11. أُو۟لَٰٓئِكَ ٱلْمُقَرَّبُونَ
ulā`ikal-muqarrabụn
11. Mereka itulah yang didekatkan kepada Allah.
Tafsir :
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
أُولَئِكَ الْمُقَرَّبُونَ، فِي جَنَّاتِ النَّعِيمِ، ثُلَّةٌ مِنَ الْأَوَّلِينَ، وَقَلِيلٌ مِنَ الْآخِرِينَ
“Mereka itulah orang yang dekat (kepada Allah). Berada dalam surga kenikmatan, segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu, dan segolongan kecil dari orang-orang yang kemudian.” (QS. Al-Waqi’ah : 11-14)
Yang Allah Subhanahu wa ta’ala maksud dalam ayat ini yaitu golongan As-Saabiquun (orang yang lebih dahulu), dan Allah menjelaskan tentang golongan ini pertama kali karena golongan ini merupakan golongan yang paling tinggi.([1])
Kata السَّابِقُونَ berasal dari kata السَّبق yang artinya mendahului, seperti seseorang sampai pada suatu tempat sebelumnya yang lainnya sehingga menunjukkan bahwa dia adalah orang yang pertama. Makna ini dibawa kepada makna bersegera dalam melaksanakan amal saleh, seperti firman Allah Subhanahu wa ta’ala,
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung.” (QS. At-Taubah : 100)
Kemudian juga seperti firman Allah dalam ayat yang lain,
أُولَئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ
“Mereka itu bersegera dalam kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang lebih dahulu memperolehnya.” (QS. Al-Mu’minun : 61)([2])
Oleh karenanya ketika Allah Subhanahu wa ta’ala telah berbicara tentang amal saleh, maka semuanya diperintahkan untuk bersegera. Sebagaimana dalam firman-Nya,
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
“Dan bersegeralah menuju ampunan dari Rabb kalian, dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Ali-‘Imran : 133)
فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ
“Berlomba-lombalah dalam kebaikan.” (QS. Al-Baqarah : 148)
وَفِي ذَلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُونَ
“Dan untuk yang demikian itu (surga) hendaknya orang-orang berlomba-lomba.” (QS. Al-Muthaffifin : 26)
Intinya, As-Saabiquun adalah orang yang cepat (paling bersegera) dalam mengerjakan ibadah. Kalau dalam hal sedekah maka dialah orang yang paling cepat bersedekah, kalau berjihad maka dialah orang yang paling semangat berjihad([3]). Lihatlah kisah Hanzhalah Ibnu Abi ‘Amir radhiallahu ‘anhu, yang tatkala dia baru saja menikah (malam pengantin) dan menggauli istrinya, kemudian tiba-tiba ada panggilan jihad, maka dia pun berangkat sebelum mandi junub karena saking semangatnya. Ternyata dalam perang Uhud dia meninggal dunia, dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melihat para malaikat memandikannya (karena masih junub). Oleh karenanya ketika kita ternyata paling terlambat datang ke Masjid, datang ke pengajian selalu dapat tempat duduk paling belakang, sedekah paling telat, berbakti kepada orang tua paling terakhir, maka bisa dipastikan kita bukanlah termasuk orang yang As-Saabiquun, karena konsekuensi dari predikat ini adalah orang tersebut selalu cepat dalam segala kebaikan selama dia mampu. Maka selama seseorang memiliki kemampuan dan bisa melaksanakan kebaikan tersebut dengan cepat (segera) maka semoga itu merupakan indikasi bahwa ia termasuk golongan As-Saabiquun yang merupakan derajat paling tinggi di surga. Akan tetapi jika ternyata seseorang selalu terlambat, meskipun tidak mendapat derajat As-Saabiquun, maka semoga ia tetap masuk dalam golongan Ashabul Maimanah (golongan kanan).
Pada ayat ini, Allah Subhanahu wa ta’ala menjelaskan tentang nikmat-nikmat yang Dia berikan kepada golongan As-Saabiquun. Di antara yang Allah Subhanahu wa ta’ala sebutkan adalah kebanyakan orang-orang yang termasuk dalam golongan As-Saabiquun adalah orang-orang terdahulu, dan sedikit dari orang-orang belakangan. Terdapat khilaf di kalangan para ulama tentang maksud hal ini.
Pendapat pertama mengatakan bahwa maksudnya adalah yang tergolong As-Saabiquun adalah kumpulan dari orang-orang yang terpilih dari masing-masing dari seluruh umat para nabi.([4]). Dan sebagaimana diketahui bahwasanya para nabi sebelum Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam banyak, dan umat mereka juga banyak, sehingga dengan demikian tentu umat Nabi Muhammad yang termasuk dalam as-Saabquun tidaklah banyak karena hanya merupakan bagian dari kumpulan orang-orang terpilih dari seluruh umat para nabi.([5])
Pendapat kedua mengatakan bahwa ayat ini hanya berkaitan dengan umat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam saja, yaitu yang menjadi golongan terbanyak dari As-Saabiquun adalah para as-salafu as-salih (yaitu generasi awal yang shalih, seperti sahabat, tabiín dan para tabi’ at-tabiín), adapun yang sedikit adalah umat setelah para as-Salaf([6]). Oleh karenanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda,
خَيْرُ أُمَّتِي قَرْنِي، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ
“Sebaik-baik ummatku adalah yang orang-orang hidup pada zamanku (generasiku), kemudian orang-orang yang datang setelah mereka, kemudian orang-orang yang datang setelah mereka.”([7])
Tentunya kita sangat paham akan hal ini, bahwa kita sekarang hidup di zaman yang penuh dengan fitnah. Bahkan kita sendiri menyadari bahwa betapa banyak kita melakukan maksiat dengan memandang hal-hal yang haram, mendengar yang haram, dan malas beribadah. Maka jika dibandingkan dengan para as-Salaf tentu sangat jauh berbeda. Oleh karena itu, wajar jika para as-Salaf disebut sebagai golongan terbanyak dari As-Saabiquun. Pendapat kedua ini dipilih oleh Ibnu Katsir rahimahullah([8]), dan penulis lebih condong bahwa pendapat kedua ini lebih kuat.
Pendapat ketiga mengatakan bahwa ayat ini mencakup seluruh manusia. Dan yang menjadi As-Saabiquun adalah generasi pertama dari masing-masing dari para Nabi dan Rasul.([9])
Maka pertanyaannya adalah, apakah kita masih mungkin menjadi golongan As-Saabiquun? Tentu masih ada kemungkinan, akan tetapi kemungkinannya kecil karena Allah Subhanahu wa ta’ala mengatakan bahwa hanya sedikit dari yang belakangan.
ثُلَّةٌ مِنَ الْأَوَّلِينَ، وَقَلِيلٌ مِنَ الْآخِرِينَ
“Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu, dan segolongan kecil dari orang-orang yang kemudian.” (QS. Al-Waqi’ah : 11-14)
Dan tentunya kita sadar bahwa kita sangat jauh jika dibandingkan dengan para ulama terdahulu. Hubungan kita dengan orang tua terkadang tidak beres, hubungan sama istri terkadang kurang baik, kurang perhatian terhadap anak, bahkan hubungan dengan Allah Subhanahu wa ta’ala pun seringnya tidak bagus. Lantas apa yang bisa kita andalkan untuk menjadi As-Saabiquun?
_________________
Footnote :
([1]) Lihat: Ma’anil Qur’an Li Az-Zajjaj 5/109
([2]) Lihat: At-Tahrir wa At-Tanwir Li Ibnu ‘Asyur 27/286
([3]) Lihat: Tafsir Al-Baghawiy 7/9
([4]) Lihat: Tafsir Ath-Thabariy 23/98
([5]) Lihat: Ma’anil Qur’an Li Az-Zajjaj 5/109
([6]) Lihat: Al-Kassyaf Li Az-Zamakhsyariy 4/458