2. عَلَّمَ ٱلْقُرْءَانَ
‘allamal-qur`ān
2. Yang telah mengajarkan al Quran.
Tafsir :
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
اَلرَّحْمٰنُۙ. عَلَّمَ الْقُرْاٰنَۗ
“(Allah) Yang Maha Pengasih, Yang telah mengajarkan Al-Qur’an.” (QS. Ar-Rahman: 1-2)
Diantara nikmat yang Allah berikan dan Dia sebutkan di urutan pertama dalam surat ini adalah Allah mengajarkan Al-Qur’an. Dia mengajarkan Al-Qur’an kepada Nabi dan juga kepada hamba-hambaNya([1]). Maka dari itu Allah berfirman:
وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْاٰنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِنْ مُّدَّكِرٍ
“Dan sungguh, telah Kami mudahkan Al-Qur’an untuk peringatan, maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran?” (QS. Al-Qamar: 17)
Al-Qur’an mudah dipelajari. Orang yang tidak mengetahui ilmu bahasa Arab pun mampu membacanya([2]). Apalagi bagi mereka yang mengetahuinya. Jadi, Al-Qur’an termasuk nikmat paling besar yang diberikan kepada makhlukNya. Al-Qur’an adalah kitab yang mendatangkan kebahagiaan. Sebagaimana firman Allah:
طٰهٰ ۚ. مَآ اَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْاٰنَ لِتَشْقٰٓى ۙ
“Thaha. Kami tidak menurunkan Al-Qur’an ini kepadamu (Muhammad) agar engkau menjadi susah.” (QS. Thaha: 1-2)
Ayat ini menjelaskan tujuan Allah menurunkan Al-Qur’an kepada Nabi, yaitu untuk membuat beliau dan umatNya bahagia([3]). Jadi, sejauh mana keterkaitan seseorang dengan Al-Qur’an, maka sejauh itu pula seseorang akan merasakan kebahagiaan. Sejauh mana seseorang semakin jauh dengan Al-Qur’an, maka sejauh itu pula kebahagiaan itu menjauhi seseorang. Kemudian kesengsaraan akan menghinggapi hatinya.
Maka, hendaknya seorang mukmin berusaha memiliki perhatian dengan Al-Qur’an, baik tilawah (membaca)nya, membaca terjemahannya atau mendengarkan tafsirnya. Karena, ketika seseorang semakin memperdalam Al-Qur’an, maka dia semakin memperoleh kebahagiaan. Sebagaimana halnya, Allah menyebutkan di dalam surat ini nikmat yang paling besar, nikmat yang Allah berikan kepada hambaNya sebelum nikmat-nikmat yang lain, yaitu nikmat Al-Qur’an.
Disebutkan di dalam suatu riwayat dari Abdullah bin Mas’ud yang menunjukan bahwa surah Ar-Rahman termasuk surah-surah al-Mufashhol,
أَتَى ابْنَ مَسْعُودٍ رَجُلٌ، فَقَالَ: إِنِّي أَقْرَأُ الْمُفَصَّلَ فِي رَكْعَةٍ، فَقَالَ: أَهَذًّا كَهَذِّ الشِّعْرِ، وَنَثْرًا كَنَثْرِ الدَّقَلِ، لَكِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقْرَأُ النَّظَائِرَ السُّورَتَيْنِ فِي رَكْعَةٍ، الرَّحْمَنَ وَالنَّجْمَ فِي رَكْعَةٍ، وَاقْتَرَبَتْ وَالْحَاقَّةَ فِي رَكْعَةٍ، وَالطُّورَ وَالذَّارِيَاتِ فِي رَكْعَةٍ، وَإِذَا وَقَعَتْ، وَنُونَ فِي رَكْعَةٍ، وَسَأَلَ سَائِلٌ وَالنَّازِعَاتِ فِي رَكْعَةٍ، وَوَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِينَ وَعَبَسَ فِي رَكْعَةٍ، وَالْمُدَّثِّرَ وَالْمُزَّمِّلَ فِي رَكْعَةٍ، وَهَلْ أَتَى وَلَا أُقْسِمُ بِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فِي رَكْعَةٍ، وَعَمَّ يَتَسَاءَلُونَ وَالْمُرْسَلَاتِ فِي رَكْعَةٍ، وَالدُّخَانَ وَإِذَا الشَّمْسُ كُوِّرَتْ فِي رَكْعَةٍ
“Ada seseorang datang kepada Ibnu Mas’ud seraya berkata: ‘Aku membaca surat Al-Mufasshal dalam satu rakaat.’ Maka Ibnu Mas’ud bertanya: ‘Apakah kamu membacanya dengan cepat seperti membaca sya’ir? Akan tetapi, Rasulullah dahulu membaca dua surat Al-Mufasshal dalam satu rakaat, beliau membaca surat Ar-Rahman dan An-Najm dalam satu rakaat, Al-Qamar dan Al-Haqqah dalam satu rakaat, Ath-Thur dan Adz-Dzariyat dalam satu rakaat, Al-Waqi’ah dan Nun dalam satu rakaat, Al-Ma’arij dan An-Nazi’at dalam satu rakaat, Al-Muthaffifin dan ‘Abasa dalam satu rakaat, Al-Muddatstsir dan Al-Muzzammil dalam satu rakaat, Al-Insan dan Al-Qiyamah dalam satu rakaat, An-Naba’ dan Al-Mursalat dalam satu rakaat. Dan Ad-Dukhan dan At-Takwir dalam satu rakaat.” ([4])
_________________
Footnote :
([1]) Lihat: Tafsir Ath-Thabariy 22/7 dan Tafsir Ibnu ‘Athiyyah 5/223.
([2]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubiy 17/152
([3]) Lihat: Tafsir As-Sa’diy hal.501
([4]) H.R. Abu Dawud no.1396 dan dishahihkan oleh Al-Albani di Ashl Shifat Sholat an-Nabi 1/404-405
Hadits ini menunjukan dibolehkannya membaca dua surat dalam satu rakaat, begitu juga dibolehkan membaca tiga surat dalam satu rakaat. Sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Hudzaifah,
صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ لَيْلَةٍ، فَافْتَتَحَ الْبَقَرَةَ، فَقُلْتُ: يَرْكَعُ عِنْدَ الْمِائَةِ، ثُمَّ مَضَى، فَقُلْتُ: يُصَلِّي بِهَا فِي رَكْعَةٍ، فَمَضَى، فَقُلْتُ: يَرْكَعُ بِهَا، ثُمَّ افْتَتَحَ النِّسَاءَ، فَقَرَأَهَا، ثُمَّ افْتَتَحَ آلَ عِمْرَانَ،
“Pada suatu malam aku shalat bersama Nabi, lalu beliau mulai membaca surat Al-Baqarah. Maka aku berkata: ‘Beliau akan ruku’ setelah seratus ayat’ kemudian beliau melanjutkannya. Maka aku berkata: ‘Beliau akan membaca Al-Baqarah dalam satu rakaat.’ Lalu beliau melanjutkannya. Maka aku berkata: ‘Beliau akan ruku’.’ Kemudian beliau melanjutkan lagi dengan membaca surat An-Nisa, kemudian membaca surat Ali Imran.” (H.R. Muslim no.772)
Dalam satu riwayat dari Abdullah bin Mas’ud berkata:
صَلَّيْتُ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَطَالَ حَتَّى هَمَمْتُ بِأَمْرِ سَوْءٍ، قَالَ: قِيلَ: وَمَا هَمَمْتَ بِهِ؟ قَالَ: «هَمَمْتُ أَنْ أَجْلِسَ وَأَدَعَهُ
“Aku pernah bersama Rasulullah, lalu beliau memanjangkan shalatnya, hingga aku berkeinginan sesuatu yang buruk. Dia berkata, ditanyakan kepadanya: ‘Apa yang engkau inginkan?’ Dia berkata: ‘Aku ingin duduk dan meninggalkan beliau (shalat)’.” (H.R. Muslim no. 773)
Dibolehkan juga membaca satu surat dalam satu rakaat, sebagaimana yang dilakukan semua orang pada umumnya. Seperti halnya, dibolehkan bagi seseorang membaca satu surat dari Al-Qur’an dibagi menjadi dua, setengah surat yang pertama dibaca dalam satu rakaat dan setengah surat yang tersisa dibaca pada rakaat yang lain (Lihat Ahkamul Qur’an Li Ibnu Al-‘Arabiy 4/336). Hal ini berdasarkan firman Allah:
فَاقْرَءُوْا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْاٰنِۗ
“Karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur’an.” (QS. Al-Muzzammil: 20)
Bahkan, sebagian ulama membolehkan membaca satu ayat di bagi menjadi dua rakaat, yaitu setengah ayat pertama dibaca pada rakaat pertama dan setengah ayat yang tersisa dibaca pada rakaat yang kedua. Akan tetapi, dengan syarat jika ayat tersebut membawa makna yang lengkap. Namun demikian, sebaiknya seseorang menghindari permasalahan ini, karena yang dicontohkan oleh Nabi adalah dengan membaca satu surat yang lengkap dalam satu rakaat atau satu surat dibagi menjadi dua dalam dua rakaat.( Lihat: Fathul Qadir Li Al-Kamal Ibnu Al-Humam 1/332)