Dzikir-Dzikir Setelah Shalat Sunnah
Pendahuluan
Berkaitan dengan dzikir setelah shalat-shalat sunnah, maka bisa kita klasifikasikan menjadi dua bagian :
Pertama : Shalat-shalat sunnah yang telah datang riwayat yang menunjukan ada dzikir khusus setelah shalat-shalat tersebut, seperti dzikir setelah shalat witir dan setelah shalat dhuha.
Kedua : Shalat-shalat sunnah yang lainnya yang tidak datang riwayat yang shahih tentang dzikir khusus setelah melaksanakannya. Telah datang hadits yang dhaif tentang dzikir setelah shalat qobliyah subuh([1]) dan setelah shalat ba’diyah maghrib([2]).
Karenanya untuk shalat-shalat sunnah yang lainnya (selain witir dan dhuha), maka para ulama berpeda pendapat tentang dzikir yang dibaca setelahnya.
Pendapat pertama: Tidak ada satupun bacaan khusus yang disunnahkan setelah shalat sunnah. Dan ini adalah pendapat yang dipegang oleh syaikh Muhammad bin shalih Al ‘Utsaimin.
Asy-Syaikh Al ‘Utsaimin berkata:
الذي يظهر لي من السنة أن الاستغفار وقول اللهم أنت السلام ومنك السلام وبقية الأذكار إنما تكون في الفريضة فقط لأن الذين صلوا مع النبي صلى الله عليه وسلم صلاة الليل لم يذكروا إنه فعل ذلك بعد أن ختم صلاته لكن جاء حديث ورد عن النبي صلى الله عليه وسلم إذا سلم من الوتر أن يقول سبحان الملك القدوس ثلاث مرات يمد صوته في الثالثة.
“Yang nampak bagi saya dari hadits-hadits yang ada bahwa istighfar dan ucapan “Allahumma antassalam waminkassalam” dan dzikir-dzikir yang lain hanya untuk shalat fardhu saja, karena para sahabat yang shalat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di malam hari tidak menyebutkan hal itu (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membaca dzikir-dzikir tertentu) setelah selesai mengerjakan shalat beliau. Hanya saja di sana terdapat hadits yang menyebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika selesai dari shalat witir beliau membaca (subahanal Malikil Quddus) sebanyak tiga kali dan beliau memanjangkan suaranya di kali yang ketiga”. ([3])
Dan Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin berpendapat demikian karena menafsiran semua hadits yang menerangkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membaca dzikir-dzikir tertentu setelah shalat adalah shalat fardhu bukan umum semua shalat.
Pendapat kedua: Disunnahkan membaca “istighfar dan dzikir “Allahumma Antassalam Waminkassalam Tabarokta Ya Dzal Jalali Wal Ikrom” saja, dan tidak ada yang lainnya. Dan ini adalah pendapat yang dipegang oleh Syaikh Ibnu Bazz.
Beliau berkata:
أما بعد النوافل ليس هناك إلا الاستغفار، إذا سلم في النافلة يقول: أستغفر الله، أستغفر الله، أستغفر الله، اللهم أنت السلام ومنك السلام، تباركت يا ذا الجلال والإكرام. أما الأذكار الأخرى كلها جاءت بعد الفريضة، أما هذا بعد الفرض والنفل
“Adapun setelah shalat sunnah, maka tidak ada bacaan khusus kecuali istighfar, jika ia selesai dari shalatnya maka ia membaca: “Astaghfirullah 3x, Allahumma Antassalam Waminkassalam Tabarokta Ya Dzal Jalali Wal Ikrom” adapun dzikir-dzikir yang lainnya, maka hadits-hadits yang sampai semuanya untuk setelah shlat fardhu, adapun dzikir ini maka untuk shalat fardhu dan sunnah”. ([4])
Dan Syaikh Ibnu Baz berdalil dengan keumuman hadits Tsauban:
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، إِذَا انْصَرَفَ مِنْ صَلَاتِهِ اسْتَغْفَرَ ثَلَاثًا وَقَالَ: «اللهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ، تَبَارَكْتَ ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ» قَالَ الْوَلِيدُ: فَقُلْتُ لِلْأَوْزَاعِيِّ: ” كَيْفَ الْاسْتِغْفَارُ؟ قَالَ: تَقُولُ: أَسْتَغْفِرُ اللهَ، أَسْتَغْفِرُ اللهَ ”
“Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam apabila beliau selesai dari salam ketika selesai shalat beliau beristighfar 3x dan mengucapkan “Allahumma Antassalam Waminkassalam Tabarokta Ya Dzal Jalali Wal Ikrom” Al Walid berkata: dan aku bertanya kepada Al Auza’i: bagaimana istighfarnya? Beliau menjawab: engkau membaca: “Astaghfirullah, Astaghfirullah”. ([5])
Pendapat yang lebih kuat -menurut penulis- adalah pendapat syaikh al-Utsaimin bahwasanya untuk shalat-shalat sunnah (selain shalat dhuha dan shalat witir) maka tidak ada dzikir khusus setelah shalat. Hal ini dikuatkan bahwa ada beberapa riwayat tentang dizkir-dizkir setelah shalat yang secara dzhahir lafalnya bisa dipahami bahwa boleh dibaca setelah shalat fardu dan shalat sunnah, akan tetapi para ulama tetap memahaminya bahwa dzikir-dzikir tersebut dibaca setelah shalat wajib([6]).
Karenanya jika seseorang selesai shalat sunnah ia bebas untuk berdzikir dengan dzikir apapun tanpa harus melanggengkan dzikir tersebut, karena tidak ada dalil yang menunjukan dzikir khusus setelah shalat sunnah. Wallahu a’lam.
Bacaan Setelah shalat witir
سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ، سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ، سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ
Subhaanal Malikil qudduus 3 x (namun untuk yang ketiga dipanjangkan suaranya)”
Maha suci Allah, Sang Raja, Maha Suci ([7])
Dzikir Setelah shalat dhuha
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي، وَتُبْ عَلَيَّ، إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
Allahummagh fir lii wa tub álayya, innaka antat tawwaabur rohiim 100 x
“Ya Allah ampunilah aku dan terimalah taubatku, sesungguhnya Engkau adalah maha penerima taubat dan maha penyayang” ([8])
Dzikir Setelah shalat sunnah (selain witir dan dhuha)
Tidak ada dzikir khusus, maka silahkan berdzikir dengan yang dikehendaki tanpa melanggengkan dzikir tersebut karena tidak ada dalil yang shahih yang menunjukan adanya dzikir khusus, dan jika tidak bedzikir juga tidak mengapa.
_________________________________________________________________________________
Footnote:
([1]) Hadits Ibnu ‘Abbas beliau berkata:
سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَيْلَةً حِينَ فَرَغَ مِنْ صَلاَتِهِ: اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِكَ تَهْدِي بِهَا قَلْبِي، وَتَجْمَعُ بِهَا أَمْرِي، وَتَلُمُّ بِهَا شَعَثِي، وَتُصْلِحُ بِهَا غَائِبِي، وَتَرْفَعُ بِهَا شَاهِدِي، وَتُزَكِّي بِهَا عَمَلِي، وَتُلْهِمُنِي بِهَا رُشْدِي، وَتَرُدُّ بِهَا أُلْفَتِي، وَتَعْصِمُنِي بِهَا مِنْ كُلِّ سُوءٍ، اللَّهُمَّ أَعْطِنِي إِيمَانًا وَيَقِينًا لَيْسَ بَعْدَهُ كُفْرٌ، وَرَحْمَةً أَنَالُ بِهَا شَرَفَ كَرَامَتِكَ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ، اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الفَوْزَ فِي الْقَضَاءِ، وَنُزُلَ الشُّهَدَاءِ، وَعَيْشَ السُّعَدَاءِ، وَالنَّصْرَ عَلَى الأَعْدَاءِ، اللَّهُمَّ إِنِّي أُنْزِلُ بِكَ حَاجَتِي، وَإِنْ قَصُرَ رَأْيِي وَضَعُفَ عَمَلِي، افْتَقَرْتُ إِلَى رَحْمَتِكَ، فَأَسْأَلُكَ يَا قَاضِيَ الأُمُورِ، وَيَا شَافِيَ الصُّدُورِ، كَمَا تُجِيرُ بَيْنَ البُحُورِ أَنْ تُجِيرَنِي مِنْ عَذَابِ السَّعِيرِ، وَمِنْ دَعْوَةِ الثُّبُورِ، وَمِنْ فِتْنَةِ القُبُورِ، اللَّهُمَّ مَا قَصُرَ عَنْهُ رَأْيِي، وَلَمْ تَبْلُغْهُ نِيَّتِي، وَلَمْ تَبْلُغْهُ مَسْأَلَتِي مِنْ خَيْرٍ وَعَدْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ، أَوْ خَيْرٍ أَنْتَ مُعْطِيهِ أَحَدًا مِنْ عِبَادِكَ، فَإِنِّي أَرْغَبُ إِلَيْكَ فِيهِ، وَأَسْأَلُكَهُ بِرَحْمَتِكَ رَبَّ العَالَمِينَ، اللَّهُمَّ ذَا الحَبْلِ الشَّدِيدِ، وَالأَمْرِ الرَّشِيدِ، أَسْأَلُكَ الأَمْنَ يَوْمَ الوَعِيدِ، وَالجَنَّةَ يَوْمَ الخُلُودِ، مَعَ الْمُقَرَّبِينَ الشُّهُودِ الرُّكَّعِ، السُّجُودِ الْمُوفِينَ بِالعُهُودِ، إِنَّكَ رَحِيمٌ وَدُودٌ، وإِنَّكَ تَفْعَلُ مَا تُرِيدُ، اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا هَادِينَ مُهْتَدِينَ، غَيْرَ ضَالِّينَ وَلاَ مُضِلِّينَ، سِلْمًا لأَوْلِيَائِكَ، وَعَدُوًّا لأَعْدَائِكَ، نُحِبُّ بِحُبِّكَ مَنْ أَحَبَّكَ، وَنُعَادِي بِعَدَاوَتِكَ مَنْ خَالَفَكَ، اللَّهُمَّ هَذَا الدُّعَاءُ وَعَلَيْكَ الإِجَابَةُ، وَهَذَا الجُهْدُ وَعَلَيْكَ التُّكْلاَنُ، اللَّهُمَّ اجْعَلْ لِي نُورًا فِي قَلْبِي، وَنُورًا فِي قَبْرِي، وَنُورًا مِنْ بَيْنِ يَدَيَّ، وَنُورًا مِنْ خَلْفِي، وَنُورًا عَنْ يَمِينِي، وَنُورًا عَنْ شِمَالِي، وَنُورًا مِنْ فَوْقِي، وَنُورًا مِنْ تَحْتِي، وَنُورًا فِي سَمْعِي، وَنُورًا فِي بَصَرِي، وَنُورًا فِي شَعْرِي، وَنُورًا فِي بَشَرِي، وَنُورًا فِي لَحْمِي، وَنُورًا فِي دَمِي، وَنُورًا فِي عِظَامِي، اللَّهُمَّ أَعْظِمْ لِي نُورًا، وَأَعْطِنِي نُورًا، وَاجْعَلْ لِي نُورًا، سُبْحَانَ الَّذِي تَعَطَّفَ العِزَّ وَقَالَ بِهِ، سُبْحَانَ الَّذِي لَبِسَ الْمَجْدَ وَتَكَرَّمَ بِهِ، سُبْحَانَ الَّذِي لاَ يَنْبَغِي التَّسْبِيحُ إِلاَّ لَهُ، سُبْحَانَ ذِي الفَضْلِ وَالنِّعَمِ، سُبْحَانَ ذِي الْمَجْدِ وَالكَرَمِ، سُبْحَانَ ذِي الجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ.
“Ya Allah, aku memohon rahmat dari sisiMu, dengannya Engkau memberikan petunjuk kepada hatiku, dan dengannya Engkau kumpulkan urusanku, dengannya Engkau cela kekacauanku, dan dengannya Engkau perbaiki apa yang tidak nampak dariku, dan dengannya Engkau angkat apa yang nampak padaku, dengannya Engkau mensucikan amalanku, dengannya Engkau mengilhami pikiranku, dan dengannya Engkau kembali kelembutanku, dengannya Engkau melindungiku dari segala keburukan. Ya Allah, berikan kepadaku keimanan dan keyakinan yang tidak ada kekafiran setelahnya, serta rahmat yang dengannya aku peroleh kemuliaan-Mu di dunia dan akhirat. Ya Allah, aku memohon kepadaMu keberuntungan mendapatkan pemberianMu, serta hidangan orang-orang yang mati syahid, kehidupan orang-orang yang berbahagia, dan kemenangan atas musuh. Ya Allah kepadaMu aku sampaikan hajatku, walaupun terbatas penglihatanku, serta lemah amalanku. Aku butuh kepada rahmatMu, maka aku memohon kepadaMu wahai Dzat Yang Maha Mampu menyelesaikan segala perkara, wahai Dzat yang mengobati hatiku, sebagaimana Engkau melindungi diantara lautan aku mohon agar Engkau lindungi aku dari adzab Neraka Sa’ir, serta seruan kebinasaan, serta fitnah kubur. Ya Allah, apa yang tidak mampu terlihat oleh pandanganku, dan tidak dicapai oleh niatku, serta tidak sampai permintaanku dari kebaikan yang telah Engkau janjikan kepada seseorang diantara makhlukMu, atau kebaikan yang Engkau berikan kepada seseorang diantara hamba-hambaMu, maka menginginkan dan memohonnya kepadaMu dengan rahmatMu, wahai Tuhan semesta alam. Ya Allah Yang memiliki tali (agama) yang kuat, dan perkara yang lurus, aku memohon kepadaMu keamanan pada hari yang penuh dengan ancaman, serta Surga pada hari yang kekal bersama orang-orang yang dekat, yang mati syahid, yang banyak melakukan ruku’ dan sujud, serta yang senantiasa memenuhi janji, sesungguhnya Engkau Maha Pengasih dan Penyayang. Engkau mampu melakukan apa yang Engkau kehendaki. Ya Allah, jadikanlah kami orang-orang yang memberi petunjuk dan mendapatkan petunjuk, yang tidak tersesat dan menyesatkan, menyerah kepada para waliMu dan memusuhi musuh-musuhMu. Kami mencintai dengan kecintaanMu kepada orang yang mencintaiMu dan memusuhi dengan permusuhanMu kepada orang yang menyelisihiMu. Ya Allah, inilah doa yang mampu aku panjatkan dan kabulkanlah doa tersebut, dan inilah usahaku dan kepadaMu aku bersandar. Ya Allah berikanlah cahaya dalam hatiku dan cayaha dalam kuburku, cahaya di hadapanku, cahaya dari belakangku, cahaya dari kananku, cahaya dari kiriku, cahaya dari atasku, atasku, cahaya dari bawahku, cahaya dalam pendengaranku, cahaya dalam penglihatanku, cahaya dalam rambutku, cahaya dalam kulitku, cahaya dalam dagingku, cahaya dalam darahku, dan cahaya dalam tulangku. Ya Allah, perbesarkan cahaya untukku, berilah aku cahaya dan jadikan untukku cahaya. Maha Suci Dzat Yang memberikan kemuliaan dan berfirman dengan kemuliaan. Maha Suci dzat yang memiliki keagungan, dan memberi dengan keagungan. Maha Suci Dzat yang tidak sepantas untuk memuji kecuali kepadaNya, Dzat Yang memiliki karunia dan kenikmatan. Maha Suci Dzat yang memiliki keagungan dan kemurahan, Maha Suci Dzat Yang memiliki kebesaran dan kemuliaan”(H.R. Attirmidzi No.3419).
Hadits ini dinyatakan bathil oleh imam Ibnu Hibban (Al Majruhin, Ibnu Hibban, 5/276) dan dinyatakan munkar oleh imam Adz-Dzahabi (Siyar A’lam Annubala, 5/444), serta dinyatakan dho’if oleh Syaikh Al Albani. (Silsilah Ahadits Ad-Dho’ifah No.2916)
([2]) Hadits Ummu Salamah beliau berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا انْصَرَفَ مِنْ صَلَاةِ الْمَغْرِبِ يَدْخُلُ فَيُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ يَقُولُ فِيمَا يَدْعُو: «يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ، ثَبِّتْ قُلُوبَنَا عَلَى دِينِكَ». فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَتَخْشَى عَلَى قُلُوبِنَا مِنْ شَيْءٍ؟ قَالَ: «مَا مِنْ إِنْسَانٍ إِلَّا قَلْبُهُ بَيْنَ أُصْبُعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ، فَإِنِ اسْتَقَامَ أَقَامَهُ، وَإِنْ أَزَاغَ أَزَاغَهُ»
“Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam apabila selesai dari shalat maghrib beliau masuk dan shalat dua rakaat kemudian berdo’a: “Wahai dzat yang membolak balikkan hati, kokohkanlah hati kami di atas agamaMu” kemudian aku bertanya kepada beliau: “Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam apakah engkau khawatir sesuatu akan mengenai (mengganggu) hati kita? Beliau menjawab: “tidak ada satu orangpun dari kalangan manusia kecuali hatinya berada di antara dua jemari Allah azza wa jalla apabila ia lurus maka Allah azza wa jalla luruskan dan apabila melenceng maka Allah azza wa jalla palingkan” (H.R. Ibnu Assunni, ‘Amalul Yaumi Wa Allailah No.658).
Hadits ini maudhu’ (palsu), karena ada perowi yang bernama ‘Atho’ bin ‘Ajlan, dan dia adalah perowi yang matruk.
Berkata imam Ibnu Hajar Al ‘Asqolani:
عطاء بن عَجْلان الحَنَفي، أبو محمدٍ البصري، العَطّار: متروكٌ، بل أَطلَقَ عليه ابنُ مَعِين والفَلّاس وغيرُهما الكَذبَ،
“‘Atho’ bin ‘Ajlan Al Hanafi, Abu Muhammad Al Bashri Al ‘Atthor: Matruk, bahkan Ibnu Ma’in dan Al Fallas memuthlaqkan shifat dusta kepadanya” (Taqrib Attahdzib, Ibnu Hajar, No.4594).
Dan beliau berkata: “Dan ‘Atho’, mereka (para ahli hadits) menyatakan bahwa dia pendusta. Dan telah sampai kepadaku dari jalur yang lain dengan sanad yang hasan dari Ummu Salamah tanpa ada penjelasan waktu beliau membacanya”. (Nataij Al Afkar, Ibnu Hajar, 3/13)
([3]) Fatawa Nur ‘Ala Addarbi, Ibnu ‘Utsimin, 8/2
([4]) Fatawa Nur ‘Ala Addarbi, Ibnu Baz, 9/113
([6]) Diantara riwayat-riwayat tersebut :
Pertama : Hadits Abu Huroiroh:
«أَفَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِأَمْرٍ تُدْرِكُونَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ، وَتَسْبِقُونَ مَنْ جَاءَ بَعْدَكُمْ، وَلاَ يَأْتِي أَحَدٌ بِمِثْلِ مَا جِئْتُمْ بِهِ إِلَّا مَنْ جَاءَ بِمِثْلِهِ؟ تُسَبِّحُونَ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ عَشْرًا، وَتَحْمَدُونَ عَشْرًا، وَتُكَبِّرُونَ عَشْرًا»
“Maukah kalian aku kabarkan tentang sesuatu yang mana dengannya kalian bisa mengimbangi orang yang telah mendahului kalian dan kalian bisa mengungguli orang yang datang setelah kalian dan tidak akan ada yang bisa mengimbangi kalian kecuali jika orang tersebut melakukan apa yang kalian? Hendaklah di setiap setelah shalat kalian membaca tasbih 10x dan hamdalah 10x dan takbir 10x”. (H.R. Bukhari No.6329, Muslim No.595)
Kedua : Hadits Mu’adz bin Jabal:
” أُوصِيكَ يَا مُعَاذُ لَا تَدَعَنَّ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ تَقُولُ: اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ، وَشُكْرِكَ، وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ ”
“Wahai Mu’adz, sungguh aku mewasiatkan kepadamu agar engkau tidak pernah meninggalkan bacaan: “Ya Allah azza wa jalla tolonglah aku untuk selalu mengingatMu, dan bersyukur kepadaMu dan selalu memperbaiki ibadahku kepadaMu” (H.R. Abu Dawud No.1522 dan dishohihkan oleh syaikh Al Albani.)
Ketiga : Hadits A’isyah:
مَا جَلَسَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَجْلِسًا قَطُّ، وَلَا تَلَا قُرْآنًا، وَلَا صَلَّى صَلَاةً إِلَّا خَتَمَ ذَلِكَ بِكَلِمَاتٍ قَالَتْ: فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، أَرَاكَ مَا تَجْلِسُ مَجْلِسًا، وَلَا تَتْلُو قُرْآنًا، وَلَا تُصَلِّي صَلَاةً إِلَّا خَتَمْتَ بِهَؤُلَاءِ الْكَلِمَاتِ؟ قَالَ: ” نَعَمْ، مَنْ قَالَ خَيْرًا خُتِمَ لَهُ طَابَعٌ عَلَى ذَلِكَ الْخَيْرِ، وَمَنْ قَالَ شَرًّا كُنَّ لَهُ كَفَّارَةً: سُبْحَانَكَ وَبِحَمْدِكَ، لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ ”
“Tidaklah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam duduk di suatu majlis dan tidaklah beliau membaca Al quran, dan tidaklah beliau shalat kecuali beliau mengakhirinya dengan bacaan, lalu aku bertanya kepadanya: Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidaklah aku melihatmu setiap kali duduk di suatu majlis, dan membaca Al quran dan shalat kecuali engkau membaca bacaan tersebut?
Beliau menjawab: Ya, barang siapa mengucapkan kebaikan maka ditulis baginya kebaikan tersebut, dan barang siapa yang mengucapkan yang tidak baik maka bacaan itu menjadi kaffarohnya: Subhanaka Wabihamdika La Ilaha Illa Anta Astaghfiruka Wa Atubu Ilaika” (Sunan Al Kubro Annasai No.10067 dan dishohihkan oleh imam Ibnu Hajar Al ‘Asqolani di dalam kitab Annukat ‘Ala Kitab Ibni Sholah, 2/733, syaikh Al Albani di dalam kitab Silsilah Ahadits Shohihah No.3164 dan beliau menukilakn bahwa Syaikh Robi’ menghasankan hadits ini, dan juga dishohihkan oleh syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi’I di dalam kitab Al Jami’ Asshohih Mimma Laisa Fisshohihain No.995).
Dan hadits ini termaasuk hadits yang paling kuat di antara hadits-hadits yang menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membaca dzikir khusus setelah shalat sunnah, karena A’isyah tidak menyaksikan shalat wajibnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, kecuali jika hadits ini dibawa kepada pemahaman bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selalu mengeraskan dzikirnya setiap setelah shalat fardhu sehingga A’isyah dapat mendengarnya karena dekatnya rumah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan masjid.
Keempat : Hadits ‘Uqbah bin ‘Amir:
«أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقْرَأَ بِالْمُعَوِّذَاتِ دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ»
“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkanku agar aku senantiasa membaca Al Mu’awwidzat setiap kali selesai shalat”(H.R. Abu Dawud No.1523)
Kelima : Hadits Mush’ab bin Sa’d dan ‘Amr bin Maimun:
كَانَ سَعْدٌ، يُعَلِّمُ بَنِيهِ هَؤُلاَءِ الكَلِمَاتِ كَمَا يُعَلِّمُ الْمُكَتِّبُ الغِلْمَانَ وَيَقُولُ: إِنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَتَعَوَّذُ بِهِنَّ دُبُرَ الصَّلاَةِ: اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الجُبْنِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ البُخْلِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ أَرْذَلِ العُمُرِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الدُّنْيَا، وَعَذَابِ القَبْرِ.
“Adalah Sa’d mengajari anak-anaknya bacaan ini sebagaimana guru mengajarkan anak-anak kecil dan beliau berkata: Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa berlindung dari hal-hal tersebut setiap kali selesai shalat: “Ya Allah azza wa jalla sesunggunya aku berlindung kepadaMu dari sifat pengecut dan aku berlindung kepadaMu dari sifat kikir dan aku berlindung kepadaMu dari ‘umur yang hina dan aku berlindung kepadaMu dari fitnah dunia dan ‘adzab qubur” (H.R. Attirmidzi No.3567).
Dan di sana ada ayat yang bisa dipahami secara umum:
وَمِنَ اللَّيْلِ فَسَبِّحْهُ وَأَدْبَارَ السُّجُودِ
“Dan bertasbihlah di Waktu malam dan setiap kali setelah shalat”(Q.S. Qaf: 40)
Akan tetapi imam Ibnu Katsir berkata: Oleh karenanya Sunnah menganjurkan tasbih tahmid dan takbir setiap kali selesai shalat wajib. (Tafsir Ibnu Katsir, 1/505)
Dan selain hadits-hadits di atas yang kontekasnya umum untuk setiap kali selesai shalat.
Akan tetapi kebanyakan ‘Ulama menafsirkan bahwa semua hadits ini di pahami tentang bacaan setelah shalat fardhu dan bukan shalat sunnah, sebagimana yang dilakukan oleh imam Ibnu Hajar ketika beliau mensyarah sub judul Shohih Bukhori “bab doa setelah shalat” kemudian beliau mengatakan: yaitu shalat fardhu. (Fath Al Bari, Ibnu Hajar, 11/133 dan diantara hadits yang dibawakan adalah hadits wasiat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada Mu’adz.). Begitu juga yang dilakukan oleh Badruddin Al ‘Aini dan pensyarah kitab-kitab hadits selain mereka.
Karenanya pendalilan Syaikh Ibnu Baz dengan keumuman dalil tersebut seharusnya berlaku juga pada semua hadits yang bermakna umum kecuali jika ada hadits yang mentaqyid. Namun kenyataannya para ulama memahami bahwa dzikir-dzikir tersebut hanya berlaku untuk selesai shalat fardlu.
Dan termasuk dalil yang mengatakan tidak ada dzikir tertentu adalah semua hadits ini datang secara muthlaq dan kita kembalikan kepada tafsiran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan amalan beliau, dan ternyata beliau mengamalkannya hanya pada shalat-shalat wajib dan tidak pada shalat-shalat sunnah.
([7]) Berdasarkan Hadits ‘Abdurrahman bin Abza, beliau berkata:
” أَنَّهُ كَانَ يَقْرَأُ فِي الْوِتْرِ بِسَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى وَقُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ، فَإِذَا سَلَّمَ قَالَ: سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ، سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ، سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ، وَرَفَعَ بِهَا صَوْتَهُ ” -وفي رواية- يطولها ثلاثا -وفي رواية- يمد بالآخرة صوته.
“Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika shalat witir membaca SabihismaRabbikal A’la dan Qul Yaa Ayyuhal Kafirun dan Qul Huwallahu Ahad, dan ketika beliau selesai salam beliau membaca: Subhanal Malikil Quddus 3x dan beliau mengeraskannya. Dan di sebagian riwayat dengan memanjangkan suaranya tiga kali dan di sebagian riwayat: dan beliau memanjangkan suaranya di akhir (yang ketiga).
(H.R. Ahmad No.15362,15355, 15354. Dan selain Ahmad. Dan syaikh Syu’aib Al Arnauth menyatakan: “Haditsnya shohih dan sesuai syarat Bukhori dan Muslim” tahqiq Musnad Ahmad No.15354)
([8]) Berdasarkan hadits A’isyah, beliau berkata :
صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الضُّحَى، ثُمَّ قال: اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي، وَتُبْ عَلَيَّ، إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ” حَتَّى قالها مائة مرة.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam shalat dhuha kemudian beliau membaca: “Ya Allah azza wa jalla sesungguhnya kau meminta ampun kepadamu dan ampunilah aku sesungguhnya engkau adalah maha pengampun lagi maha penyayang” dan beliau membacanya sampai 100 x”.(H.R. Bukhori Adab Al Mufrod No.619 dan dishohihkan oleh Al Haitsami, Majma’ul Fawaid Wa Manba’ul Fawaid, No.3403, dan dinyatakan shohoih al isnad oleh syaikh Al Albani, Shohih Adab Al Mufrod 619/483)