنَا»
Dari Aisyah radhiallahu ‘anhaa bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada orang yang sakit, “Dengan nama Allah, tanah bumi kami, dengan liur sebagian kami, disembuhkan orang yang sakit diantara kami, dengan izin Robb kami” ([10])
An-Nawawi berkata :
وَمَعْنَى الْحَدِيثِ أَنَّهُ يَأْخُذُ مِنْ رِيقِ نَفْسِهِ عَلَى أُصْبُعِهِ السَّبَّابَةِ ثُمَّ يَضَعُهَا عَلَى التُّرَابِ فَيَعْلَقُ بِهَا مِنْهُ شَيْءٌ فَيَمْسَحُ بِهِ عَلَى الْمَوْضِعِ الْجَرِيحِ أَوِ الْعَلِيلِ وَيَقُولُ هَذَا الْكَلَامَ فِي حَالِ الْمَسْحِ
“Makna hadits ini adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengambil air liurnya dengan jari telunjuknya lalu beliau meletakkan telunjuknya di tanah, kemudian sebagian tanah menempel pada jarinya lalu beliau mengusapkannya pada lokasi luka atau daerah sakitnya, dan beliau mengucapkan doa ini tatkala sedang mengusap” ([11])
Kelima : Mengusapkan tangan ke tubuh
عَنْ عُثْمَانَ بْنِ أَبِي الْعَاصِ الثَّقَفِيِّ، أَنَّهُ شَكَا إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَجَعًا يَجِدُهُ فِي جَسَدِهِ مُنْذُ أَسْلَمَ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «ضَعْ يَدَكَ عَلَى الَّذِي تَأَلَّمَ مِنْ جَسَدِكَ، وَقُلْ بِاسْمِ اللهِ ثَلَاثًا، وَقُلْ سَبْعَ مَرَّاتٍ أَعُوذُ بِاللهِ وَقُدْرَتِهِ مِنْ شَرِّ مَا أَجِدُ وَأُحَاذِرُ»
Dari Utsman bin Abil ‘Aash Ats-Tsaqofi bahwasanya ia mengeluhkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam rasa sakit yang ia rasakan di tubuhnya semenjak ia masuk Islam. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepadanya, “Letakkanlah tanganmu di bagian tubuhmu yang kau rasakan sakit, lalu bacalah bismillah tiga kali dan ucapkanlah sebanyak tujuh kali, “Aku berlindung kepada Allah dengan kekuasaanNya dari keburukan yang aku rasakan dan yang aku takutkan” ([12])
Keenam : Ruqyah dengan membaca lalu meniupkannya ke air, setelah itu airnya diminumkan kepada yang sakit, atau diusapkan kepada bagian tubuhnya yang sakit, atau dimandikan dengan air tersebut.
Dari Ali bin Abi Tholib bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sedang sholat lalu beliau disengat kalajengking. Maka beliau berkata :
لَعَنَ اللهُ الْعَقْرَبَ لاَ تَدَعُ مُصَلِّيًا وَلاَ غَيْرَهُ. ثُمَّ دَعَا بِمَاءٍ وَمِلْحٍ وَجَعَلَ يَمْسَحُ عَلَيْهَا وَيَقْرَأُ بـ (قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُوْنَ) و(قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ) و(قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ النَّاسِ)
“Allah melaknat kalajengking, kalajengking tidak meninggalkan gangguannya kepada orang yang sedang sholat dan tidak juga kepada lainnya”. Lalu Nabi meminta air dan garam kemudian Nabi mengusap dengan air tersebut dan membaca surat al-Kafirun, surat al-Falaq, dan surat an-Naas” ([13])
عَنْ أَبِي مَعْشَرٍ، عَنْ عَائِشَةَ «أَنَّهَا كَانَتْ لَا تَرَى بَأْسًا أَنْ يُعَوَّذَ فِي الْمَاءِ ثُمَّ يُصَبَّ عَلَى الْمَرِيضِ»
Dari Abu Ma’syar dari Aisyah bahwasanya Aisyah memandang tidak mengapa dibacakan di air lalu air tersebut diguyurkan ke orang yang sakit([14])
Demikian juga para ulama membolehkan minum dengan air yang telah dibacakan ruqyah, diantaranya Imam Ahmad([15]) dan Ibnul Qoyyim([16])
Ketujuh : Menuliskan sebagian ayat al-Qur’an lalu menghapusnya dengan air kemudian meminum air tersebut atau mandi dengan air tersebut
Metode seperti ini dibolehkan oleh banyak ulama, diantaranya Mujahid, Abu Qilabah, Ahmad bin Hanbal, al-Qodhi ‘Iyaadh, Ibnu Taimiyyah([17]), dan Ibnul Qoyyim ([18])
Namun metode ini dibenci oleh Ibrahim an-Nakho’i ([19]), Ibnu Sirin, dan Ibnul ‘Arobi dimana beliau berkata : وَهِيَ بِدْعَةٌ مِنَ الشَّيْطَانِ “Ini adalah bid’ah dari syaitan” ([20]) karena metode ini tidak pernah dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan tidak seorangpun dari sahabat yang melakukannya. Adapun nukilan bahwa Ibnu ‘Abbas membolehkannya maka sanadnya tidak shahih dari beliau([21])
Bacaan-Bacaan Ruqyah
Dari Al-Quran ([22])
Pertama
Dengan membaca surah Al-Fatihah ([23])
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِۙ مٰلِكِ يَوْمِ الدِّيْنِۗ اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُۗ اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ ۙ صِرَاطَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ ەۙ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّاۤلِّيْنَ
bismillāhir-raḥmānir-raḥīm al-ḥamdu lillāhi rabbil-‘ālamīn ar-raḥmānir-raḥīm māliki yaumid-dīn iyyāka na’budu wa iyyāka nasta’īn ihdinaṣ-ṣirāṭal-mustaqīm ṣirāṭallażīna an’amta ‘alaihim gairil-magḍụbi ‘alaihim wa laḍ-ḍāllīn
“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang, Pemilik hari pembalasan. Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan. Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepadanya; bukan (jalan) mereka yang dimurkai, dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” QS. Al-Fatihah: 1-7
Kedua
Membaca ayat kursiy
اللَّهُ لَآ إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَ الْحَىُّ الْقَيُّومُ ۚ لَا تَأْخُذُهُۥ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ ۚ لَّهُۥ مَا فِى السَّمَاوَاتِ وَمَا فِى الْأَرْضِ ۗ مَن ذَا الَّذِى يَشْفَعُ عِندَهُۥٓ إِلَّا بِإِذْنِهِۦ ۚ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ ۖ وَلَا يُحِيطُونَ بِشَىْءٍ مِّنْ عِلْمِهِۦٓ إِلَّا بِمَا شَآءَ ۚ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ ۖ وَلَا يَئُودُهُۥ حِفْظُهُمَا ۚ وَهُوَ الْعَلِىُّ الْعَظِيمُ ﴿٢٥٥﴾
allāhu lā ilāha illā huw, al-ḥayyul-qayyụm, lā ta`khużuhụ sinatuw wa lā na`ụm, lahụ mā fis-samāwāti wa mā fil-arḍ, man żallażī yasyfa’u ‘indahū illā bi`iżnih, ya’lamu mā baina aidīhim wa mā khalfahum, wa lā yuḥīṭụna bisyai`im min ‘ilmihī illā bimā syā`, wasi’a kursiyyuhus-samāwāti wal-arḍ, wa lā ya`ụduhụ ḥifẓuhumā, wa huwal-‘aliyyul-‘aẓīm
“Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” QS. Al-Baqarah: 255 ([24])
Ketiga
Membaca Al-Mu’awwidzaat (surah Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Naas)
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَـٰنِ الرَّحِيمِ
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ اللَّهُ الصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُۥ كُفُوًا أَحَدٌۢ ﴿٤﴾
“Katakanlah: Dialah Allah Yang Maha Esa. Allah adalah Ilah yang bergantung kepada-Nya segala urusan. Dia tidak beranak dan tiada pula diperanakkan. Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia.” (QS. Al-Ikhlas: 1-4)
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَـٰنِ الرَّحِيمِ
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ ﴿١﴾ مِن شَرِّ مَا خَلَقَ ﴿٢﴾ وَمِن شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ ﴿٣﴾ وَمِن شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِى الْعُقَدِ ﴿٤﴾ وَمِن شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ ﴿٥﴾
“Katakanlah: Aku berlindung kepada Rabb yang menguasai Subuh. Dari kejahatan makhluk-Nya. Dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita. Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul. Dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki. (QS. Al-Falaq: 1-5)
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَـٰنِ الرَّحِيمِ
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ ﴿١﴾ مَلِكِ النَّاسِ ﴿٢﴾ إِلَـٰهِ النَّاسِ ﴿٣﴾ مِن شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ ﴿٤﴾ الَّذِى يُوَسْوِسُ فِى صُدُورِ النَّاسِ ﴿٥﴾ مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ ﴿٦﴾
“Katakanlah: Aku berlindung kepada Rabb manusia. Raja manusia. Sembahan manusia. Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi. Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia. Dari jin dan manusia.” (QS: An-Nas : 1-6)
Caranya: membaca Al-Mu’awwidzaat (Al-Ikhlas, Al-Falaq dan An-Naas), tiupkan ke tangan, lalu usapkan ke wajah. ([25])
Keempat : Membaca surah Al-Baqarah ([26])
Kelima : Membaca ayat-ayat yang menjelaskan tentang kebatilan sihir
Al-A’raf 117-119
وَأَوْحَيْنَا إِلَى مُوسَى أَنْ أَلْقِ عَصَاكَ فَإِذَا هِيَ تَلْقَفُ مَا يَأْفِكُونَ * فَوَقَعَ الْحَقُّ وَبَطَلَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ * فَغُلِبُوا هُنَالِكَ وَانْقَلَبُوا صَاغِرِينَ
“Dan Kami wahyukan kepada Musa: “Lemparkanlah tongkatmu!”. Maka sekonyong-konyong tongkat itu menelan apa yang mereka sulapkan. Karena itu nyatalah yang benar dan batallah yang selalu mereka kerjakan. Maka mereka kalah di tempat itu dan jadilah mereka orang-orang yang hina.”
Yunus 79-82
وَقَالَ فِرْعَوْنُ ائْتُونِي بِكُلِّ سَاحِرٍ عَلِيمٍ * فَلَمَّا جَاءَ السَّحَرَةُ قَالَ لَهُمْ مُوسَى أَلْقُوا مَا أَنْتُمْ مُلْقُونَ * فَلَمَّا أَلْقَوْا قَالَ مُوسَى مَا جِئْتُمْ بِهِ السِّحْرُ إِنَّ اللَّهَ سَيُبْطِلُهُ إِنَّ اللَّهَ لا يُصْلِحُ عَمَلَ الْمُفْسِدِينَ * وَيُحِقُّ اللَّهُ الْحَقَّ بِكَلِمَاتِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُجْرِمُونَ
“Fir’aun berkata (kepada pemuka kaumnya): “Datangkanlah kepadaku semua ahli-ahli sihir yang pandai!” Maka tatkala ahli-ahli sihir itu datang, Musa berkata kepada mereka: “Lemparkanlah apa yang hendak kamu lemparkan”. Maka setelah mereka lemparkan, Musa berkata: “Apa yang kamu lakukan itu, itulah yang sihir, sesungguhnya Allah akan menampakkan ketidak benarannya” Sesungguhnya Allah tidak akan membiarkan terus berlangsungnya pekerjaan orang-yang membuat kerusakan. Dan Allah akan mengokohkan yang benar dengan ketetapan-Nya, walaupun orang-orang yang berbuat dosa tidak menyukai(nya).”
Surah Thaha 65-69
قَالُوا يَا مُوسَىٰ إِمَّا أَنْ تُلْقِيَ وَإِمَّا أَنْ نَكُونَ أَوَّلَ مَنْ أَلْقَىٰ قَالَ بَلْ أَلْقُوا ۖ فَإِذَا حِبَالُهُمْ وَعِصِيُّهُمْ يُخَيَّلُ إِلَيْهِ مِنْ سِحْرِهِمْ أَنَّهَا تَسْعَىٰ فَأَوْجَسَ فِي نَفْسِهِ خِيفَةً مُوسَىٰ قُلْنَا لَا تَخَفْ إِنَّكَ أَنْتَ الْأَعْلَىٰ وَأَلْقِ مَا فِي يَمِينِكَ تَلْقَفْ مَا صَنَعُوا ۖ إِنَّمَا صَنَعُوا كَيْدُ سَاحِرٍ ۖ وَلَا يُفْلِحُ السَّاحِرُ حَيْثُ أَتَىٰ
(Setelah mereka berkumpul) mereka berkata: “Hai Musa (pilihlah), apakah kamu yang melemparkan (dahulu) atau kamikah orang yang mula-mula melemparkan?” Berkata Musa: “Silahkan kamu sekalian melemparkan”. Maka tiba-tiba tali-tali dan tongkat-tongkat mereka, terbayang kepada Musa seakan-akan ia merayap cepat, lantaran sihir mereka. Maka Musa merasa takut dalam hatinya. Kami berkata: “janganlah kamu takut, sesungguhnya kamulah yang paling unggul (menang). Dan lemparkanlah apa yang ada ditangan kananmu, niscaya ia akan menelan apa yang mereka perbuat. “Sesungguhnya apa yang mereka perbuat itu adalah tipu daya tukang sihir (belaka). Dan tidak akan menang tukang sihir itu, dari mana saja ia datang”.” ([27])
Dari Hadits
Pertama
بِاسْمِ اللهِ أَرْقِيكَ، مِنْ كُلِّ شَيْءٍ يُؤْذِيكَ، مِنْ شَرِّ كُلِّ نَفْسٍ أَوْ عَيْنِ حَاسِدٍ، اللهُ يَشْفِيكَ بِاسْمِ اللهِ أَرْقِيكَ
Bismillaahi arqiika, min kulli syai-in yu’dziika, min syarri kulli nafsin au ‘ainin haasidin, allaahu yasyfiika, bismillaahi arqiika.
“Dengan nama Allah aku meruqyah-mu, dari semua yang menyakitimu, dari kejahatan setiap jiwa dan mata hasad, semoga Allah menyembuhkanmu, Dengan nama Allah aku meruqyah-mu.” ([28])
Kedua
اللَّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ أَذْهِبِ البَاسَ، اشْفِهِ وَأَنْتَ الشَّافِي، لاَ شِفَاءَ إِلَّا شِفَاؤُكَ، شِفَاءً لاَ يُغَادِرُ سَقَمًا
Allaahumma robban-naas, adz-hibil ba’s([29]), isyfihii wa antasy-syaafii([30]), laa syifaa-a illaa syifaa-uka, syifaa-an laa yughoodiru saqoman.
“Ya Allah, Tuhan seluruh manusia, hilangkanlah sakit ini, sembuhkanlah dia dan Engkaulah As-Syafi (Sang Penyembuh), tidak ada kesembuhan kecuali kesembuhan dari-Mu, kesembuhan yang tidak meninggalkan penyakit.” ([31])
Ketiga
بِسْمِ اللَّهِ (3×) أَعُوذُ بِاللَّهِ وَقُدْرَتِهِ مِنْ شَرِّ مَا أَجِدُ وَأُحَاذِرُ (7×)
Bismillaah (3x). A’uudzu billaahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir (7x).
“Dengan nama Allah (3x). Aku berlindung kepada Allah dan kekuasaanNya, dari kejahatan sesuatu yang aku jumpai dan aku khawatirkan([32]) (7x).” ([33])
Keempat
أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ، مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ، وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لاَمَّةٍ
A’uudzu bikalimaatillaahit taammati min kulli syaithoonin wa haammatin wa min kulli ‘ainin laammatin
“aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna([34]) dari semua gangguan setan, binatang yang mengganggu([35]), dan pandangan mata yang jahat([36]).” ([37])
Kelima
بِسْمِ اللَّهِ، تُرْبَةُ أَرْضِنَا، بِرِيقَةِ بَعْضِنَا، يُشْفَى سَقِيمُنَا، بِإِذْنِ رَبِّنَا
Bismillaah, turbatu ardhinaa, biriiqoti ba’dhinaa, yusyfaa bihi saqiimunaa, bi-idzni robbinaa.
“Dengan nama Allah, debu tanah kami([38]), dengan sedikit ludah kami, bisa menjadi sebab sembuhnya sakit kami, dengan izin Rabb kami.” ([39])
_____________________________________________________________________
Footnote:
([2]) Lihat Fathul Baari 10/195
([3]) Majmuu’ al-Fataawaa 19/13
([4]) HR Al-Bukhari 3292 dan 5747
([6]) HR al-Bukhari No. 5736 dan Muslim No. 2201
([8]) HR Al-Bukhari No. 5675 dan Muslim No. 2191
([10]) HR Al-Bukhari No. 5745 dan Muslim No. 2194
([11]) Al-Minhaaj Syarh Shahih Muslim 14/184
([13]) HR At-Thabrani dalam al-Mu’jam as-Shogir No. 830 dan dishahihkan oleh al-Albani dalam As-Shahihah No. 548
([14]) Mushonnaf Ibni Abi Syaibah No. 23509
([15]) Lihat al-Aadaab asy-Syar’iyyah karya Ibnu Muflih 2/456
([16]) Lihat Zaadul Ma’aad 4/178
([17]) Majmu’ al-Fataawa 12/599
([18]) Zaadul Ma’aad 4/170, 356
([19]) lihat Mushonnaf Ibni Abi Syaibah 5/40 No. 23514
([20]) ‘Aaridotul Ahwadzi 8/222
([21]) Lihat Fatwa al-Lajnah ad-Daaimah sebagaimana dimuat dalam Majallah al-Buhuuts al-Islaamiyah 21/47
([22]) Pada dasarnya ayat-ayat Al-Quran adalah obat, sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” QS. Yunus: 57
Al-Imam Malik meriwayatkan tentang Abu Bakar yang menemui ‘Aisyah yang sedang mengeluh dan ada wanita Yahudi yang sedang meruqyahnya, maka Abu Bakar berkata kepadanya:
ارْقِيهَا بِكِتَابِ اللهِ
“ruqyahlah dia dengan kitab Allah subhanahu wa ta’ala.” (Muwattho’ Imam Malik no. 3472)
Al-Imam pernah ditanya tentang ruqyah, lalu beliau menjawab:
لَا بَأْسَ أَنْ يَرْقِيَ الرَّجُلُ بِكِتَابِ اللَّهِ وَمَا يَعْرِفُ مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ
“tidak mengapa bagi seseorang untuk meruqyah dengan Al-Quran atau dengan apa yang dia ketahui dari zikir-zikir.” (Al-Umm 7/241)
Berkata Ibnul Qoyyim:
أنَّ القُرْآنَ شِفَاءٌ لِمَا فِي الصّدُوْرِ يُذْهِبُ لِمَا يُلْقِيْهِ الشَّيْطَانُ فِيْهَا مِنْ الْوَسَاوِسِ وَالشَّهَوَاتِ وَالْإِرَادَاتِ الْفَاسِدَةِ، فَهُوَ دَوَاءٌ لِمَا أمَرَّه فِيْهَا الشَّيْطَانُ
“sesungguhnya Al-Quran adalah obat hati yang menghilangkan sesuatu yang dimasukkan oleh setan berupa bisikan-bisikan, syahwat-syahwat, dan keinginan-keinginan yang rusak, dan dia adalah obat terhadap apa yang dimasukkan oleh setan di dalam dada.” (Ighohatsul Lahafaan min Mashooyidis Syaithon 1/92)
([23]) HR. Bukhari no. 2276 dan Muslim no. 2201
Dan disebutkan dalam kelanjutan hadits tersebut bahwa orang yang membacanya ketika akan tidur maka Allah subhanahu wa ta’ala akan senantiasa menjaganya hingga waktu pagi.
Dan Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyebutkan riwayat lainnya yang menyebutkan bahwa Abu Hurairah yang menangkap setan tersebut akan menyerahkannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka setan itu berkata kepada Abu Hurairah,
لَا تَفْعَلْ فَإِنَّكَ إِنْ تَدَعْنِي عَلَّمْتُكَ كَلِمَاتٍ إِذَا أَنْتَ قُلْتَهَا لَمْ يَقَرَبْكَ أَحَدٌ مِنَ الْجِنِّ صَغِيرٌ وَلَا كَبِيرٌ ذَكَرٌ وَلَا أُنْثَى قَالَ لَهُ: لَتَفْعَلَنَّ؟ قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: مَا هُنَّ؟ قَالَ: {اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ} قَرَأَ آيَةَ الْكُرْسِيِّ حَتَّى خَتَمَهَا
“jangan lakukan (menyerahkannya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam), sesungguhnya jika engkau melepaskanku aku akan mengajarkanmu beberapa kalimat jika engkau mengucapkannya maka tidak akan mendekatimu satu jin pun yang kecil maupun yang besar, yang lelaki maupun yang wanita. Maka Abu Hurairah bertanya? Apakan kamu benar akan melakukannya (mengajarkannya)? Setan itu menjawab: iya, Abu Hurairah bertanya: apa itu? Setan menjawab: {اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ} membaca ayat kursy hingga menyelesaikannya.” (Tafsir Ibnu Katsir 1/675)
([25]) Lihat HR. Bukhari no. 5735, yaitu hadits ‘Aisyah,
«أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَنْفُثُ عَلَى نَفْسِهِ فِي المَرَضِ الَّذِي مَاتَ فِيهِ بِالْمُعَوِّذَاتِ، فَلَمَّا ثَقُلَ كُنْتُ أَنْفِثُ عَلَيْهِ بِهِنَّ، وَأَمْسَحُ بِيَدِ نَفْسِهِ لِبَرَكَتِهَا» فَسَأَلْتُ الزُّهْرِيَّ: كَيْفَ يَنْفِثُ؟ قَالَ: «كَانَ يَنْفِثُ عَلَى يَدَيْهِ، ثُمَّ يَمْسَحُ بِهِمَا وَجْهَهُ»
“Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meniupkan (dengan sedikin luah) pada tubuhnya yang telah dibaca Al-Mu’awwidzaatketika beliau sakit yang mengantarkan kematian. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah sangat parah, aku (A’isyah) yang meniupkan dengan bacaan surat tersebut, dan aku gunakan tangan beliau untuk mengusap badan beliau, karena tangan beliau berkah.”
Dalam hadits yang lain ‘Aisyah berkata:
إِذَا مَرِضَ أَحَدٌ مِنْ أَهْلِهِ نَفَثَ عَلَيْهِ بِالْمُعَوِّذَاتِ، فَلَمَّا مَرِضَ مَرَضَهُ الَّذِي مَاتَ فِيهِ، جَعَلْتُ أَنْفُثُ عَلَيْهِ وَأَمْسَحُهُ بِيَدِ نَفْسِهِ، لِأَنَّهَا كَانَتْ أَعْظَمَ بَرَكَةً مِنْ يَدِي
“jika ada seseorang yang sakit dari keluarganya, beliau meniupkan (dengan sedikit ludah) dengan membaca al-mu’awwidzaat. Ketika beliau sakit pada sakit yang menghantarkan pada kematiannya akulah yang meniupkan kepadanya lalu aku mengusapnya dengan menggunakan tangannya sendiri, karena tangannya lebih banyak keberkahannya dari tanganku.” HR. Muslim no. 2192
نَفَثَ secara bahasa menyerupai tiupan dan dia lebih sedikit dari meludah. (lihat: Ghoriibul Hadiits 1/298 dan Jamharotul Lughoh 1/429)
Dan Al-Qodhi ‘Iyadh berkata faidah dari meniup dengan sedikit ludah adalah mengambil keberkahan dari sedikit ludah atau angin yang ditiupkan yang keluar bersama zikir yang dibaca. (lihat: Irsyaadus Saary Syarhu Shohiih Al-Bukhory 8/388)
Dan para ulama memasukkannya ke dalam bab Ruqyah dengan Al-Quran dan Al-Mu’awwidzat, dan disebutkan alasan ruqyah dengan Al-Mu’awwidzaat karena di dalamnya terdapat permintaan perlindungan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dari keburukan-keburukan yang disebutkan dalam surah Al-Falaq dan An-Nas. (lihat: Syarhu Sunan Abi Dawud Libni Ruslan 15/249)
([26]) hal ini sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Umamah Al-Bahily, bahwasanya dia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“اقْرَءُوا سُورَةَ الْبَقَرَةِ، فَإِنَّ أَخْذَهَا بَرَكَةٌ، وَتَرْكَهَا حَسْرَةٌ، وَلَا تَسْتَطِيعُهَا الْبَطَلَةُ.” قَالَ مُعَاوِيَةُ: بَلَغَنِي أَنَّ الْبَطَلَةَ: السَّحَرَةُ
“Bacalah Al Baqarah, karena dengan membacanya akan memperoleh barokah, dan dengan tidak membacanya akan menyebabkan penyesalan, dan pembacanya tidak dapat dikuasai (dikalahkan) oleh tukang-tukang sihir.” Mu’awiyah berkata; “Telah sampai (khabar) kepadaku bahwa, Al Bathalah adalah tukang-tukang sihir.” HR. Muslim no. 804
Dijelaskan oleh para ulama alasan pengkhususan surah Al-Baqarah dari selainnya ada 2 sisi:
Pertama: karena kebanyakan perkara ibadah dan apa yang berkaitan dengan haji disebutkan dalam surah ini.
Kedua: karena panjang dan agungnya kandungan surah ini, dan dikarenakan banyaknya hukum-hukum dalam surah ini. (lihat: Kasyful Musykil min Hadiits Ash-Shohihain 1/277)
Dan para penyihir disebut sebagai batholah dikarenakan apa yang mereka bawa adalah sesuatu yang batil. (lihat: Mirqoothul Mafaatiih Syarhu Misykaatul Mashoobiih 4/1461)
([27]) ini adalah fatwa Syaikh ‘Abdullah bin Baz (lihat: Majmu’ Fatawa bin Baz 5/311
An-Nawawi menjelaskan faedah dari doa ini bahwa rukyah itu dengan nama-nama Allah. Dan yang dimaksud dengan نَفْسٍ ada 2 makna, pertama: jiwa seseorang, dan yang kedua: ‘ain, karena an-nafs dalam bahasa arab terkadang dibawa kepada makna ‘ain, sehingga ada istilah رَجُلٌ نَفُوسٌ yaitu penyebutan untuk orang yang bisa menimpakan ‘ain kepada orang lain. (Lihat: Al-Minhaaj Syarhu Shohih Muslim bin Al-Hajjaaj 14/170)
([29]) أَذْهِبِ البَاسَ maksudnya meminta untuk dihilangkan rasa sakit yang amat sangat, meminta diangkatnya azab dari dirinya, dan juga meminta untuk dihilangkan kesedihannya. (lihat: ‘Umdatul Qoory Syarhu Shohiih Al-Bukhory 21/228)
([30]) Disebutkan Allah subhanahu wa ta’ala yang menyembuhkan, bukan obat-obatan, hal ini dokarenakan obat-obatan tidak akan bisa memberikan manfaat jika Allah subhanahu wa ta’ala tidak menciptakan dalam obat tersebut sesuatu yang dapat menyembuhkan. ((lihat: ‘Umdatul Qoory Syarhu Shohiih Al-Bukhory 21/228)
([31]) HR. Bukhari no. 5743 dan Muslim no. 2191.
([32]) maksudnya berlindung dari rasa sakit dan sesuatu yang dibenci yang sedang dialaminya sekarang dan juga berlindung dari sesuatu yang diperkirakan akan menimpanya pada kemudian hari berupa rasa sedih dan rasa takut. (lihat: Syarhu Sunan Ibni Majah Lis Suyuthi 1/252)
Hadits ini adalah riwayat ‘Utsman bin Abu Al-‘Ash ketika dia mengadu kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang sakit yang ia dapati pada badannya, lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan cara penyembuhannya yaitu dengan meletakkan tangan pada bagian tubuh yang sakit kemudian mengucapkan doa ini.
([34]) Maksudnya adalah nama-nama Allah subhanahu wa ta’ala, sifat-sifat-Nya dan ayat-ayat Al-Quran. (lihat: Mirqootul Mafaatiih Syarhu Misykaatul Mashoobiih 4/1715)
Adapun maksud dari sifat sempurna maka banyak penafsirannya dari para ulama, ada yang mengatakannya artinya kalam Allah subhanahu wa ta’ala yang sempurna, ada yang mengatakan maksud dari sempurna adalah yang bermanfaat, ada yang mengatakan yang mencukupi, ada yang mengatakan penuh keberkahan, dan ada yang mengatakan maksudnya yang jadi penghukum yang terus menerus dan tidak ada yang bisa menolaknya juga tidak ada di dalamnya aib ataupun kurang. (lihat: ‘Umdatul Qory Syarhu Shohih Al-Bukhory 15/265)
([35]) Dan هَامَّةٍ artinya segala sesuatu yang beracun dan mematikan, dan bentuk jamaknya adalah الْهَوَام. Adapun yang beracun namun tidak mematikan seperti kalajengking dan tawon maka dinamakan سَامَّة. (lihat: Syarhu Sunan Ibni Majah 1/252)
([36]) maksudnya adalah pandangan mata yang bisa mendatangkan penyakit kepada manusia berupa gila dan yang lainnya. (lihat: Kasyful Musykil min Hadiits Ash-Shohihain 2/415)
([38]) تُرْبَةُ أَرْضِنَا maksudnya tanah secara umum menurut mayoritas ulama, dan sebagian ulama berpendapat tanah khusus dari kota Madinah secara khusus karena keberkahannya atau bisa juga tanah apapun secara umum. (lihat: Al-Minhaaj Syarah Shahih Muslim 14/184)
([39]) HR. Bukhari no. 5745 dan Muslim no. 2194.
Caranya yaitu dengan mengambil ludah dengan jari telunjuk, kemudian meletakkannya di tanah hingga ada tanah yang menempel pada jari telunjuk lalu mengusap bagian yang sakit dengan mengucapkan doa tersebut ketika sedang mengusap. (lihat penjelasan Al-Imam An-Nawawi di Al-Minhaaj Syarh Shahih Muslim 14/184)