9. وَأَقِيمُوا۟ ٱلْوَزْنَ بِٱلْقِسْطِ وَلَا تُخْسِرُوا۟ ٱلْمِيزَانَ
wa aqīmul-wazna bil-qisṭi wa lā tukhsirul-mīzān
9. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu.
Tafsir :
Ayat ini menjelaskan tentang timbangan. Jika diperhatikan, hal ini merupakan sesuatu yang sepele. Akan tetapi, masalah timbangan merupakan salah satu permasalahan yang berbahaya. Karena Allah pernah mengadzab suatu kaum, yaitu kaum Nabi Syu’aib, disebabkan ulah mereka yang sering mengurangi takaran. ([1])
Suatu kali Nabi pernah datang ke kota Madinah, beliau mendapati sebagian orang mengurangi takaran dan timbangan. Maka, Allah menurunkan firmanNya:
وَيْلٌ لِّلْمُطَفِّفِيْنَۙ
“Celakalah bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang)!” (QS. Al-Muthaffifin: 1)
Renungkanlah, hendaknya seseorang berhati-hati ketika berbuat suatu kedzaliman atau suatu maksiat yang berkaitan dengan orang lain. Lebih baik, seseorang berbuat maksiat terhadap Allah. Karena Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Namun, jika seseorang berbuat maksiat terhadap orang lain. Maka, dia akan menuntut pada hari kiamat kelak. Karena, hukum asal seseorang ketika didzalimi adalah menuntut. Di dunia saja dia susah untuk memaafkan, apalagi di akhirat kelak, dia akan menuntut keadilan di hadapan Allah, maka hal itu menjadi sesuatu yang sangat mengerikan. Akibatnya, bagi orang yang mendzalimi tatkala dihadapkan dengan neraka yang sangat mengerikan, dia butuh dengan pahala, namun pahala yang dia miliki diberikan kepada orang yang dia dzalimi waktu di dunia.
Sufyan Ats-Tsauriy berkata:
إِنَّكَ أَنْ تَلْقَى اللهَ عَزَّ وَجَلَّ بِسَبْعِيْنَ ذَنْباً فِيْمَا بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ أَهْوَنُ عَلَيْكَ مِنْ أَنْ تَلْقَاهُ بِذَنْبٍ وَاحِدٍ فِيْمَا بَيْنَكَ وَبَيْنَ الْعِبَادِ
“Sesungguhnya engkau bertemu Allah dengan membawa tujuh puluh dosa antara engkau dengan Allah perkaranya lebih ringan, dari pada engkau bertemu Allah dengan membawa satu dosa antara engkau dengan manusia.” ([2])
وَلَا تُخْسِرُوا الْمِيْزَانَ
“Dan janganlah kamu mengurangi keseimbangan itu.” (QS. Ar-Rahman: 9)
Sebagian ulama berpendapat bahwa maksudnya adalah “janganlah kalian mengurangi timbangan kebaikan kalian pada hari kiamat”([3]). Ini merupakan maksud dari (إِنَّ الْجَزَاءَ مِنْ جِنْسِ الْعَمَلِ) artinya ‘balasan bergantung pada amal’.
Artinya, jika seseorang menjual suatu barang kepada pembeli, kemudian penjual tersebut mengurangi timbangan atau takaran pada barang yang dijualnya. Maka, secara pasti timbangan amalnya di akhirat juga akan ikut berkurang. Karena dia telah mendzalimi pembeli. Dan di akhirat kelak pahala orang yang mendzalimi akan diberikan kepada orang yang terdzalimi.
Oleh karena itu, hendaknya seseorang selalu berhati-hati. Jika dia mengurangi timbangan di dunia. Maka timbangan amal kebaikannya di akhirat juga akan berkurang. Hal itu sudah menjadi suatu hukum yang lazim. Karena di akhirat kelak pahala orang yang dzalim akan diberikan kepada orang yang terdzalimi.
Ini sekaligus menjadi peringatan bagi orang yang berjualan, berbisnis agar menghindari kedustaan dan kebohongan dalam bisnis atau dagangannya. Karena banyak cara yang digunakan untuk berbohong khususnya bagi para pedagang, yaitu dengan cara mengurangi timbangan atau takaran. Jadi, setiap kali dia mengurangi takaran, maka tanpa sadar, sejatinya dia telah mengurangi amal kebaikannya di akhirat.
_________________
Footnote :
([1]) Lihat: At-Tahrir Wa At-Tanwir Li Ibnu ‘Asyur 27/240.
([2]) At-Tadzkirah Bi Ahwali Al-Mauta wa Umuur Al-Akhirah Li Al-Qurthubiy hal.726.