54. مُتَّكِـِٔينَ عَلَىٰ فُرُشٍۭ بَطَآئِنُهَا مِنْ إِسْتَبْرَقٍ ۚ وَجَنَى ٱلْجَنَّتَيْنِ دَانٍ
muttaki`īna ‘alā furusyim baṭā`inuhā min istabraq, wa janal-jannataini dān
54. Mereka bertelekan di atas permadani yang sebelah dalamnya dari sutera. Dan buah-buahan di kedua surga itu dapat (dipetik) dari dekat.
Tafsir :
Kata (فُرُشٌ) merupakan bentuk jamak dari (فِرَاشٌ) yang maknanya adalah sesuatu yang dihamparkan. Sebagian ulama menafsirkan bahwa yang dimaksud adalah permadani atau semacam karpet yang diletakkan di atas tanah. Permadani ini bagian bawahnya terbuat dari kain sutra yang halus. Allah tidak menyebutkan sifat-sifat bagian atasnya. Para ulama menjelaskan bahwa Allah tidak menyebutkan hal itu karena di bagian atasnya terdapat kenikmatan yang disembunyikan oleh Allah. Cukuplah bagi seseorang mengetahui bagian bawahnya saja yang menempel dengan tanah terbuat dari sutra yang halus. Maka dari itu dapat dipastikan bagian atasnya tentu saja sangat indah([1]). Di dalam ayat lain disebutkan:
عَلى سُرُرٍ مَوْضُونَةٍ مُتَّكِئِينَ عَلَيْها مُتَقابِلِينَ
“Mereka berada di atas dipan-dipan yang bertahtakan emas dan permata. Mereka bersandar di atasnya berhadap-hadapan.” (QS Al-Waqi’ah: 15-16)
Begitu juga dengan firman Allah,
عَلٰى سُرُرٍ مُّتَقٰبِلِيْنَ
“(Mereka duduk) berhadap-hadapan di atas dipan-dipan.” (QS. As-Saffat: 44)
Artinya penghuni surga terkadang bertelekan di atas permadani. Sebagian ulama ada yang mengatakan bahwa permadani ini diletakkan di atas tanah. Sedangkan sebagian ulama yang lain ada yang mengatakan bahwa permadani ini diletakkan di atas tempat tidur, sehingga secara umum tetap dikatakan bahwa mereka bertelekan di atas dipan-dipan yang tinggi.([2])
Adapun kata (مُتَّكِئِيْنَ) asal katanya adalah dari kata (اتِّكَاءٌ) yang maknanya adalah bertelekan yang merupakan keadaan pertengahan antara duduk dan tidur. Penghuni surga saat itu tidak duduk dan tidak tidur. Akan tetapi bersandar dengan bertelekan. Para ulama mengatakan itulah merupakan cara duduk orang-orang yang sedang berada dalam kenikmatan, dalam kondisi sehat dan aman. Bukan seperti cara duduk orang yang sakit dan bukan pula seperti orang yang sibuk dan banyak pikiran. Para ahli tafsir juga mengatakan ini menunjukkan cara duduknya orang yang sedang dilayani, karena ketika seseorang menginginkan sesuatu maka ia tidak perlu bangun untuk mengambilnya karena sudah ada yang melayaninya. Sehingga kesimpulannya mereka adalah sedang berada dalam kenikmatan yang sempurna sembari bertelekan di atas permadani yang bagian bawahnya adalah sutra yang halus terlebih lagi bagian atasnya.([3])
وَجَنَى الْجَنَّتَيْنِ دَانٍ
“Dan buah-buahan di kedua surga itu dapat (dipetik) dari dekat.” (QS Ar-Rahman: 54)
Penghuni surga dalam kondisi bertelekan dapat memetik buah-buahan yang dahannya dapat mendekat ke penghuni surga tersebut tanpa perlu bersusah payah untuk memetiknya dan ia bisa memakan buahnya tanpa kepayahan sama sekali. Itu semua menunjukkan kekuasaan Allah atas segala sesuatu yang mungkin saja terjadi.([4])
__________________
Footnote :
([1]) Lihat: Tafsir Ats-Tsa’labiy 9/190 dan Tafsir Al-Baghawiy 7/453.
([2]) Lihat: At-Tahrir Wa At-Tanwir Li Ibnu ‘Asyur 27/267.
([3]) Lihat: At-Tahrir Wa At-Tanwir Li Ibnu ‘Asyur 27/267.
([4]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubiy 17/180 dan At-Tahrir Wa At-Tanwir Li Ibnu ‘Asyur 27/269.